Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Diskursus Pendapat Ulama Wacana Nasikh

Abdul Wahab al-Khallaf beropini bahwa memang terdapat Nasikh sebelum Rasulullah saw wafat. Namun setelah wafat, tidak ada lagi Nasikh itu. Suyuti lebih jauh merinci ayat-ayat naskh dan macam-macam naskh. Muhammad bin Abdullah az-Zarkasiy dan az-Zarqaniy, cenderung menolak nasikh. Sedangkan jumhur ulama menyetujui adanya naskh termasuk imam Syafi’i dan imam-imam yang lain.
Para ulama tidak sama pendapat terkena me-Nasikh al-Quran dengan sesama al-Quran, hal ada tiga, sebagaimana keterangan di masa atas, apalagi dengan problem me-Nasikh al-Quran dengan al-Hadis. Kebanyakan ulama atau yang umum dikenal dengan sebutan Jumhur, berpendirian bahwa me-Nasikh sebagian ayat al-Quran dengan sebagian yang lain hukumnya boleh bahkan diantara mereka ada yang tidak keberatan untuk menasakh al-Quran dengan al-Hadis.
Selain alasan-alasan tersebut, mereka beropini bahwa dalam al-Quran, secara implisit, memang mengandung konsep nasikh. Oleh alasannya itu, jikalau seorang ingin menafsirkan al-Quran, maka ia harus terlebih lampau mengetahui wacana nasikh dan mansukh
Diskursus nasikh sudah ada bersama dengan munculnya harapan umat Islam mempelajari al-Quran secara mendalam semenjak periode sobat erat sampai sekarang. Bersamaan dengan munculnya diskursus nasikh ini, terdapat perbedaan wacana terminologi nasikh. Para ulama mutaqaddimin (abad I sampai kurun III H) memperluas arti Nasikh sehingga mencakup beberapa aspek:
  1. Pembatalan aturan yang diputuskan terlebih lampau terjadi oleh aturan yang diputuskan kemudian
  2. Pengecualian aturan yang bersifat oleh aturan yang bersifat khusus yang hadir kemudian
  3. Penjelasan yang hadir lalu terhadap aturan yang bersifat samar
  4. Penetapan syarat terhadap aturan terlampau yang belum bersyarat
Perbedaan pendapat dikalangan ulama susah untuk dihindarkan, baik dari peristilahan sampai hakikat naskh sendiri dalam al-Quran. Bahkan diantara mereka yang beranggapan bahwa suatu ketetapan aturan yang diputuskan oleh suatu kondisi tertentu sudah menjadi mansukh apabila ada ketentuan lain yang tidak sama jawaban adanya kondisi lain, menyerupai contohnya perintah untuk bersabar atau menahan diri pada periode Mekkah disaat kaum muslimin lemah, dianggap sudah di-Nasikh oleh perintah atau izin berperang pada periode Madinah, sebagaimana yang beranggapan bahwa ketetapan aturan Islam yang membatalkan aturan yang berlaku pada masa pra-Islam yakni dari pengertian nasikh.
Secara garis besar, ada dua kelompok pendapat yang membicarakan Naskh ini; pertama kelompok yang baiklah (pro) kedua kelompok-kelompok yang tidak baiklah (kontra), yang dipelopori oleh Abu Muslim al-Isfahaniy.
®
Kepustakaan:
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011). M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung, Mizan, 1992). Abdul Azim az-Zarqaniy, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, (Al-Halabiy, Mesir, 1980). Badr al-Din Muhammad bin Abdillah az-Zarkazyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, (Dar al-Fikr, 1988). Manna al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (Singapura, Haramain, t.th).