Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

10 Nilai-Nilai Huruf Yang Perlu Ditanamkan Di Sekolah

INIRUMAHPINTAR - Hingga ketika ini, pendidikan aksara masih terus menjadi perbincangan di dunia pendidikan. Hal itu dikarenakan sebab penanaman dan pembentukan aksara terhadap akseptor didik ialah tujuan utama dari pendidikan itu sendiri. Semua jadwal yang dirancang dan dijalankan oleh pemerintah sejatinya bertumpu pada harapan luhur bangsa, yaitu membuat masyarakat berakarakter secara merata dan menyeluruh di Indonesia.

Telah disebutkan di banyak sekali artikel dan jurnal ilmiah, bahwa pendidikan aksara dibangun di lingkungan rumah tangga. Hal itu sangat benar sebab di lingkungan keluargalah waktu orang renta bersama anak lebih lama. Kaprikornus dilarang ada alasan, bagaimanapun orang renta wajib membentuk aksara terbaik terhadap anak-anaknya. 

Selanjutnya, setelah anak masuk sekolah, baik itu di jenjang pendidikan usia dini; taman kanak-kanak; SD; SMP; dan SMA, rumah kedua yaitu sekolah. Di sanalah terjadi proses pematangan nilai-nilai aksara yang lebih luas. Dalam hal ini, kiprah guru sangat dibutuhkan semoga nantinya para akseptor didik sanggup tampil di masyarakat sebagai pribadi-pribadi berkarakter.

Dan yang perlu dicamkan yaitu para guru tidak perlu terlalu muluk-muluk memikirkan bagaimana rupa dan bentuk pendidikan aksara itu. Di artikel ini, saya sengaja tidak mencantumkan definisi ilmiah pendidikan karakter. melaluiataubersamaini harapan, semoga sebagai pendidik, guru tidakboleh hingga terbebani dengan banyaknya proses yang perlu dijalani. Karena sebetulnya nilai-nilai moral yang terkandung di dalam batang badan pendidikan aksara terdapat dalam kegiatan sehari-hari dan beranjak dari hal-hal sederhana.

Lalu, menyerupai apakah itu? Berdasarkan pengamatan saya secara eksklusif di lingkungan sekolah dan di masyarakat, khususnya di Indonesia, ada beberapa hal yang saya anggap masih kurang tertanam sebagai nilai-nilai aksara pada pribadi-pribadi di lingkungan aku. Tentu, kita tidak bisa men-generalisir hal-hal tersebut serupa di seluruh wilayah di negeri ini. Namun, saya yakin kepincangan nilai-nilai aksara masih belum usai di Indonesia sehingga perlu tindak lanjut yang terencana.

Berdasarkan hal tersebut, atas nama perbaikan karakter, dengan penuh keyakinan, kesadaran, disertai harapan yang besar, saya merekomendasikan para masyarakat sekolah, khususnya guru-guru untuk menanamkan nilai-nilai aksara yang terkandung di dalam kebiasaan sederhana diberikut ini:

1. Disiplin dalam antrian

Di jam makan siang atau jam istirahat, para siswa biasanya berhamburan menuju kantin sekolah. Mereka secepat mungkin meninggalkan kelas dan melangkah cepat ke  arah kantin. Jika di sekolah mereka terdapat banyak kantin, maka pilihan pertama tentu akan jatuh pada kantin yang menyajikan masakan terenak, sesuai selera, dan harga terjangkau. Ketika sudah sampai, para siswa kemudian memesan masakan atau minuman yang mereka inginkan. Sayangnya, tidak tiruana siswa, khususnya di tahun pertama mereka di sekolah mengetahui istilah "antri". Tanpa pikir panjang, mereka menerobos dan merusak ritme antrian.

Masalah ini, bisa melanda sekolah mana saja, baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, atau di menengah atas, aliyah, atau kejuruan. Untuk itu, tanpa ada himbauan resmi dari pemerintah tempat ataupun pusat, pihak sekolah melalui kepala sekolah dan guru-guru sebaiknya melaksanakan kontrol perilaku dan aksara hingga ke kantin sekolah.

Para siswa sepantasnya diarahkan dan dididik bagaimana cara menghormati siswa lain yang lebih dulu hadir, menunggu antrian datang dengan sabar, dan tidak melaksanakan gangguan contohnya colak-colek atau mendorong-dorong siswa di dalam antrian. Mungkin di awal proses ini, para siswa banyak yang mengeluh, tidak sabar, atau melaksanakan kejahilan. Namun, bila sekolah komitmen untuk mendidik siswa untuk disiplin dalam antrian, maka lambat laun, pondasi kepribadian siswa akan tumbuh lebih baik dan berkelanjutan. melaluiataubersamaini kata lain, kekuatan disiplin dalam antrian akan terus bebuyutan - adik kelas berguru antri kepada abang kelas, dan abang kelas berguru antri kepada guru-guru. Begitu seterusnya.

Jadi, untuk memantapkan kepribadian disiplin dalam antrian tersebut, para guru pun wajib menghadirkan kedisplinan ketika mereka juga berkunjung ke kantin sekolah. Baik guru maupun siswa harus menghormati hukum antri. Siapa yang hadir duluan, maka harus dilampaukan, tidak memandang ia yaitu siswa senior, lebih pandai atau ia yaitu guru, kepala sekolah, dsb. Intinya, tidak ada senioritas status atau pangkat/jabatan dalam hal antrian.

Jika ritme kedisplinan dalam antrian sanggup mengakar di kehidupan sekolah, maka siswa pun akan tumbuh menjadi pecahan dari masyarakat dan peradaban yang selalu menghormati antrian di manapun mereka berada nantinya. Kelak, bila penduduk Indonesia sudah mempunyai peradaban ini, kita tidak akan menemukan lagi manusia-manusia di luar sana yang menerobos antrian di pom bensin; melanggar lampu merah di perempatan; atau mencari-cari jalan tikus dalam pengurusan paspor, surat izin, atau dokumen-dokumen administratif di kantor-kantor pemerintah. Hasilnya, kita pun tumbuh menjadi bangsa yang selalu menghargai dan menghormati orang lain, dan senantiasa menempatkan diri sebagai eksklusif bermanfaa dan tidak mengganggu kenyamanan dan hak-hak orang lain.

2. Memmembersihkankan dan Memmembuang Sampah di Tempatnya

Pendidikan di lingkungan sekolah yaitu modal penting dalam membangun aksara seseorang. Selain pendidikan di rumah dan keluarga, pendidikan di sekolah bisa dikatakan sebagai rumah kedua bagi para siswa. Untuk itu, sebelum terjun ke masyarakat, siswa sebaiknya selalu diarahkan menjadi eksklusif berkarakter, salah satunya dengan mempersembahkan proposal memmembersihkankan dan memmembuang sampah di tempatnya.

Bukan hal guah, bila di sekitar sekolah terdapat sampah-sampah yang berserakan. Baik yang dihasilkan dari dedaunan kering yang beterbangan, bungkus masakan enteng, atau gelas minuman botol/kaleng. Untuk itu, para siswa perlu ditanamkan eksklusif cinta membersihkan. Setiap kali melihat sampah, mereka terdorong untuk mengambil dan memmembuangnya ke tempat sampah. Begitupun ketika mereka punya sampah sendiri, tidakboleh dimembuang sembarangan, melainkan di membuang di keranjang sampah terdekat.

Langkah ini tidak segampang yang dibayangkan, sebab setiap kali akan dibudayakan di sekolah, ada saja anak yang khilaf dan memmembuang sampah di sembarangan tempat. Untuk itu, langkah preventif bisa ditempuh oleh sekolah, contohnya dengan mengadakan lomba kemembersihkanan harian dan diumumkan setiap upacara bendera di hari Senin, atau dengan menerapkan denda yang edukatif bagi mereka yang kedapatan memmembuang sampah bukan pada tempatnya.

Selain itu, para guru dan masyarakat sekolah yang lain pun wajib mempersembahkan pola semoga para siswa sanggup meneladani perilaku baik tersebut. Kelak, bila hal ini dibiasakan dan tumbuh menjadi budaya positif, maka lambat laun akan mengakar pada kepribadian dan aksara para siswa. Hasilnya, mereka pun tumbuh menjadi bibit-bibit unggul di dalam masyarakat.


3. Tepat waktu dalam kegiatan apapun di sekolah

Budaya ngaret atau hadir terlambat seringkali masih dijumpai di kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun di lingkungan tertentu, kebiasaan ini sudah ditinggalkan, pendidikan kedisplinan ini tetap wajib dibiasakan di lingkungan sekolah. Karena bila dibiarkan begitu saja, aksara ini akan terbawa-bawa hingga berilmu balig cukup akal nanti. Kejadian hadir terlambat yang biasa terjadi di lingkungan sekolah yaitu, terlambat hadir di pagi hari, terlambat masuk di jam pelajaran setelah waktu istirahat, terlambat mengumpulkan tugas/ulangan, dan terlambat hadir ke lapangan di hari upacara.

Jika dibiarkan, budaya negatif ini sanggup berdampak pada aksara siswa bila berada di luar sekolah. Bisa jadi mereka suka terlambat ketika janjian kerja kelompok dengan kawan, atau terlambat bangkit subuh, dsb. Oleh sebab itu, para guru wajib terus mengarahkan siswa-siswanya untuk patuh terhadap hukum kedisplinan ini. Bagaimana caranya? sekolah sanggup menetapkan kebijakan sebagai diberikut. Pertama, mempersembahkan hadiah kepada siswa rajin, mempersembahkan eksekusi mendidik bagi siswa yang selalu tidak sempurna waktu, dan para guru mempersembahkan pola keteladanan dengan hadir sempurna waktu ke sekolah, ke kelas, dan upacara.

Melalui proses pendidikan aksara menyerupai ini, para siswa akan terbiasa dan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang menghargai waktu. Dan tentu saja, mereka sanggup menularkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada kawan-kawannya, dan keluarganya kelak di masa depan.

4. Membuka dan Menutup Pintu Kelas sesuai Norma Kesopanan

Membuka dan menutup pintu yaitu kegiatan yang selalu terjadi, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan di kehidupan bermasyarakat. Di lingkungan sekolah sendiri, setiap kali kelas akan dimulai, pintu biasanya ditutup, meksipun ada sekolah yang membiarkannya terbuka. Nah, pada ketika ada siswa yang minta izin ke toilet atau untuk keperluan lain yang mendadak, ia niscaya akan membuka pintu. Pada ketika membuka pintu, biasanya masih ada siswa yang belum mengetahui tata krama dan budpekerti kesopanan, contohnya dengan membuka pintu secara paksa dan menutupnya dengan keras. Padahal, sebaiknya, pintu dibuka dengan pelan, ditutup dengan pelan dengan cara ditahan. Tujuannya semoga pintu tidak menghasilkan bunyi yang keras sehingga tidak mengganggu kawan-kawan lain yang sedang belajar.

Hal-hal kecil menyerupai ini dilarang diremehkan. Pasalnya,jika dianggap biasa, para siswa akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang seenaknya saja membuka dan menutup pintu tanpa tata krama. Coba kita lihat di kantor-kantor pelayanan pemerintah, masih ada saja oknum-oknum yang membuka dan menutup pintu dengan kasar, sehingga menghasilkan hentakan yang keras. Selain mengganggu orang lain, kebiasaan ini pun sanggup mempercepat rusaknya pintu.

Bahkan, di kelas-kelas perkuliahan, masih ada saja mahasiswa yang keluar masuk ruangan kuliah dengan tidak memperhatikan bagaimana membuka dan menutup pintu dengan benar. Padahal, kebiasaan ini yaitu hal simpel yang bisa dibiasakan. Bahkan, bila kebetulan ada orang lain yang juga ingin keluar, dianjurkan untuk menahan pintu tetap terbuka semoga orang di belakang kita pun bisa ikut keluar dengan gampang. Demikian pula, bila kebetulan ada orang yang ingin masuk ke ruangan di ketika kita akan keluar, berbesar hatilah membuka pintu, dan membiarkan orang tersebut masuk, gres kemudian kita keluar. Indah bukan!

5. Memdiberi dan Membalas Salam

Memdiberi dan membalas salam yaitu budaya positif yang mendukung terjalinnya silahturahmi yang semakin erat. Oleh sebab itu, kebiasaan ini termasuk aksara yang mesti ditanamkan di lingkungan sekolah. Para guru sanggup memulainya dengan selalu mengucapkan salam ketika berjumpa dengan siswa-siswanya, dan siswa-siswa pun diajarkan untuk menjawaban salam tersebut. Selanjutnya, para siswa wajib saling memdiberi dan membalas salam ketika berjumpa atau ingin memasuki ruangan kelas. Hal ini memang sepele, tetapi lingkungan sekolah yaitu tempat melatih hal sepele menjadi hal-hal positif. Apalagi, kebiasaan ini mengandung nilai ibadah.

6. Mendoakan Teman yang Bersin

Bersin yaitu proses alami yang bisa terjadi pada setiap orang. Menurut ahli, ketika seseorang bersin, seluruh badan berhenti beraktivitas. misalnya, mata, ketika seseorang bersin, matanya secara otomatis akan tertutup. Dan setelah bersin, mata kembali terbuka, begitupun dengan organ-organ badan yang lain. Sebagai ungkapan rasa syukur, para muslim biasanya mengucapkan "alhamudilllah". Dan yang mendengarkannya mengucapkan, "yarhamukallah". Lalu, dijawaban kembali oleh orang yang bersin "yahdikumullah". Tata krama menyerupai ini sudah diajarkan Allah kepada umat manusia.

Sayangnya, tidak sedikit yang meremehkan kegiatan kecil ini. Ketika bersin, ada yang sudah lupa mengucucapkan "alhamdulillah". Mungkin tidak berlaku umum, tetapi cobalah tengok di sekitar kita, berapa banyak kawan-kawan kita di sekolah yang enggan menjawaban ucapan syukur orang yang bersin, entah malu, lupa, atau tidak tahu.

Di sinilah kiprah guru-guru untuk menghidupkan kembali budaya-budaya positif menyerupai ini, tentu dengan cara memdiberi pola dan mengimplementasikannya di antara guru-guru. Jika siswa berhasil ditanamkan kebiasaan arif ini, maka ia pun akan terpengaruh mempraktikkannya di luar lingkungan sekolah. Dan kelak ia akan menjadi pencetus di keluarganya.  

7. Menghargai perbedaan dengan kawan

Perbedaan yaitu suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Faktanya sebelum negeri ini didirikan, Indonesia sudah menyatukan banyak sekali suku, ras, budaya, dan perbedaan-perbedaan lain menjadi satu kesatuan dalam ikatan Bhinneka Tunggal Ika. Di lingkup kecil menyerupai sekolah, perbedaan tersebut pun niscaya selalu ada. Termasuk tidak sama dalam hal berpendapat, mengikuti pelajaran, menyikapi masalah, dan memperlakukan kawan. Intinya, kehidupan sekolah sangat berpotensi terdapat heterogenitas. Oleh sebab itu, guru-guru dilarang menyerah, sepanjang waktu mengingatkan para siswa untuk saling menghargai perbedaan antara siswa yang lain.

Hal-hal menyerupai ini sanggup diwujudkan dan dimulai dari  kegiatan sederhana di dalam kelas. Misalnya, dalam sebuah diskusi kelompok, terjadi perbedaan pendapat. Pada ketika hal ini terjadi, guru wajib mengarahkan perbedaan tersebut menjadi sebuah materi pembelajaran, bukan malah membiarkannya sehingga berpotensi tumbuh menjadi pemantik benci atau permusuhan di antara kelompok yang berdiskusi. Tentu tidak gampang, tetapi di sinilah kiprah dan pengabdian guru profesional.

Ketika para siswa mengadakan pemilihan pemilihan ketua kelas atau ketua OSIS, para guru pun sebaiknya mendampingi dan mengarahkan mereka untuk mengikuti jadwal pemilihan dengan penuh tanggung jawaban, berasaskan kejujuran dan saling menghargai. Terpilih atau tidak, menang atau kalah, tiruana harus mendapatkan dengan legowo. Tidak boleh saling menaruh dendam. Apalagi hingga melaksanakan hal-hal yang merusak ketenteraman dan mengganggu keharmonisan sosial di antara masyarakat sekolah.

8. Tidak Menyontek Ketika Ulangan

Menyontek yaitu bibit lahirnya kebodohan dan kedangkalan berpikir. Orang terbelakang dan dangkal dalam berpikir akan simpel terpengaruh melaksanakan hal-hal negatif. Oleh sebab itu, dengan menanamkan aksara untuk tidak menyontek ketika ulangan, guru sudah bekerja dengan baik. Namun, adakalanya guru kurang ketat dan menganggap kegiatan menyontek ini yaitu hal biasa, dengan alasan, dirinya sewaktu muda pun melaksanakan hal sama. Mungkin tidak tiruana, dan kebanyakan guru tentu mengecam bila ada siswa-siswanya menyontek ketika ulangan. Namun, dalam implementasinya, terkadang para guru kurang lihai dalam mengawasi, sehingga sering kena tipu oleh kelihaian trik menyontek para siswanya. Jadi, dalam hal ini, guru pun sebaiknya bekerja dengan kekuatan dan kemampuan ekstra.

Jika para siswa dibiarkan menyontek, maka kelak mereka akan menjadi calon-calon penipu dalam pekerjaannya. Bisa jadi mereka juga simpel terbuai untuk korupsi atau mendapatkan sogokan. Sehingga tidak bisa dibenarkan andai masih guru yang berlaku kurang cerdik dalam mengawasi siswa ketika ulangan. Guru wajib mendidik para siswa semoga terampil dan percaya diri mengerjakan ulangan sesuai kemampuan, semoga nantinya guru sanggup mengetahui kelemahan siswa kemudian menindaklanjuti dengan remedial yang tepat.

Kelak, bila budaya tidak menyontek ketika ulangan dijadikan kehormatan, maka siswa akan merasa terhormat ketika memperoleh nilai 5 atau 6 di ujian sekolah berkat perjuangan sendiri, ketimbang menerima 100 tetapi hasil contekan. Lagipula, menyontek yaitu pola kekerdilan intelektual. Dan siapapun yang membiarkan kegiatan menyontek, baik sengaja maupun tidak sengaja, berarti sudah andil dalam melahirkan generasi yang kurang percaya diri dan sanggup berdiri diatas kaki sendiri dalam kehidupannya kelak. Jadi, tidak ada pilihan, budaya tidak menyontek harus dihapus dan dilenyapkan dalam dunia pendidikan, apapun bentuknya, dan bagaimanapun caranya.

9. Membilas Toilet Sampai Benar-Benar Bersih

Salah satu ciri sekolah sehat yaitu mempunyai toilet yang selalu membersihkan. Dan toilet membersihkan tidak akan terwujud bila siswa dan guru tidak bekerja sama menjaga kemembersihkanan itu. Salah satu caranya yaitu membiasakan membilas toilet hingga benar-benar membersihkan setelah membuang air.

Meskipun kegiatan pemmembersihkanan sanggup dilakukan oleh petugas cleaning service, kebiasaan memmembersihkankan sendiri toilet setelah menggunakan, sebaiknya ditanamkan sedini mungkin. Lagipula, toilet membersihkan membuat kita yang masuk ke dalamnya tidak merasa jijik. Apalagi di sekolah-sekolah. Ala bisa sebab biasa, bila kebiasaan ini sudah mengakar ke dalam eksklusif setiap siswa, maka di lingkungan keluarga dan masyarakat, mereka pun akan selalu memmembersihkankan toilet yang sudah dipakainya.

Nilai-nilai yang tampak di kebiasaan ini yaitu tanggung jawaban. Jika sudah mengotori, silahkan membersihkankan sendiri. Jika tak bisa memmembersihkankan, tidakboleh coba-coba mengotori.

10. jujur dalam Hal Apapun

Kejujuran yaitu harta yang melebihi nilai uang. Jika seseorang tidak jujur, sebanyak apapun uang yang dimilikinya atau diamanahkan kepadanya, maka akan habis sehabis-habisnya tanpa menyisakan sepeser pun. Sebaliknya, bila seseorang jujur, sedikit apapun uang dimiliki atau diamanahkan kepadanya akan tetap dijaganya dengan baik.

Orang jujur selalu mujur dan digampangkan rezekinya. Itu dikarenakan banyak orang yang menyukainya dan ingin berhubungan dengannya. Oleh sebab itu, kejujuran pun harus ditanamkan di sekolah. Salah satu jadwal pemerintah yang mendukung pembentukan aksara ini yaitu menghadirkan kantin kejujuran. Teknik kerjanya, siswa mengambil masakan atau minuman yang ingin dibelinya, membayar, dan mengambil uang kembalian sendiri. Semua atas nama kejujuran.

Jadi, siswa yang mempunyai yang kejujuran akan menjadi pribadi-pribadi yang terhormat dan sangat jauh dari perilaku otoriter terhadap hak-hak orang lain. Kelak, aksara ini akan membawa empunya jauh dari korupsi, kolusi, maupun nepotisme, andai ia tetap konsisten di jalan kebaikan tersebut. Semoga saja! dan memang begitulah harapan kita terhadap generasi-generasi penerus bangsa ini.

Akhir kata, ada banyak hal yang berawal dan tumbuh di sekolah. Semua perlu digalakkan dalam bentuk jadwal nyata. Berikut ini rangkuman atas 10 Nilai-Nilai Karakter yang Perlu Ditanamkan di Sekolah:

1. Disiplin dalam antrian
2. Memmembersihkankan dan memmembuang sampah di tempatnya
3. Tepat waktu dalam kegiatan apapun di sekolah
4. Membuka dan menutup pintu kelas
5. Memdiberi dan membalas salam
6. Mendoakan mitra yang bersin
7. Menghargai perbedaan dengan kawan
8. Tidak menyontek ketika ulangan
9. Membilas toilet hingga benar-benar membersihkan
10. jujur dalam hal apapun

Semua berawal dari hal-hal kecil dan sederhana. Semoga artikel ini bermanfaa dan bisa ikut andil dalam membangun pribadi-pribadi terbaik, berkarakter, dan menghadirkan kebahagiaan sepanjang masa, tanpa kenal lelah, batas-batas strata, dan perbedaan-perbedaan, sebab kita tiruana Bhinneka Tunggal Ika, satu nusa, satu bangsa, satu darah NKRI.