Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ini Alasan Mengapa Pemilih Joko Widodo Beralih Mencari Presiden Baru

INIRUMAHPINTAR - Tahun 2019 akan segera tiba, artinya tahun pemilu akan terbuka. Rakyat akan kembali merefleksi diri dan kembali menentukan figur terbaik untuk memimpin Indonesia ke arah lebih baik. Apakah Bapak Joko Widodo atau yang lebih dikenal sebagai Bapak Jokowi akan kembali terpilih dan melanjutkan tahta 2 periode ataukah akan tergantikan oleh figur baru? Tentu saja hal tersebut sangat bergantung sejauh mana prestasi Bapak Jokowi kini dan komitmennya menepati akad pemilu terlampau.

Rakyat dapat melihat dan mencicipi sendiri implikasi dari kebijakan-kebijakan Bapak Jokowi bukan? Dan bukan isapan jempol, ada sejumlah visi misi dan akad Bapak Jokowi yang justru bertolak belakang dan justru jauh dari janji-janji terlampau.

Salah satu misalnya yaitu akad untuk menambah angka lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia hingga 10 juta, tetapi faktanya justru Bapak Jokowi membuka lebar-lebar dan mempergampang tenaga kerja absurd untuk bekerja di Indonesia kemudian memdiberinya penghasilan lebih mahal ketimbang pekerja Indonesia.

Mirisnya lagi, sang menteri, Luhut Panjaitan malah menimpali bahwa tenaga kerja Indonesia belum mempunyai keahlitan lebih baik ketimbang tenaga kerja absurd tersebut. Padahal faktanya, justru banyak putra bangsa yang hebat-hebat, luput dari perhatian negara, sebut saja, Ricky Elson, sang putra petir yang ialah pelopor kendaraan beroda empat listrik dan kincir penghasil listrik.

Kalau saja figur menyerupai Ricky Elson diberdayakan, bukan mustahil negeri ini akan mempunyai perusahaan kendaraan beroda empat listrik nasional yang mendunia. Apa tidak ada pemangku kebijakan yang mikir ke situ? Atau melongo oleh sesuatu yang berbentuk amplop? Semoga saja bukan alasannya yaitu itu ya.

Kita kembali ke akad Bapak Jokowi, katanya ingin mensejahterakan petani dan swasembada pangan. Kenapa justru beda dengan kenyataan. Impor beras dilakukan saat pguan raya. Impor garam dilakukan dan dihargai mahal sementara ada produk lokal yang nganggur. Ada apa bekerjsama ini?

Tidak hingga di situ, harga BBM ternyata naik rahasia saat harga minyak dunia turun. Walaupun cuma Rp. 200 rupiah tetapi dikali jumlah konsumen Indonesia, omsetnya dapat triliunan. Uangnya untuk apa? Dan mirisnya, tidak ada Koreksi pedas dari partai-partai pro pemerintah yang dulunya tampil terdepan mengecam kenaikan harga BBM kurun SBY. Seakan menyiratkan pesan, bahwa kenaikan tersebut tidak apa-apa dan rakyatlah yang menjadi tumbal kepentingan golongan.

Yang paling miris yaitu adanya masalah korupsi kelas kakap, salah satu misalnya masalah Kondensat bernilai 35 Triliun yang justru luput dari cengkaraman KPK, padahal akad Bapak Jokowi sebut bahwa ingin memperkuat KPK di pemilu terlampau.

Berbagai masalah aturan yang seharusnya dapat diungkap dan diusut tuntas justru mandek dan tidak ada satu pun upaya kecaman dari pemerintah. Sebut saja, masalah Novel Baswedan.

Tidak hingga di situ, kasus-kasus penyerangan terhadap ulama seakan tidak pernah menyentil sedikit keprihatinan Bapak Jokowi untuk bersuara dan memihak para korban.

Sementara untuk sektor investasi, Indonesia seakan membuka diri lebar-lebar untuk dikuasai asing, padahal Indonesia katanya ingin diberdayakan lebih mandiri. Katanya Indonesia yaitu negara kaya yang tidak pantas untuk ber-utang, seharusnya memdiberi utang. Kok malah menjual murah negeri ini kepada orang luar, yang tentu saja tidak memihak rakyat secara keseluruhan.

Terkait investasi, apa kabar Freeport? apakah divestasi 51% sudah terealisasi? Kapan diambil alih Indonesia 100%? Nanti keburu habis dikeruk negara lain.

Kesimpulan dan Penutup

Persoalan-persoalan di atas spesialuntuklah sebagian kecil dari akad Bapak Jokowi yang justru jauh dari gejala akan terwujud, makanya tidakboleh heran banyak pemilih ia berpotensi beralih dan menentukan figur gres sebagai orang nomor satu di negeri ini.

Lagipula, pemilih Jokowi di pemilu silam bukan alasannya yaitu melihat Jokowi semata, melainkan terpikat oleh gaya kepemimpinan JK, terutama pemilih dari Indonesia timur dan juga keturunan Bugis di seluruh nusantara.

Bapak Jokowi memang hebat, tapi Indonesia butuh presiden yang bukan spesialuntuk hebat berkata-kata lembut nan manis, melainkan yang benar-benar diberintegritas, memihak rakyat, dan tidak lupa janji-janjinya.

Ataukah janji-janji tersebut gres mau diwujudkan menjelang final tahun 2018 ini? Kita lihat saja nanti apakah itu cukup untuk meyakinkan rakyat tidak beralih mencari figur gres sebagai Presiden Republik Indonesia 2019.