Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puisi Renungan Bangsa - Saat Rakyat Berbicara

INIRUMAHPINTAR - INI puisi renungan bangsa berjudul - Ketika Rakyat Berbicara persembahan rubrik kamar sastra. Puisi ini secara umum meliputi kekecewaan rakyat terhadap penguasa di negerinya. Rakyat sepertinya juga merasa kecewa dengan janji-janji pemimpinnya yang tidak ditepati. Semuanya tinggal harapan tiruan yang tidak diketahui kapan akan bermetamorfosis kenyataan. Oleh alasannya yakni itu, puisi ini menujukkan ketidaktahanan rakyat atas penderitaannya. Makanya, mereka mulai bergerak dan angkat bicara dengan cara mereka sendiri. Selamat membaca!

Ketika Rakyat Berbicara

(Karya: Ahn Ryuzaki)

Silih berganti beban rakyat hadir menerpa
Belum usai sebuah, hadir lagi sebongkah
Penguasa berkilah ini demi bangsa
Tetapi rakyat sungguh merasa sangat tidak sama

Naiknya harga bukan duduk masalah utama
Tetapi rakyat sudah sangat kecewa
Sedari dulu beban selalu bertumpu pada rakyat
Sementara para pemimpin spesialuntuk pintar bersuara dan bermandikan harta

Jangan pernah menanyakan kenapa rakyat angkat bicara
Mereka sekarang lelah, air matanya sudah memerah
Aspirasi tidak lagi diterima dengan penuh amanah
Malah dengan senyum simpul sang penguasa menutup mata dan indera pendengaran

Wahai penguasa yang buta hatinya, tahukah kalian kenapa rakyat mulai bergerak?
Tidakkah kalian menyadari ini buah dari benih yang kalian tanam
Jangan pernah menilai sendiri hasil kerja kalian
Mengatakan berhasil sementara rakyat mencicipi tidak
Biarlah rakyat yang menilai
Mereka sekarang bersuara dan bergerak memperjuangkan hak
Mengakulah! kalian sudah gagal memakmurkan rakyat
sumber ilustrasi : www.flickr.com
Negeri kaya tidak seharusnya menderita
Sumber daya alam melimpah dimana-mana
Ini bukti bahwa penguasa sudah gagal mengelola
Bukankah bumi, air, tanah, dan tiruana potensi diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seluruh nusantara?
Oh, kenapa seakan dibiarkan saja, kenapa???
Jadi, tidakboleh pernah mencari-cari alasan kenapa rakyat angkat bicara dan bergerak
Itulah cerminan dari apa yang kalian perbuat

Wahai penguasa yang sudah dibutakan dunia
Jikalau kalian tertawa atau mengumbar keprihatinan tiruan di atas ketidakberdayaan rakyat 
Tunggulah masa dikala kalian harus menanggung siksa, siksa tiada bandingannya
Yaitu di hadapan meja keadilan Sang Pencipta

Dari sebuah daerah sederhana, kudoakan jalan terbaik tuk negeri ini!

Makna puisi - Ketika Rakyat Berbicara

Di bait pertama, penulis mengibaratkan diri sebagai rakyat sebuah bangsa yang silih berganti mencicipi penderitaan. Layaknya sebuah bangsa yang kaya dan merdeka yaitu memakmurkan rakyatnya. Namun, nyatanya tidak terjadi. Apa yang salah? Rakyat meraba-raba dan mempertanyakan ini kepada penguasa bangsanya. Mengapa mereka seakan tidak bisa berbuat apa-apa dan malah bersembunyi di balik pencitraan dan seakan menuhankan data-data pertumbuhan dan kemajuan negeri yang tidak merepresentasikan kondisi rakyat kecil.

Di bait kedua, sudah terjawaban salah satu sumber kekecewaan rakyat, yaitu harga. Kenaikan harga memang selalu menjadi pemicu kesentidakboleh di sebuah bangsa. Apalagi kalau itu terjadi pada barang-barang kebutuhan pokok. Akibatnya penghasilan rakyat tidak seimbang dengan biaya kebutuhan mereka sehari-hari. Di bait ini, sanggup terbaca bahwa duduk masalah harga bukanlah satu-satunya pemicu mereka angkat bicara.

Di bait ketiga, rakyat berusaha mempertegas perilaku mereka. Mereka angkat bicara bukan untuk memecah belah bangsa atau memaksakan kehendak. Namun, mereka gerah dan lelah, hak-haknya sebagai penduduk tidak terpenuhi secara terbaik. Idealnya, pemimpin menawarkan bukti dan kerja nyata. Mereka harus ada di garda terdepan untuk mengoptimalkan potensi negara demi kesejahteraan rakyatnya. Namun, akung itu belum juga tercapai. Pemerintah seakan terpenjara dengan janji-janjinya. Apa yang keluar dari mulutnya tidak bisa diselaraskan dengan perubahan dari kebijakan-kebijakannya. Terlihat jelas, pemimpin bersenang-senang dengan kemudahan serba ada dan glamor sementara rakyat bersyukur kalau sudah makan sehari saja, itupun sepiring berdua, bertiga,berempat, atau berlima dengan anggota keluarganya.

Di bait keempat, rakyat menilai bahwa pemimpinnya sudah gagal. Itu bertolak belakang dengan potensi bangsa yang begitu besar. Harusnya karunia Tuhan dengan bangsa yang kaya bisa dikelola baik oleh pemimpin dan penguasa untuk menggerakkan senyuman di wajah seluruh rakyat secara merata tanpa pandang bulu. Di bait ini, ada kata buta. Itu yakni perwakilan perilaku penguasa yang seakan tidak peduli. Seharusnya penguasa aib kalau mereka tidak bisa memajukan rakyatnya. Harusnya mereka mengaku dan gantung dasi. Sayangnya mereka menentukan aji mumpung. Itulah tiruana penyebab mengapa rakyat bergerak sendiri dengan cara mereka sendiri.

Di bait kelima, terjawaban sudah, bangsa yang dimaksud penulis yakni Nusantara. Negeri yang berlimpah sumber daya alam. Namun, sepertinya tidak berdaya dan tidak bisa dikelola terbaik. Emas papua sampai sekarang bukan milik Indonesia seutuhnya. Itu spesialuntuklah salah satu tumpuan betapa negeri ini harusnya berdaulat. Semua kekayaan harus dimiliki dan dikelola sendiri semoga kekayaan itu sanggup dinikmati bersama sebagaimana usaha untuk merdeka dilakukan bahu-membahu pula. Ketidakbagusan ini dinilai rakyat sebagai kegagalan. Dan idealnya sebuah kegagalan diikuti oleh pertanggungjawabanan. Rakyat bergerak dan angkat bicara meminta hak. Ambil alih seluruh aset bangsa, kelola profesional, dan bahagiakan seluruh rakyat Indonesia.

Di bait terakhir, penulis menggambarkan betapa rakyat menginginkan pemimpin dan penguasanya tidak spesialuntuk prihatin. Bukankah keprihatinan itu bersumber dari kegagalan mereka sendiri mengelola negara. Oleh alasannya yakni itu, rakyat bergerak dan berbicara melalui peringatan dan doa. Rakyat mengingatkan bahwa tidak ada yang kekal di muka bumi ini. Oleh alasannya yakni itu, kalau pemimpin tidak amanah, siksa akhiratnya sangat besar. Jadi, tidak ada alasan untuk berkilah. Makmurkan rakyat yakni satu-satunya jalan. Puisi ini ditutup dengan doa penulis semoga negeri ini berubah lebih baik dan masalah-masalah bangsa sanggup teratasi sehingga harapan pendiri bangsa sanggup segera terwujud.

Apa pesan yang tersirat dan pesan puisi ini?

Puisi ini memberikan pesan kebangsaan terutama kepada pemimpin dan penguasa di negeri ini. Sangat sederhana, makmurkan rakyat dengan kebijakan strategis dan perkuat panji kedaulatan bangsa. Indonesia harus mandiri, bebas tekanan dan campur tangan asing. Kelola sumber daya alam sendiri, lunasi santunan yang ada, dan tidakboleh menambahnya lagi. Bersama-sama ajak rakyat berjuang dan majukan Indonesia Raya.

Jangan pernah spesialuntuk bermulut manis, kalau berani jadikan Indonesia macan Asia. Kobarkan bendera kemakmuran atas nama rakyat. Jangan pernah mengumbar kesepakatan tanpa bukti alasannya yakni tiruana akan dipertanggungjawabankan di hadapan Tuhan. Dan satu lagi, kalau sudah berjuang sepenuh jiwa dan raga dan merasa tidak mampu, tinggal dua pilihan. Mundur teratur atau mencari cara gres semoga negeri ini segera maju, berdaulat, adil, dan makmur.