Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ragam Contoh Bimbing Orang Renta Terhadap Anak

Ada aneka macam ciri perlakuan contoh asuh yang diterima anak dari orang bau tanah maupun pendidik. Semuanya memiliki implikasi masing-masing pada anak. Secara garis besar ada tiga contoh asuh yang diterapkan kepada anak, yaitu:
Pertama: Pola asuh otoriter
Merupakan cara mendidik anak dengan memakai kepemimpinan otoriter, kepemimpinan adikara memiliki ciri yaitu memimpin atau mengasuh anak dengan menentukan tiruana kebijakan, langkah dan kiprah yang harus dikerjakan bersifat bernafsu dan apatik.
Pola asuh adikara ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku menyerupai pengasuh, kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang bau tanah atau pengasuh, mereka yakin bahwa belum dewasa harus berada di daerah yang sudah ditentukan, lantaran contoh asuh adikara ini menuntut semoga tiruana peraturan-peraturan itu dipatuhi oleh anak.
Pola asuh yang adikara juga ditandai dengan penerapan eksekusi yang keras, lebih banyak eksekusi badan, segala keperluan anak juga diatur dengan hukum yang ketat, dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak dewasa. Anak yang dibesarkan dalam situasi menyerupai ini akan memiliki sifat yang raguragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.
Orang bau tanah atau pendidik yang adikara dicirikan sebagai orang bau tanah atau pendidik yang berorientasi pada diri sendiri, mendominasi proses pendidikan, menuntut kepatuhan yang berlebihan, tidak memakai kebanggaan dan hadiah serta mengutamakan eksekusi sebagai alat pendidikan.
Kedua: Pola asuh permisif
Pola asuh permisif ialah kebalikan dari pada otoriter, contoh asuh permisif ialah contoh asuh yang berpusat pada anak, di mana anak memiliki kebebasan yang sangat luas untuk menentukan segala sesuatu yang diinginkan sampai-sampai tidak ada batasan aturan-aturan maupun larangan-larangan dari orang bau tanah atau pendidik.
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang bau tanah atau pendidik dalam mendidik anak secara bebas. Anak dianggap orang cerdik balig cukup akal atau muda, didiberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melaksanakan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang bau tanah atau pendidik sangat lemah, juga tidak mempersembahkan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa yang kelak dilakukan oleh anak ialah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, kode atau bimbingan.
Pada dasarnya orang bau tanah atau pendidik permisif berusaha mendapatkan dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif dikala hingga ke problem penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Pola permisif tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan samasukan yang terang bagi anak, lantaran meyakini bahwa anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.
Jika contoh asuh adikara dibandingkan dengan contoh asuh permisif terdapat dogma ada peluang lebih besar untuk sanggup lebih mengenali diri anak, sifat keakuannya sedikit lebih terbangun, lantaran anak lebih terbiasa untuk sanggup mengatur dan menata dirinya sendiri tanpa harus tergantung pada orang lain. Namun, ada juga peluang untuk membuat belum dewasa yang asosial lantaran anak terbiasa untuk berbuat semaunya sendiri.
Ketiga: Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya legalisasi orang bau tanah atau pendidik terhadap kemampuan anak. Anak didiberi peluang untuk tidak selalu tergantung kepada orang bau tanah atau pendidik. Orang bau tanah pendidik sedikit memdiberi kebebasan kepada anak untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Anak didengar pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak didiberi peluang untuk menyebarkan kontrol internalnya sehingga bertahap latihan untuk bertanggung tanggapan kepada dirinya sendiri. Anak dilibatkan dan didiberi peluang untuk berpartisipasi dalam menyangkut hidupnya.
Pola demokratis yang digambarkan sebagai orang bau tanah atau pendidik yang memdiberi bimbingan, tetapi tidak mengatur mereka, memdiberi klarifikasi tentang yang mereka lakukan, serta membolehkan anak memdiberi masukan dalam pengambilan keputusan penting. Orang bau tanah menghargai kemandirian anak-anaknya, tetapi menuntut anaknya memenuhi standar tanggung tanggapan yang tinggi pada keluarga, mitra dan masyarakat serta sikap kekanak-kanakan tidak didiberi tempat.
Namun, Abduh Azizi El-Qussy dalam Zahira, mengemukakan, tidak tiruana orang bau tanah atau pendidik harus memdiberi toleransi terhadap anak. dalam hal-hal tertentu orang bau tanah atau pendidik perlu ikut campur, contohnya :
  1. Dalam keadaan yang membahayakan hidupnya atau keselamatan anak.
  2. Hal-hal yang terlarang bagi anak dan tidak tampak alasan-alasan yang lahir
  3. Permainan yang sangat senang bagi anak, tetapi mengakibatkan keruhnya suasana yang mengganggu ketenangan umum.
Pola asuh dan sikap orang bau tanah atau pendidik yang demokratis menimbulkan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tuaatau pendidik. Dan adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima di keluarga atau di masyarakat menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah yang positif.
®
Kepustakaan:
Lawrence S. Shopiro, Mengajarkan Emotional Intelegence, (Jakarta: Gramedia, 1999). Zahari Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987). Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, jilid I, (Jakarta: Erlangga,1988).