Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bukti Adanya Teori Nasikh-Mansukh

Dalam masalah memilih bukti adanya nasikh dan mansukh, tidaklah gampang. Pengetahuan tentang nasikh-mansukh memiliki fungsi dan manfaat besar bagi kalangan bagi para jago ilmu, terutama fuqaha, mufassir, dan jago ushul, semoga pengetahuan tentang aturan tidak menjadi kacau oleh lantaran itu terjadi (perkataan teman akrab atau tabi’in) yang mendorong semoga mengetahui ayat itu.
Dalam membicarakan nasikh-mansukh, beberapa ulama menerapkan beberapa ketentuan. Menurut Zarqaniy apabila ada dua ayat yang saling berperihalan dan tidak sanggup dikompromikan, maka harus diketahui urutan ayat-ayat tersebut seluruhnya, logikanya bila antara ayat nasikhah dengan ayat mansukhah itu terjadi tanaqut (perperihalan), maka orang tersebut menyakini adanya perperihalan sesama (internal) ayat al-Quran padahal, kemungkinan terjadi perperihalan sesama ayat al-Quran itu sama sekali ditolak oleh al-Quran sebagai mana terdapat dalam surat. (QS. an-Nisa 82).
Kenyataan bahwa dalam al-Quran sama selaki tidak ditemukan ayat-ayat yang perperihalan antara yang satu dengan yang lain. Jika demikian halnya, tepatkah ada naskh mansukh dalam al-Quran? Oleh lantaran itu, dalam memahami nasikh harus berdasarkan nash yang terang (sharih) dan bersumber dari Rasulullah saw.
Naskh spesialuntuk terjadi pada printah dan larangan baik yang diungkapkan dengan terang (sharih) maupun yang diungkapkan lewat kalimat diberita, yang memakai arti printah atau larangan. Nasikh tidak terjadi pada hal-hal yang bekerjasama dengan aqidah, adab, dan akhlaq, serta pokok-pokok ibadah dan mu’alamah, nasikh juga tidak terjadi pada diberita yang terang tidak bermakna thalab (tuntutan, perintah, atau larangan) seperti: (al-Wa’d) komitmen dan (al-Wa’id) ancaman.
Sementara itu Suyuthy memperkuat bahwa lantaran nasikh ini erat hubungannya dengan hukum, maka sebagai bukti, yang terdapat di dalamnya spesialuntuk hal-hal yang bekerjasama dengan printah dan larangan, adapun kalimat diberita yang mengandung tuntutan (thalab), termasuk komitmen dan ancaman, nasikh tidak berlaku, begitu juga kaitannya dengan aqidah dan akhlak. Sebab printah terhadap keduanya sudah jelas, berlaku untuk selamanya dan tidak ada perbedaan secara individu maupun secara kolektif.
®
Kepustakaan:
Muhammad Amin Suma, Nasikh-Mansukh dalam tinjauan Historis, Fungsional, dan Shar’i, (Jurnal al-Insan, Kajian Islam, Vol. 1, Januari 2005). Muhammad Bakr Ismail, Dirasat fi Ulum al-Qur’an, (Beirut, Dar al-Manar, 1991). Supiana dan Karman, Ulum al-Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Pustaka Islamika, Bandung, 2002). Jalal al-Din asy-Suyuthiy, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th). Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (Singapura: Haramain, t.th).