Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Cerpen Wacana Pengalaman Langsung Terbaru

misal Cerpen Tentang Pengalaman Pribadi Terbaru - Pernahkah menuangkan dongeng pengalaman pribadi? Yuk ceritakan menyerupai goresan pena diberikut ini.

Peristiwa Itu Menyadarkanku

Langit pagi itu begitu cerah dan sejuk, ku lihat anak – anak kecil berlarian menuju sekolahnya. Saat itu saya sedang menunggu kawanku dengan sedikit rasa cemas. “Dia bilang mau jemput jam 6 pagi ini,” Aku sedikit mengomel. Saat kulihat jam sudah pertanda pukul 6.30 tak pelak saya semakin was – was dibuatnya.

“Maaf Dik, saya telat, tadi saya harus mengantarkan adikku ke sekolah dulu,” tiba-tiba panggilan itu memecah kekhawatiranku. Dia ialah Danang sahabat bersahabat baikku.

“Yaudah gag apa-apa. Ayo kita udah terlambat,” jawabanku yang pribadi menaiki motornya.

Seperti biasanya, pagi ini kami pergi ke kampus bersama, tetapi tanggapan motorku sedang rusak, saya meminta Danang untuk menjemputku. Jarak rumah kami dengan kampus memang cukup jauh sekitar 10 km. Sebenarnya saya tidak ada kelas sepagi ini, tetapi alasannya ialah Danang ada kelas jam 7 pagi. Aku harus pergi lebih awal dengannya.

“Aduhh, kira-kira sempat tidak ya?” gerutu Danang dengan cemas. Hari ini dosen yang mengajar Danang populer sangat galak dan disiplin. Aku tahu itu alasannya ialah beliau pun dosenku ketika saya di semester pertama. Dia tak segan-segan mengusir mahasiswanya yang terlambat hadir ke kelasnya.

“Hari ini engkau ada kuliah Bu Barni, ya?”

“Iya, saya sudah dua kali tidak masuk kelasnya, dan ini ialah peluang terakhirku. Aku tidak mau mengulang kuliah beliau semester depan,” jawaban Danang.

Danang memacu motornya dengan cepat. Dia meliuk-liuk menlampaui kendaraan – kendaraan yang ada di depannya. Aku memintanya untuk sabar dan memelankan kendaraannya. Tetapi beliau tak mendengarkan masukanku, dan terus menambah kecepatan motornya. Sudah setengah jam kira-kira kami berkendara. Danang tetap memacu motornya dan dikala kami melewati pasar, datang – datang ada sebuah sepeda motor yang hendak menyebrang, dengan sigap Danang membanting kemudinya ke arah kanan jalan untuk menghindari tabrakan. Tetapi nahas, ketika kami menghindar motor yang tengah menyebrang tersebut, sebuah kendaraan beroda empat pick up yang mengangkut buah – buahan muncul datang – datang dari arah depan. Brakkkkk! Tak pelak kami pun menghantam kendaraan beroda empat itu.

Sesaat sebelum ukiran itu, keadaan disekitarku menjadi petang. Aku tak sanggup mencicipi apa – apa. Yang kurasa spesialuntuklah sakit disekujur tubuhku. Lalu saya membuka mataku, ternyata saya tersangut di pecahan depan dan terjepit antara kendaraan beroda empat dan motor. Sedangkan Danang terpental dan kejang di tengah – tengah jalan raya. Sontak pasar itu semakin ramai, mereka mulai mengelilingi kami.

Sayup – sayup saya mendengar bunyi dari keramaian tersebut, “Jangan ada yang pegeng dulu, tunggu polisi hadir”
Advertisement

“Aku yang melihat Danang sedang kejang, mencoba untuk bangun dan menolongnya sendiri. Namun, ketika saya hendak berdiri, saya mencicipi kaki kiriku tak sanggup digerakan. Ternyata kakiku patah. Kutarik kakiku dengan tangan untuk mengeluarkannya dari bawah mobil, kemudian ku seret badanku menuju Danang yang sedang tergeletak. Taka da satu pun yang berani menolong kami dikala itu. Hingga jadinya sebuah kendaraan beroda empat polisi hadir. Orang – orang di sana jadinya menolong kami dan mengangkat tubuh kami ke atas mobil.

“Bawa mereka ke klinik cepat,” perintah salah seorang polisi kepada kawannya.

Sesampainya di Klinik, kami diobati. Aku menerima 4 jahitan di tangan, Kaki kiriku didiberi penyanggah kayu dan diperban. Aku pun melihat Danang yang pingsan di sampingku tengah sadar.

“Nang engkau udah sadar,” tanyaku.

“Maaf Dik, ini tiruana salah gw,” jawabannya dengan penuh penyesalan.

Danang spesialuntuk mendapatkan jahitan pada tangan kanannya. Sedangkan saya harus mendapatkan kenyataan tulang kakiku patah. Sesudah beberapa dikala orang bau tanah kami hadir, kami pun di bawa pulang ke rumah masing – masing.

Semenjak dari bencana itu, saya dirawat selam beberapa bulan. Aku tak boleh turun dari daerah pulas bahkan untuk membuang air besar pun harus saya lakukan di atas daerah pulas. Selama masa penyembuhan saya dikunjungi oleh mitra – kawanku. Mereka cukup mengibur dan mengembalikan semangatku kembali. Tetapi akungnya, diantara mitra – mitra yang hadir menjengukku. Tak pernah sekilpun ku lihat Danang. Padahal yang saya tahu beliau tak menerima luka yang cukup parah sepertiku. Bahkan beliau sudah kembali ke kampus seminggu setelah kejadiaan itu. Aku sangat kecewa dengan dirinya, mitra yang selama ini saya anggap sebagai sahabat bersahabat dekat ternyata tidak menemaniku bahkan untuk menanayai kabarku selama masa penyembuhan. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya mungkin beliau masih merasa bersalah atau mungkin beliau takut dengan orang tuaku.

Hingga dikala ini, dikala saya sudah sembuh dari patah tulang itu, kami berdua tak pernah lagi bersama. Kami menjadi menyerupai orang lain yang tak saling mengenal. Kalaupun bertemu kami spesialuntuk saling melemparkan senyum saja. Akibat dari kejadiaan itu, jadinya saya mengetahui apa itu perteman dekatan. Kini saya sudah melanjutkan hidupku kembali menyerupai biasa. Mencari seseorang sahabat bersahabat yang sanggup saya percayai kembali. Namun, saya sadar saya harus lebih hati – hati lagi dan mengakibatkan bencana ini sebagai pengalaman yang berharga.