Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pahamilah! Muslim Itu Memang Selalu Membawa-Bawa Agama

INIRUMAHPINTAR - Pahamilah! Muslim itu Memang Selalu Membawa-Bawa Agama - Seiring dengan semakin menuanya zaman, peradaban insan terus tumbuh dan jauh meninggalkan sisi-sisi kelabu dan kebodohan di masa lalu. Yang tidak berubah yaitu siang dan malam, pagi dan petang yang terus berputar melalui siklus tiada terputus. Cuaca cerah, gerah, sejuk, atau hirau taacuh pun tiada henti berganti tugas menyusuri masa demi masa. Kemudian, di sela-sela kehidupan umat manusia, keharmonisan alam terkadang tidak berdaya, bergerak mengikuti alur nasib, berubah menjadi menjadi banjir, longsor, angin topan, tsunami, gempa bumi yang tidak pernah mundur meski dihadang oleh kecanggihan teknologi modern.

Di ketika bersamaan, adakah insan menyadari bahwa setinggi-tingginya peradaban, sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan, dan sematang-matangnya wawasan serta kedewasaan, tetap saja ada kekuatan maha dahsyat yang tidak tertandingi di balik itu tiruana. Oleh sebab itu, adanya ritme kehidupan dan kesempurnaan alam semesta yang begitu teratur mestinya menjadi pelajaran berharga bagi umat insan mengenal siapa dirinya, dari mana asal-usulnya, untuk apa dihidupkan di dunia, dan mau kemana nantinya. Pondasi pemahaman inilah yang mengantar insan mengenal Tuhan yang sesungguhnya.

sumber ilustrasi : Pixabay

Siapa Manusia?

Isyarat ini tertuang di dalam surah Al-Baqarah ayat 29-30.

Dia-lah Allah, yang mengakibatkan segala yang ada di bumi untuk engkau dan Dia berkehendak menuju langit, kemudian dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (29) Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak mengakibatkan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak mengakibatkan [khalifah] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui". (30)

Itu artinya, insan berasal dari Allah. Umat insan terpilih sebagai makhluk paling tepat dan didiberi amanah menjadi khalifah di muka bumi. Untuk menjalani perannya, insan dibekali dengan aneka macam potensi, termasuk potensi menemukan jati dirinya sendiri sebagai salah satu ciptaan Allah SWT. 

Untuk Apa Manusia dihidupkan di Dunia?

Pertanyaan ini terjawaban dengan terang di dalam Al-Quran surah Adz Dzariyat ayat 56:

Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (56)

Itu artinya, insan dijadikan sebagai khalifah di muka bumi semata-mata untuk diberibadah dan menyembah pencipta-Nya, yaitu Allah SWT. Bumi menjadi ladang mengumpulkan amal baik. Jadi, sudah sepantasnya bila setiap jengkal tingkah laku, perbuatan, ucapan, bahkan niat di dalam hati insan senantiasa disandarkan kepada-Nya. 

Selama hidup di muka bumi, insan sudah diputuskan untuk menghadapi segala macam ujian, rintangan dan cobaan, baik yang timbul dari dalam dirinya (nafsu salah) maupun dari luar (godaan setan dan jin jahat). Itulah mengapa, Tuhan senantiasa hadir menuntun insan dengan menghadirkan kitab-kitab pedoman hidup sesuai zamannya. Tentu kita mengetahui dari sejarah bahwa kitab Taurat yang berbahasa Ibrani diturunkan oleh Allah kepada Musa AS untuk menuntun kaum Bani Israil ke jalan benar. Selanjutnya, kitab Zabur yang berbahasa Qibti diturunkan kepada Nabi Daud AS untuk memdiberi petunjuk kepada kaum Bani Israil.

Kemudian, kitab Injil, penyempurnaan dari kitab sebelumnya diturunkan kepada Nabi Isa AS untuk memimpin dan membimbing Kaum Bani Israil. Terakhir, sebagai epilog dan embel-embel kitab-kitab sebelumnya, Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SWT untuk menjadi penerang, petunjuk, pedoman, dan tuntunan seluruh umat insan dan jin tanpa terkecuali hingga final zaman. Benar saja, Al-Quran yaitu satu-satunya kitab yang tanpa cacat dan terjaga keasliannya hingga hari kiamat. Jadi, tidak salah kitab ini terpilih menjadi kitab terakhir untuk mendampingi umat insan menyatu dengan ritme alam semesta.

Menyikapi Keadilan dan Hak Ber-Agama

Adanya empat kitab yang diturunkan oleh Allah SWT menjadi bukti kasatmata bahwa Allah SWT selalu hadir untuk menuntun insan ke jalan yang benar, jalan untuk ber-Tuhan, mematuhi perintah-Nya dan larangan-Nya di sepanjang zaman dan peradaban. Itupun sejalan dengan naluri insan "mencari Tuhan" meski ditakdirkan terlahir di lingkungan yang belum mengimani kitab-kitab Allah. Makanya, tidakboleh heran, bila banyak agama tercipta. Sejatinya, kodrat insan memang membutuhkan pedoman hidup dan Tuhan untuk disembah. 

Albert Einstein, seorang ilmuwan jenius pernah berkata, "science without religion is lame, religion without science is blind". Artinya, ilmu tanpa agama itu lumpuh, agama tanpa ilmu itu buta. Hal ini menegaskan bahwa umat insan secara lahiriah dan batiniah butuh pedoman dalam diberilmu, yaitu agama. Dan sebaliknya, di waktu bersamaan butuh ilmu untuk beragama. Ungkapan tersebut mengisyaratkan konsep berpikir bahwa agama dan ilmu tidak boleh dipisahkan. Jika terpisah berarti ada ketimpangan dan ketidakseimbangan di dalam kehidupan.

Lalu, agama mana yang harus diikuti? bukankah banyak agama di muka bumi ini? Faktanya, orang beragama mengikuti nenek moyangnya. Ketika seseorang terlahir dari keluarga Yahudi, maka besar kemungkinan Yahudi-lah ia. Ketika seseorang hadir di dunia di keluarga Nasrani, maka berpeluang besar tumbuh sebagai Nasrani. Begitupun, bila seseorang terlahir di lingkungan Islam, maka sangat niscaya jadi muslim-lah ia. Bahkan, tidak sedikit juga insan terlahir dari keluarga yang belum mengenal agama sama sekali. Dalam hal ini, insan tidak bisa mengelak dari takdir yang sudah diputuskan. 

Namun demikian, Tuhan Maha Kuasa dalam mengatur ritme kehidupan. Kualitas insan ternyata bukan dilihat dari mana ia dilahirkan, melainkan kemana ia di ketika besar nanti. Potensi "mencari Tuhan" di dalam setiap diri insan akan berjumpa dengan kabar kebenaran dari sumber yang tidak disangka-sangkanya. Penganut Yahudi, Nasrani, Islam, dan agama-agama lain di suatu periode pencarian jati diri akan dipertemukan dengan kebenaran awet. 

Dimana kebenaran awet? kebenaran baka yaitu kebenaran dari Allah yang tidak cacat sebab campur tangan manusia. Lalu, kebenaran apa yang tidak cacat dari campur tangan manusia? melaluiataubersamaini mengerahkan seluruh potensi, mempelajari, dan memahami, insan sudah menandakan bahwa spesialuntuk Kitab Al-Quran, embel-embel kitab-kitab terlampau (Taurat, Zabur, dan Injil) yang mempunyai nilai kebenaran tidak terbantahkan. Jadi, sangat jelas, bila insan menilai dengan adil, bukan dengan benci dan emosi, atau faktor tidak mendapatkan kenyataan, maka kebenaran ini akan diterimanya dengan nrimo disertai hasrat ber-Islam mengikuti potensi "mencari Tuhan" di dalam dirinya.

Namun demikian, ketika insan dipertemukan dengan kabar kebenaran, tidak ada jaminan dirinya akan berjalan dan hijrah tanpa ujian dan cobaan ke jalan tersebut. Apalagi, musuh kasatmata umat manusia, setan dan jin jahat tak pernah kenal lelah, selalu hadir menyesatkan insan dengan segala daya dan upaya di setiap waktu dan peluang. Itu berarti, orang yang terlahir sebagai Islam sekalipun, tidak ada jaminan mau ber-Islam secara tepat meski didiberi potensi dan kemampuan. Padahal, idealnya, setelah memperoleh kabar kebenaran ini, insan seharusnya bersungguh-sungguh menjalaninya dan mempelajarinya, bukan mengutip atau melihat setengah-setengah saja. Adapun, ketika insan menentukan mengelak dari kodrat sebetulnya dan menuruti hawa nafsunya untuk tetap teguh di atas pondasi yang sudah dicacatkan campur tangan manusia, maka setiap pilihan mempunyai konsekuensi.

Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, (1) saya tidak akan menyembah apa yang engkau sembah. (2) Dan engkau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah. (3) Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang engkau sembah. (4) Dan engkau tidak pernah [pula] menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah. (5) Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". (6)

Menyikapi Blunder, "Jangan Selalu Membawa-bawa Agama"

Hadirnya kabar kebenaran, yaitu Islam menjadi satu-satunya pilar kekuatan umat manusia. Tidak ada pilihan, Islam yaitu agama sekaligus tuntunan di seluruh sendi kehidupan. Itu artinya, seluruh perkataan, perbuatan, dan sisi-sisi kehidupan insan ada di dalam Islam. Mulai dari hal terkecil hingga hal terbesar, aliran Islam selalu hadir menuntun manusia.

Blunder yang mengumbar pernyataan ke publik semoga tidak selalu membawa-bawa agama dalam kampanye politik yaitu sebuah kekeliruan yang sangat besar. Muslim sejatinya memang selalu membawa-bawa agamanya di dalam seluruh sendi kehidupan, termasuk dalam menentukan pemimpin. Jadi, tidakboleh sampai, ketidakpahaman wacana konsep ber-Islam membawa oknum-oknum tertentu semakin melukai hati pemeluk agama Islam di Jakarta, dan bahkan seluruh Indonesia.

Biarlah pemeluk Islam menentukan pemimpin sesuai kabar kebenaran yang sudah diperolehnya. Pahamilah bahwa hingga kapan pun, muslim itu memang selalu membawa-bawa agama. Bukankah klarifikasi wacana konsep kebenaran baka di dalam Al-Quran sudah terbukti adanya. Kaprikornus masuk akal saja bila umat manusia, khususnya mereka yang sudah memantapkan diri di jalan kebenaran (umat Islam), mengimani dan mengamini perkataan Allah SWT di dalam Al-Quran surah Al Maidah ayat 51 diberikut ini:

Hai orang-orang yang diberiman, tidakbolehlah engkau mengambil orang-orang Yahudi dan Kristen menjadi pemimpin-pemimpin [mu]; sebahagian mereka yaitu pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara engkau mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memdiberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (51)

Lagi pula, dalam menentukan pemimpin, tidak boleh ada intimidasi, pemaksaan, atau hasutan yang tidak berdasar. Muslim Jakarta yang menentukan ber-Islam kaffah dengan menentukan pemimpin sesuai kriteria kitab Al-Quran tidak boleh tidak boleh sebab itu pecahan dari ibadah. Bukankah melarang pemeluk agama tertentu untuk diberibadah sesuai tuntunan agamanya yaitu pelanggaran aturan sekaligus penistaan agama?

Sehubungan dengan hal tersebut, seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta baiknya mengakibatkan momentum ini sebagai ajang pendewasaan berpolitik dan bertoleransi antar-pemeluk agama. Dan eloknya, bila kampanye kampanye Pilgub DKI Jakarta ini mengedepankan nilai-nilai keharmonisan tanpa mencederai pemeluk agama lain.

--- Quoted by Ahn Ryuzaki ---
Kabar kebenaran sudah hadir, tetapi akung tidak tiruana insan sejalan menyambut girang. Jika belum paham dan ikut kebenaran, setidaknya tidakboleh pernah menodai keseragaman. kebenaran baka selalu terjaga hingga final zaman, tanpa cacat dan campur tangan. Itulah kesempurnaan Al-Quran, tidakboleh pernah memaknai dengan keterbatasan. Berilmu tanpa Islam itu kehampaan, ber-Islam tanpa ilmu itu kesesatan. Pemimpin idaman bercirikan pola baik perkataan dan perbuatan. Mengantarkan masyarakatnya mengenal siapa sebetulnya Tuhan. Bersama-sama jalani kebenaran hingga ujung zaman. ^_^