Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Macam-Macam Khiyar

Khiyar sebagai permasalahan menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi dimaksud, dibagi dalam beberapa macam. Macam khiyar, antara lain :
Pertama: Khiyar Ru'yah
Salah satu barang yang ditransaksikan harus terang (sifat atau kualitasnya), demkian juga harganya, maka tentulah pihak calon pembeli berhak melihat barang yang akan dibelinya. Hak melihat dan menentukan barang yang dibeli itu disebut khiyar ru'yah. Khiyar ru'yah ialah masa memperhatikan barang, menimbang, rentang dan berfikir sebelum mengambil keputusan melaksanakan transaksi atau aqad.
Mengingat kemungkinan timbulnya akibat-akibat jelek jikalau dilakukan transaksi bagi barang yang ghaib (tidak dilihat), maka segolongan Fuqaha mensyaratkan dilihatnya (diru'yahnya) barang bagi sahnya jual beli.
Namun kenyataannya banyak barang yang mustahil diketahui kualitasnya secara langsung, lantaran jikalau dibuka menjadikan kerusakan barang, contohnya isi telur, obat-obatan dalam botol, makanan dan minuman kaleng, dan sebagainya yang ketiruananya spesialuntuk bias dilihat isinya pada waktu akan digunakan. Dalam keadaan tersebut boleh tidak diru'yah secara langsung, dengan catatan ada hak khiyar bila ternyata barangnya rusak atau kualitasnya buruk.
Kedua: Khiyar Majlis
Apabila aqad Jual beli sudah dilakukan, maka kedua belah pihak masih memiliki hak khiyar, selama keduanya belum terpisah dari majlis aqad. Khiyar tersebut disebut khiyar majlis.
Hak membatalkan transaksi masih tetap ada selama kedua belah pihak masih ada dalam satu majlis.
Dalil yang menunjukkan adanya khiyar majlis bukan ialah ijtihad, melainkan nash yang terang, maka kukuhlah kedudukan khiyar majlis tersebut.
Ketiga: Khiyar Syarat.
Salah satu bentuk khiyar yang dibenarkan syara' yaitu khiyar syarat. Yang dimaksudkan di sini ialah apabila pihak pembeli mensyaratkan adanya khiyar untuk jangka waktu tertentu. Demikian juga dibolehkan kedua belah pihak setuju memutuskan syarat khiyar itu. Dalam batas waktu tenggang yang disyaratkan itu, sanggup dilakukan peniadaan jual beli yang dengan sendirinya masing-masing pihak mengembalikan barang dan uang yang pernah diterimanya. Dan apabila batas waktu tenggang itu sudah habis, maka dengan sendirinya hilanglah hak khiyar.
Jumhur ulama setuju mengakui kebolehan mengadakan syarat khiyar dalam jual beli, tetapi mereka berselisih pendapat dalam memutuskan batas waktu khiyar syarat itu paling usang tiga hari. Imam Malik memutuskan jangka waktu dalam aneka macam kategori, untuk barang yang tidak bergerak, ibarat tanah dan pohon selama 36-38 hari. Kesempatan khiyar untuk barang-barang dagangan biasa, dari tiga hari hingga lima hari, dan kalau lebih dari itu rusaklah aqad jual beli, sedangkan hamba sahaya, tenggangnya 8-10 hari.
Adapun berdasarkan Imam Ahmad, yang terpenting ialah jangka waktu itu harus terang dan tidak ada pembatasan. Boleh saja menentukan sebulan atau setahun, yang tidak sah yaitu apabila batas waktu tenggang itu tidak ditetapkan dengan terang.
Memperhatikan beberapa pendapat para ulama terkena batas waktu tenggang khiyar tergantung kesepakatan kedua belah pihak (penjual dan pembeli), selama waktu khiyar berlangsung kedua belah pihak terikat dengan syarat itu, maka seyogyanya batas waktu tenggang khiyar tidak terlalu lama.
Keempat: Khiyar Aib (Cacat)
Pihak penjual diwajibkan pertanda keadaan barang dan dihentikan menyembunyikannya cacatnya kepada calon pembeli. Nabi saw. bersabda :
Dari Abdillah Ibn Harits berkata: “Saya mendengar Hakim Ibn Hazm ra. Nabi saw bersabda: “Kedua oarang yang berjual beli boleh khiyar selama keduanya benar dan menyatakan keadaan barang, keduanya didiberikan keberkahan. Dan kalau keduanya menyembunyikan dan berdusta, dihapuskan keberkahan jual belinya.” (HR. Bukhari).
Adakalanya seorang membeli barang yang cacatnya gres diketahui sehabis beberapa waktu kemudian setalah kesepakatan jual beli itu berlangsung. Apabila terjadi hal semacam itu, maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dan mendapatkan kembali uang dari pihak penjual. Itulah yang disebut khiyar malu yakni mengembalikan barang cacat. Apabila barang itu cacat dan sudah diterangkan oleh penjual sebelum transaksi terjadi kemudian pembeli ridha dan menerimanya, maka dengan sendirinya hak khiyar malu itu terhapus.
Kepustakaan:
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al Fikr, 1960).