Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dasar Dan Jenis Aturan Talak

Dasar aturan talak itu terdapat dalam al-Quran yaitu firman Allah swt yang artinya:
Wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan oleh Allah swt dalam rahimnya, jikalau mereka diberiman kepada Allah swt dan hari akhir. Dan suami-suami yang berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jikalau merasa (para suami) itu menghendaki islah. Dan para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya berdasarkan cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah swt Maha Perkasa dan Bijaksana. Talak (yang sanggup dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma ’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi engkau mengam bil sesuatu dari yang sudah engkau diberikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak sanggup menjalankan hukum-hukum Allah swt, maka tidak ada dosa atas keduanya ihwal bayaran yang didiberikan oleh istri untuk menebus darinya, itulah hukum-hukum Allah SWT, maka tidakbolehlah engkau melanggarnya. Barang siapa yang hukum-hukum Allah swt, maka mereka itulah orang yang zalim” (QS. al-Baqarah: 228-229).
Adapun aturan talak, Pertama; ada kalanya wajib, menyerupai talak yang dilakukan oleh orang yang bersumpah ila’ (tidak akan menggauli istrinya), sedangkan ia memang tidak menginginkan untuk menyetubuhinya.
Kedua; aturan talak menjadi sunnah hal ini juga dijelaskan dalam kitab Fathul Mu’in menyerupai di bawah ini: dan ketiga; aturan talak adalakalanya sunah, umpamanya seorang suami tidak bisa menunaikan hak-hak istri alasannya ialah memang ia tidak menyayangi atau istri tidak menjaga kehormatannya selagi tidak dikawatirkan si suami akan ikut terbawa kepada kedurhakaan istrinya, (jika dikhawatirkan si suami akan ikut terbawa kepada kebejatan akhlaq istrinya, maka aturan menceraikan nya bukan sun at lagi melainkan wajib). Atau si istri berakhlaq buruk, dengan kata lain si suami tidak sanggup tahan hidup bersama dengan perempuan menyerupai itu.
Keempat; Hukum talak menjadi haram, menyerupai talak bid’ah, yaitu menjatuhkan talak kepada istri yang sudah digauli, sempurna dimasa haidnya, tanpa tebusan dari pihak istri (khulu) atau diwaktu suci, sedangkan ia sudah menggaulinya, pola lain dari talak bid’ah ialah menjatuhkan talak kepada istri yang belum memenuhi bab gilirannya juga sep erti menjatuhkan talak di ketika di suami sedang sakit keras, dengan maksud biar si istri terhalang dari mewarisi hartanya.
Adapun perempuan yang ditalak, berdasarkan komitmen para ulama madzhab, disyaratkan harus seorang istri, sementara itu, Imamiyah memdiberi syarat khusus bagi sahnya talak terhadap perempuan yang sudah dicampuri, serta bukan perempuan yang sudah mengalami menopause dan tidak pula sedang hamil, hendaknya di dalam keadaan suci (tidak haid) dan tidak pernah dicampuri pada masa sucinya itu (antara dua haid). Kalau perempuan tersebut ditalak dalam keadaan haid, nifas, atau pernah dicampuri pada masa sucinya, maka talaknya tidak sah.
®
Kepustakaan:
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fanni, Fathul Mu’in, Terjemah: KH. Moch Anwar, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 1994). Badan Penyuluhan Hukum, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta, Departemen Agama RI Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999). Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang, Alwaah, 1989).