Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Seputar Al-Quran Sebagai Kalam Allah

Kata “kalam” secara bahasa yaitu pembicaraan yang sanggup dipahami. Makara jikalau dikatakan bahwa al-Quran sebagai kalam Allah, dimaksudkan sebagai firman-firman Tuhan yang termaktub dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawātir. Jika ada perubahan terhadap teks-teks Tuhan tersebut, misalnnya menafsirkan al-Quran, maka ia tidak lagi dikatakan “kalam Allah”.
Pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, terjadi diskusi atau perdebatan sengit di kalangan ulama Islam wacana al-Quran sebagai Kalam Allah. al-Quran dikatakan sebagai Kalam Allah atau “Kalimat Allah” (kalāmullah) yang mutlak benar sesuai dengan firman-Nya sendiri dalam QS al-An’am (6): 115
Sekiranya al-Quran sebagai Kalam Allah ialah sifat Allah, maka mestilah ia infinit (qadīm), tidak diciptakan; tapai jikalau sekiranya ia dipandang tersusun (bukan kalāmullah), maka sesuatu yang tersusun mestilah diciptakan dan tidak abadi. Namun terjadi perbedaan besar antara banyak sekali anutan pemikiran diantaranya:
Kaum Muktazilah bahwa firman Allah itu bukanlah sifat-sifat-Nya, tetapi perbuatannya. Mereka berargumen bahwa al-Quran tersusun dari bagian-bagian (berupa ayat dan surat; ayat atau surat yang satu menlampaui ayat atau surat yang lain), dan kenyataan demikian menciptakannya tidak sanggup bersifat kadim (tak bermula), sebab yang tak bermula tidak dilampaui oleh apapun (baca: al-Ushul al-Khamsah al-Muktazilah).
Kaum Asy’ariyah beropini bahwa kalam Allah itu yaitu sifat Allah dan sebab itu, mestilah ia kadim. Untuk mengatasi kasus bahwa yang tersusun tidak bersifat kadim, mereka memdiberi definisi lain wacana kalam. Kalam bagi mereka yaitu arti atau makna abnormal dan tidak tersusun. Kalam bukanlah apa yang tersusun dari karakter dan suara; kalam yang tersusun itu disebut kalam, spesialuntuk dalam artian kiasan.
Ilustrasi
Kaum Maturidiyyah sependapat dengan kaum Asy’ariyah, bahwa al-Quran sebagai Kalam Allah itu yaitu abadi. Ia sifat infinit dari Tuhan, satu dan tidak terbagi, tidak berbahasa Arab, atau berbahasa lain, tetapi bila diucapkan insan dalam mulut berlainan. Apa yang yang tersusun dan disebut al-Quranb, bukanlah Kalam Allah, tapi ialah tanda dari kalāmullah. Ia disebut Kalam Allah dalam arti kiasan.
Kendati terdapat perbedaan pendapat menyerupai yang dipaparkan di atas, mereka tiruana sependapat bahwa “al-Quran sebagai Kalam Allah”, ialah pedoman hidup paling utama yang semestinya dipedomani oleh segenap umat manusia, demi merealisasikan harapan hidup bersama; kebahagiaan hidup duniawi, yang berlanjut dengan kebahagiaan hidup ukhrawi.
®