Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berapa Jumlah Siswa Ideal Dalam Satu Kelas?

INIRUMAHPINTAR - Hari ini, para guru disibukkan dengan pengisian dapodik. Jika data sudah sinkron, maka guru sangat senang alasannya itu menunjukan dirinya bersyarat memperoleh tuntidakboleh sertifikasi. Dan salah satu pecahan yang ingin saya bahas di artikel kali ini yakni ihwal jumlah siswa ideal dalam satu kelas (rombongan belajar) sebagaimana tercantum dalam pengisian data dapodik tersebut.

Dalam memilih jumlah siswa minimal dan terbaik dalam satu rombongan belajar, saya yakin pemerintah tidak main-main. Mereka niscaya sudah melaksanakan analisis mendalam dan mempertimbangkan banyak hal, termasuk memperhatikan kuota guru dan kualitas pembelajaran.

Yang menarikdanunik yaitu dari waktu ke waktu, perubahan jumlah siswa dalam satu rombel terutama di tengah-tengah semester berjalan diperlukan mempunyai nilai positif. Sayangnya, dilihat dari sudut pandang lain, hal ini bukannya menuntaskan duduk masalah beban mengajar (jam kerja) guru. Malah  menambah kebingungan guru.

Biasanya di awal semester, para guru sudah memperoleh SK tunjangan kiprah yang ideal (memenuhi kuota 24 jam mengajar), dan kalau ada keputusan pemerintah mengubah jumlah siswa dan merampingkan rombel menjelang batas final pelaporan dapodik, maka tidak mengherankan para guru kelabakan dan gundah harus mencari jam mengajar dimana.

Selanjutnya, saya berharap para guru ke depannya sanggup dikondisikan lebih banyak meluangkan waktu untuk memikirkan persiapan mengajar, menyiapkan materi, metode, dan taktik pembelajaran ketimbang menghabiskan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menuntaskan administrasi pendataan guru yang complicated.

Namun, saya eksklusif tidak terlalu ambil pusing dengan sistem keputusan tersebut. Sebagai pemerhati pendidikan, saya spesialuntuk mengajak tiruana pihak untuk merenungkan kembali berapa jumlah siswa yang ideal dalam satu kelas (rombongan belajar) untuk diterapkan di sekolah negeri (SD, SMP, SMA)?

Jangan hingga kita salah, sehingga tujuan pendidikan tidak tercapai secara terbaik. Di kelas yang terlalu padat misalnya, para siswa cenderung kesusahan mendapatkan seluruh materi pelajaran secara merata. Hal itu dikarenakan guru tidak sanggup membagi perhatian yang adil dan optimal ke seluruh siswa.

Sementara di kelas yang ramping, para siswa akan lebih praktis memperoleh perhatian dan klarifikasi materi yang terbaik, termasuk sesi tanya balasan yang memakan waktu lebih banyak. Hanya saja kita perlu realistis, jumlah guru yang tersedia di Indonesia masih sangat terbatas. Jumlah guru pensiun dan guru PNS gres tidak diberimbang. Padahal jumlah siswa terus bertambah dari tahun ke tahun. Sementara itu, dana anggaran untuk perekrutan guru gres belum juga di-ada-kan.

Terus solusinya bagaimana?

Menurut pengalaman penulis, jumlah siswa ideal dalam satu kelas itu berada di kimasukan 10 hingga 12 orang. Hal itu dikarenakan cukup diberimbangnya interaksi antara pengajar dan siswa. Berdasarkan temuan Locastro dalam artikelnya yang berjudul Large Size Classes: The Situation in Japan pada tahun 1989 sebagaimana dilansir https://coerll.utexas.edu/ menemukan bahwa para siswa ternyata lebih suka berada di dalam rombongan mencar ilmu yang berjumlah 10-20 siswa saja. Sementara itu, para pengajar lebih menyarankan kelas ideal itu diisi 19 orang siswa.

Berdasarkan quessionnare yang dibagikan ke responden guru juga sebut bahwa kalau jumlah siswa sudah mencapai 39 maka ketimpangan dalam pembelajaran akan terjadi. Apalagi kalau jumlah siswa sudah mencapai 51 siswa. Sudah niscaya pembelajaran efektif tidak mungkin menjadi kenyataan.

Temuan lainnya yaitu kalau jumlah siswa spesialuntuk terdiri 7 atau di bawah 4 orang siswa, maka situasi kelas akan kurang nyaman.

Sebagai pembanding, dilansir dari http://www.centerforpubliceducation.org/ ditemukan bahwa, kelas dengan jumlah siswa sedikit (small class) lebih efektif dan memperoleh lebih banyak keuntungan dibandingkan kelas ramai.

Semakin kecil jumlah siswa di dalam satu rombongan kelas, maka semakin banyak keuntungan yang sanggup dicapai. Dan keuntungan itu barulah terlihat terang kalau jumlah siswa di bawah 20 orang.

Disebutkan juga bahwa siswa di small class (kelas kecil) sanggup melaksanakan hal-hal pedagogik jauh lebih baik dibandingkan para siswa di large class (kelas besar).

melaluiataubersamaini demikian, sanggup disimpulkan bahwa semakin sedikit jumlah siswa dalam kelas, maka semakin besar peluangnya untuk berhasil dalam pembelajaran.

Lalu, bagaimana di Indonesia? Faktanya, jumlah guru tidak memadai. Menurut penulis, kalau belum sanggup menerapkan kelas dengan perbandingan siswa dan guru di bawah 20:1 (1 guru untuk 20 siswa), maka diusahakan tidak hingga mencapai di atas 25:1 (1 guru untuk 25 siswa). Sekalipun terpaksa, idealnya rombongan mencar ilmu itu didampingi oleh 1 guru inti dan 1 guru pendamping. Sehingga perbandingannya yaitu 30:2 (2 guru untuk 30 siswa).

Bagaimana seharusnya kelas ideal itu di masa depan?

Mulai dikala ini, Indonesia wajib berbenah. Seiring terus meningkatnya jumlah siswa, jumlah guru seharusnya juga ditambah. Jangan hingga para generasi muda dibiarkan tumbuh spesialuntuk mengandalkan guru-guru menolong bergelar guru sukarela. Bukan merendahkan alasannya tidak tiruananya terbatas dalam menyelenggarakan pembelajaran, tetapi mereka belum pernah mengikuti seleksi perekrutan guru secara nasional.

Jika masalahnya yaitu dana atau keuangan negara, maka tiada pilihan seluruh elemen bangsa mesti memikirkan jalan keluar bagaimana mendukung kemajuan pendidikan melalui pemenuhan jumlah kuota guru yang profesional.

Coba kita bandingkan dengan jumlah pegawanegeri kepolisian yang terus ditambah seiring bertambahnya jumlah penduduk. Nah, seharusnya jumlah guru pun dicanangkan ibarat itu.

Hal itu dikarenakan, spesialuntuk melalui penambahan jumlah guru para siswa sanggup memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pembelajaran di sekolah. Apalagi hasil penelitian sudah membuktikan bahwa kelas ideal itu sebaiknya diisi 20 siswa saja atau di bawahnya.

Jadi, perekrutan guru mesti dilakukan hingga keinginan kelas ideal itu menjadi kenyataan untuk seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.

Harapan untuk bangsa ini

Menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat melalui penyeimbangan kuota pegawanegeri polisi dengan jumlah penduduk yaitu hal yang baik. Namun, akan jauh lebih baik kalau bangsa ini mulai fokus bekerja menyeimbangkan jumlah guru dan siswa.

Saya yakin bahwa penyebab kemajuan pendidikan Indonesia di zaman dulu alasannya rasio guru dan siswa sangat seimbang. Atau bahkan berlebih. Makanya dalam sejarah, guru-guru Indonesia banyak dikirim untuk mendidik generasi-generasi muda di negara tetangga, yaitu Malaysia.

Pendidikan yaitu nomor satu untuk memajukan bangsa. Dan salah satu upaya faktual mewujudkannya yaitu menyiapkan kelas ideal untuk seluruh masyarakat Indonesia. Tanpa kelas ideal kurikulum sehebat apapun tidak akan terbaik dan spesialuntuk dengan kelas ideallah, para guru lebih realistis menyukseskan kurikulum apapun itu, termasuk kurikulum 2013 yang belum juga rampung 100 persen hingga dikala ini.