Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akad Transaksi Dalam Ekonomi Islam

Akad sebagai pertalian antara ijab dan qabul dalam syariat yang mengakibatkan jawaban aturan pada hukumnya, mempunyai beberapa bentuk transaksi. Berikut yaitu beberapa janji transaksi dalam ekonomi Islam:
Al-Bai, yaitu menukarkan harta dengan harta melalui tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenangi dengan sesuatu yang lain melalui tata cara tertentu yang sanggup dipahami sebagai al-Bai menyerupai ijab dan ta’athi (saling menyerahkan).
Al-Sharf yaitu jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam janji al-sharf adalah: 1) masing-masing pihak saling menyerah-terimakan barang sebelum keduanya berpisah. Syarat ini untuk menghindar terjadinya riba nasiah. Jika keduanya atau salah satunya tidak mengalah barang hingga keduanya berpisah maka janji al-Sharf menjadi batal 2) Jika janji al-sharf dilakukan atas barang sejenis maka harus setimbang, sekalipun keduanya tidak sama kualitas atau model cetakannya. 3) Khiyar syarat tidak berlaku dalam janji al-Sharf. Karena janji ini bersama-sama ialah jual beli dua benda secara tunai.
Al-Salam, yaitu janji atas suatu barang dengan kriteria tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan dalam majlis akad. Para imam dan tokoh-tokoh madzhab setuju terhadap enam persyaratn janji salam sebagai diberikut: 1) Barang yang dipesan harus ditetapkan secara jelan jenisnya, 2) terang sifta-sifatnya 3) terang ukurannya 4) terang batas waktunya 5) terang harganya 6) kawasan penyerahannya juga herus ditetapkan secara jelas.
Istishna, yaitu janji dengan pihak pengrajin atau pekerja untuk mengerjakan suatu produk Barang (pesanan) tertentu di mana bahan dan biaya produksi menjadi tanggungjawaban pihak pengrajin.karena janji istishna tidak sesuai dengan kaidah umum jual beli, maka fuqaha menggantungkan kebolehan janji ini dengan sejumlah syarat sebagai diberikut: 1) Obyek janji (atau produk yang dipesan) harus ditetapkan secara rinci: jenis, ukuran, sifatnya. Syarat ini sangat penting untuk menghilangkan unsur jihalah dan gharar 2) Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat lazim memesannya, menyerupai sepatu,perabot rumah tangga dan lain-lain 3) Waktu pengadaan produk tidak dibatasi.
Ijarah, yaitu janji atau transaksi terhadap manfaat dengan imbalan atau transaksi terhadapa manfaat yang dikehendaki secara terang harta yang bersifat mubah dan sanggup dipertukarkan dengan imbalan tertentu. Tidak tiruana harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan diberikut ini 1) Manfaat dari obyek janji harus diketahui secara terang 2) Obyek ijarah sanggup diserahterimakan dan dimanfaatkan secara eksklusif dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya 3) Obyek ijarah dan memanfaatkannya haruslah tidak berperihalan dengan aturan syara 4) Obyek yang disewakan yaitu manfaat eksklusif dari sebuah benda 5) Harta benda yang menjadi obyek ijarah haruslah harta benda yang bersifat isti’maliy, yakni harta benda yang sanggup dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya.
Al-Qardh, yaitu penyerahan pemilikan harta al-misliyat kepada orang lain untuk ditagih pengembalinnya. Syarat utang-piutang yaitu 1) Karena utang-piutang bersama-sama ialah sebuah transaksi (akad), maka harus dilaksanakan melalui ijab dan qabul yang jelas, sebagaimana jual beli, dengan memakai lafal qardh, salaf atau yang sepadan dengannya 2) Harta benda yang menjadi obyeknya harus mal-mutaqawwim 3) Akad utang-piutang dihentikan dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar utang piutang itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh.
Al-Rahn, yaitu sebuah janji utang piutang yang disertai dengan jaminan (atau agunan).
Al-Syirkah, yaitu janji antara pihak-pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Pada garis besarnya syirkah dibedakan menjadi dua jenis: 1) Syirkah amlak yaitu komplotan dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu barang. Jenis syirkah ini dibedakan menjadi dua macam: a) Ijbariyah, syirkah ini terjadi tanpa adanya kehendak masing-masing pihak b) Ikhtiriyah, syirkah ini terjadi atas perbuatan dan kehendak pihak-pihak yang berserikat. 2) Syirkah uqud yaitu perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan.
®
Kepustakaan:
Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002). P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).