Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Qadha' Puasa Orang Yang Sudah Meninggal Berdasarkan Imam Malik

Menurut imam Malik, meng-qadha’ puasa bagi orang yang sudah meninggal dunia yakni tidak wajib. Namun, tidak sama kalau si mayat itu mewasiatkan biar puasanya itu diganti, maka wajiblah bagi mahir warisnya meng-qadha’ puasa orang meninggal, ibarat hadis yang dikatakan oleh imam Malik dalam kitab al-Muatha :
“Yahya memberikan kepadaku dari Malik, bahwa ia mendengar” Abdullah Ibnu Umar ditanya: dapatkah seseorang berpuasa untuk orang kain? dan ia akan menjawaban: “tidak ada seorang pun sanggup berpuasa atau shalat untuk orang lain.”
Dalam hadis lain disebutkan:
Malik berkata: “Jika seseorang meninggal dan ia belum menunaikan akad (kaul) untuk membebaskan seorang budak ataupun untuk berpuasa ataupun untuk memdiberi sedekah sebuntut unta, dan mewasiatkan biar akad (kaul)-nya dipenuhi dari tanah (kebun)-nya, maka sedekah ataupun pemdiberian onta diambil dari sepertiga tanahnya (kebunnya)....”
Perlu digaris bawahi bahwa, imam Malik memakai amal mahir Madinah sebagai hujjah dalam kaidah fikihnya, dan inilah yang dimaksudkan dengan al-amrul mujtama indana. Sebetulnya teori ini bukanlah teori yang dipegang oleh Malik sendiri, tetapi juga oleh Rabi’ah, guru Malik. Ia berkata: Seribu orang mengambil dari seribu orang, lebih baik dari seorang mengambil dari seorang.
®
Kepustakaan:
Malik Ibnu Annas, Al-Mwuaththa’, Terj, jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999).