Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ciri-Ciri Khusus Dan Penggolongan Platyhelmintes

INIRUMAHPINTAR - Siang hari ini, saya ingin mengajak adik-adik pembaca untuk mengenal salah satu Filum dalam ilmu Biologi. Saya yakin masih ada yang belum pernah mendengar atau belum memahami secara mendalam tentang Filum ini. Bahkan tidak sedikit yang sering mempertanyakan seluk beluk dan info lengkap tentang Platyhelmintes di media umum atau di forum-forum pendidikan. Untuk itu, saya sudah menyiapkan materi materi yang siap untuk dibaca dalam rangka memperkaya pengetahuan dan wawasan. Nah, klarifikasi diberikut ini meliputi uraian lengkap dan detail perihal Ciri-Ciri Khusus dan Penggolongan Platyhelmintes. Selamat belajar!

1. Pengertian Platyhelmintes

Pertama-tama, mari kita ketahui dulu apa itu Platyhelmintes. Apakah ia nama sebuah binatang atau tumbuhan? Dari asal katanya, Platyhelmintes berasal dari bahasa Yunani. Platy artinya pipih dan helmin artinya cacing. Jadi, jikalau kedua pengertian itu dihubungkan, maka Platyhelmintes sanggup diartikan sebagai cacing yang berbentuk pipih. Nah, binatang yang tergolong ke dalam filum Platyhelmintes mempunyai ujung posterior (ujung), permukaan ventral dan permukaan dorsal. Cacing ini sebagian besar hidup sebagai benalu dan ada pula yang hidup bebas baik di air maritim maupun di air tawar.

2. Ciri-ciri Khusus Platyhelmintes

Cacing yang tergolong Platyhelmintes mempunyai ciri-ciri yang khusus. Artinya, ciri-ciri tersebut tidak sama dengan cacing-cacing yang lain. Tubuh Platyhelmintes tidak mempunyai rangka, sistem pernafasan, dan sistem peredaran darah. Untuk lebih jelasnya, mari kita pahami ciri-ciri khusus Platyhelmintes diberikut ini:

a. Struktur Tubuh

Platyhelmintes mempunyai bentuk badan bilateral simetris. Tampilan ujung anterior cacing ini tumpul atau membulat, sedangkan ujung posterior berbentuk lancip. Tubuh cacing ini ber-segmen-segmen. Platyhelmintes yaitu binatang triploblastik aselomata, artinya binatang ini mempunyai 3 lapisan badan yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tetapi tidak mempunyai rongga (selom). Dinding badan serpihan luar terdiri atas epidermis yang halus, bersilia atau ditutupi kutikula yang sangat licin. Dinding badan serpihan dalam dilengkapi dengan lapisan otot yang berkembang baik.

b. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan yang dimiliki cacing Platyhelmintes belum lengkap. Cacing ini sudah mempunyai lisan tetapi tidak mempunyai anus. Dan makhluk kecil ini mempunyai rongga gastrovaskuler yang berperan sebagai susukan pencernaan yang bercabang-cabang sekaligus berfungsi sebagai usus.

c. Sistem Saraf

Sistem saraf mempunyai ganglion di serpihan ujung ventral tubuh. Sementara itu di ujung ventral badan terdapat satu pasang saraf longitudinal yang mengarah ke serpihan posterior. Dan setiap pasangan saraf longitudinal dikaitkan oleh rangkaian saraf lateral.

d. Sistem Reproduksi 

Reproduksi cacing ini berlangsung dengan secara seksual dan aseksual. Cacing ini dikenal mempunyai sifat hermaprodit (monoceus), yang berarti dalam 1 badan terdapat, dua alat kelabuin sekaligus, yaitu alat kelabuin jantan dan alat kelabuin betina. Jadi, perkembangbiakan seksual dengan cara peleburan sel telur dengan sperma. Telur yang dihasilkan bersifat mikroskopis dan fertilisasi terjadi secara internal, baik sendiri atau fertilisasi silang. Sedangkan reproduksi aseksual berlangsung melalui proses regenerasi tubuh. Artinya, dikala  tubuh cacing golongan ini terpotong-potong maka otomatis akan terbentuk kembali serpihan badan yang hilang. 


3. Penggolongan Platyhelmintes

Platyhelmintes sanggup digolongkan menjadi 3 kelas, yaitu kelas Turbellaria, kelas Trematoda, dan kelas Cestoda. Berikut klarifikasi lengkap tentang ciri-ciri dan siklus hidup kelas-kelas tersebut:

a. Kelas Turbellaria

Jenis cacing ini berkembang biak bebas dan tidak dilengkapi dengan alat isap. Salah satu kelas Turbellaria yang terkenal yaitu golongan Planaria. Planaria umumnya berkembang biak bebas di air tawar, terkadang lebih menyukai berkumpul di bawah daun, atau mengaitkan diri pada watu dan daun-daunan. Selain itu, ada juga cacing jenis ini yang lebih menyukai menempel di atas kayu berair yang tidak terjangkau cahaya matahari secara langsung.

Panjang badan Planaria sanggup mencapai 15 mm. Permukaan tubuhnya sangat licin dan halus. Warna tubuhnya cenderung petang dan pada serpihan kepala dilengkapi bintik mata sebagai detektor situasi dan petang. Sedangkan badan serpihan luarnya terlindungi oleh epidermis yang terbentuk oleh sel mirip kubus atau silindris bersama membran basalis. Membran basalis yaitu membran pengikat epidermis yang elastis. Sementara itu, epidermis di area ventral disempurnakan dengan perangkat silia. Pada a area bawah epidermis, ada lapisan otot yang arah seratnya longitudinal & sirkuler. Selanjutnya, rongga yang terbentuk antara dinding otot dengan organ dilengkapi dengan jaenteng parenkim atau jaenteng mesenkim.

Planaria mempunyai bintik mata untuk membedakan terang & petang. Mulut cacing ini terdapat pada permukaan ventral dan terletak di area tengah badan serta disempurnakan dengan perangkat taring atau probosis yang condong keluar. Probosis bertujuan untuk menangkap mangsa. 

Sistem pencernaan planaria berturut-turut mulai dari mulut, faring, dan usus. Dari lisan diteruskan ke faring kemudian melalui usus yang bercabang ke arah depan dan 2 cabang ke arah belakang. Pertukaran gas antara oksigen & karbohidrat melewati permukaan badan (melalui epidermis) sementara sistem ekskresi melewati sel api. Sistem reproduksi berlangsung secara seksual dan aseksual. Sistem reproduksi seksual dari binatang hermafrodit ini memakai kelabuin jantan berupa testis yang dilengkapi oleh vas efferen & vas differens. Sementara alat kelabuin betina berupa ovarium dan kelenjar kuning telur. Dalam proses reproduksi seksual, zigot akan berkembang biak menjadi bentuk remaja tanpa harus menjadi larva terlebih lampau.

Reproduksi aseksual sendiri terjadi melalu pembelahan melintang (transversal). Jika Planaria terpotong-potong, ia sanggup meregenerasi diri secara otomatis. Organisme lain yang tergolong Platyhelmintes yaitu Acoela, Microstomum, dan Bipalium. 

b. Kelas Trematoda

Kelas Trematoda hidup sebagai benalu pada badan vertebrata. Tubuh serpihan luar ditutupi kutikula dan tidak mempunyai silia. Pada permukaan ventral terdapat alat isap dan mulut. Makanan dari kelas Trematoda berupa cairan badan atau jaenteng badan inang. Dinding badan pada kelas Trematoda mempunyai otot dan mempunyai sistem saraf. Organisme yang banyak dikenal dari kelas Trematoda yaitu cacing hati (Fasciola hepatica). Berikut di bahas terkena Fasciola hepatica

Ciri-ciri Umum

Fasciola hepatica hidup pada susukan empedu binatang ternak. Tubuh berbentuk mirip daun yang membulat pada ujung depan dan lancip pada ujung belakang. Panjang badan sekitar 30 mm. Alat isap depan dikelilingi oleh mulut. Mulut dilengkapi dengan faring dan esofagus. Cacing ini mempunyai susukan pencernaan yang spesialuntuk mempunyai satu lubang sebagai lisan dan sekaligus sebagai anus.

Alat ekskresi berupa sel api (flame cell). Sistem saraf dilengkapi sepasang ganglion dengan saraf longitudinal dan saraf transversal. Alat reproduksi pada Fasciola hepatica jantan mempunyai sepasang testis dan penis. Testis bercabang-cabang yang terletak di serpihan tengah tubuh. Alat reproduksi pada cacing betina yaitu ovarium. Ovarium yang bercabang ini mempunyai kelenjar kuning telur. Setiap telur yang sudah mengalami fertilisasi bercampur dengan kuning telur dan didiberi pelindung berupa cangkang.

Telur yang keluar dari badan cacing akan melewati susukan empedu yang kemudian hingga di usus halus (intestin). Telur keluar dari badan tuan rumah melalui feses. Telur yang berada pada lingkungan yang ideal akan menetas pada waktu 9 hari. Jika suhu dingin, telur sanggup bertahan untuk beberapa tahun.

Siklus Hidup

Telur Fasciola hepatica menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan berenang di air tetapi tidak lebih dari 24 jam. Mirasidium ini harus menemukan inang sementara, yaitu siput air tawar (Lymnaea javanica). Jika tidak menemukan siput air tawar, mirasidium mati. Larva mirasidium menginfeksi siput air tawar disertai menghilangkan silianya. Dalam waktu dua ahad larva mirasidium berkembang menjadi sporokist.

Dalam badan siput, sporokist secara partenogenesis berkembang menjadi larva lain yaitu disebut redia. Setiap satu sporokist akan menjadi 3 - 8 redia. Sesudah delapan hari, redia bermetamorfosis serkaria dengan ujung yang membulat.

Serkaria ini akan keluar dari badan siput. Larva akan berenang untuk beberapa jam dan menempel pada rumput air. Pada waktu menempel di rumput air, larva serkaria melepaskan ujung yang dinamakan metaserkaria. Metaserkaria sanggup menempel pada rumput hingga beberapa bulan. Jika rumput dimakan oleh binatang ternak, larva ini masuk ke usus halus binatang ternak. Larva ini menembus dinding usus dan bersama pedoman darah sanggup hingga ke hati binatang ternak untuk beberapa minggu. Sesudah dari hati, larva menuju susukan empedu dan menjadi dewasa. Cacing remaja dalam susukan empedu akan bertelur. Telur tersebut keluar melalui usus. 

misal Trematoda lainnya yaitu sebagai diberikut.

1. Fasciola buski; kawasan penyebarannya yaitu Cina dan India. Larva dari Fasciola buski hidup pada siput. Sercacia menempel pada daun dan menyerang manusia, babi, dan anjing.

2. Clonorchis sinensis; kawasan penyebarannya Jepang, Cina, dan Vietnam. Inang larva dari Clonorhis sinensis yaitu siput air dan ikan. Larva metaserkaria terdapat pada otot ikan. Jika insan memakan ikan yang tidak dimasak atau memasaknya kurang sempurna, sanggup terinfeksi oleh cacing ini. Ikan ialah inang tetap.

3. Paragonimus westermani; kawasan penyebarannya Jepang, Cina, Philipina, dan Afrika. Paragonimus westermani mempunyai dua tuan rumah yaitu tuan rumah sementara dan tuan rumah tetap.

4. Schistosoma haemotobium; cacing kelas trematoda yang kawasan penyebarannya meliputi Afrika, Madagaskar, dan Amerika Selatan.  Cacing ini ialah benalu pada kucing, anjing, babi, dan binatang ternak lainnya. Panjang badan cacing jantan 8 hingga 22 mm, sedangkan cacing betina 14 - 26 mm.

5. Schistosoma japanicum; cacing kelas Trematoda yang kawasan penyebarannya di Cina, Philipina, dan Indonesia (di Kalimantan). Inangnya anjing, rodentia, dan babi. Cacing ini sanggup menembus usus. 

c. Kelas Cestoda

Cacing Cestoda mempunyai bentuk badan mirip pita dan bersifat benalu dalam susukan pencernaan Vertebrata. Spesies yang tergolong kelas Cestoda yaitu Taenia solium. Berikut ini ialah ciri-ciri umum Taenia solium (cacing pita).

Tubuh Taenia solium yaitu pipih memanjang mirip pita. Tubuhnya mempunyai segmen yang disebut proglotid. Cacing pita remaja mempunyai kepala yang dinamakan skoleks. Di bawah skoleks terdapat leher pendek yang disebut strobilus yang berfungsi membentuk proglotid gres (strobilasi). Ukuran proglotid makin ke ujung makin besar dan mengandung telur yang makin masak. Pada setiap proglotid terdapat sel api, saraf, alat kelabuin jantan, dan alat kelabuin betina. Tubuhnya tidak mempunyai silia.

Bagian luar badan ditutupi kutikula, sedangkan dinding badan serpihan dalam mempunyai lapisan otot dan jaenteng parenkim. Panjang badan Taenia solium yaitu 6 - 25 kaki yang dilengkapi dengan empat buah alat isap yang berotot. Alat isap ini dikelilingi oleh kait-kait zat tanduk yang dinamakan rostelum. Alat isap dan rostelum berfungsi untuk melekatkan tubuhnya pada dinding usus tuan rumah.

Cacing ini mempunyai susukan pengeluaran yang dilengkapi dengan sel api. Cacing ini tidak mempunyai lisan dan susukan pencernaan. Makanan akan diserap eksklusif melalui permukaan tubuh. Fertilisasi sanggup terjadi fertilisasi sendiri atau fertilisasi silang. Telur pada cacing ini terbungkus cangkang yang bentuk oleh ootype. Proglotid yang matang mengandung telur yang sudah matang yang di dalamnya sudah terdapat enam kait yang disebut onchoster. Jika telur cacing ini tergoda binatang ternak, cangkang telur akan pecah dan onchoster akan masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfe. Pada balasannya onchoster akan masuk ke otot membentuk kista yang terdiri dari zat kapur yang dinamakan cysticerkus. Manusia yang mengonsumsi daging binatang ternak yang dimasak tidak tepat sanggup terinfeksi oleh cacing Taenia solium.

Lebih dari 1500 spesies cacing menginfeksi Vertebrata dari ikan hingga manusia. Beberapa pola lain dari kelas Cestoda yaitu sebagai diberikut.

1) Taenia saginata, cacing ini mempunyai panjang badan antara 4 - 12 meter. Taenia saginata tidak mempunyai rostelum pada skoleksnya. Jumlah proglotid sekitar 2000. Taenia saginata mempunyai inang tetap manusia. 

2) Taenia pisiformis; larva cacing ini hidup pada hati kelinci, sedangkan pada waktu remaja hidup dalam badan anjing dan kucing.

3) Diphylidium Caninum; cacing ini mempunyai panjang berkisar 15 - 40 cm dengan proglotid 200 buah. Cacing ini hidup pada anjing, kucing, atau manusia. Pada waktu larva, hidupnya pada kutu anjing, kucing, dan manusia.

4) Echinococcus granulosus; cacing ini mempunyai ukuran badan yang panjangnya 3 - 6 mm. Cacing ini biasa hidup pada anjing, sedangkan larvanya pada binatang ternak.

5) Dibothriocephalus latus; cacing ini mempunyai panjang sekitar 20 meter. Pada waktu larva, cacing ini mempunyai dua tempat hidup yaitu yang pertama hidup pada Copepoda dan yang kedua pada ikan air tawar.

Demikianlah klarifikasi lengkap tentang Pengertian, Ciri-Ciri Khusus dan Penggolongan Platyhelmintes. Semoga bermanfaa!