Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Insan Jawa

Sejarah insan Jawa dalam mitologisnya ialah keturunan Aji Saka yang melaksanakan pertempuran dengan Dewatacengkar sorang raja Raksasa yang menguasai kerajaan Medangengkaulan, yang jadinya menyerahkan kekuasaannya pada tahun 72 Masehi.
Aji Saka secara mitologi ialah seorang pengembara yang sakti dan membawa dua abdi dalemnya yang sama-sama sakti dan saling bertengkar hingga mencapai ajalnya. Kisah ini diawetkan dalam abjad Jawa:
HANACARAKA : ada utusan
DATASAWALA : saling bertengkar
PADHAJAYANYA : sama kesaktiannya
MAGABATHANGA :meninggal tiruana
Manusia Jawa (baca: falsafah insan Jawa) dalam perkembangan mitologi kemudian hingga memasuki dunia pewayangan yang sarat dengan nuansa mitos dan religi Hindu-Budha. Manusia Jawa dalam pertama penciptaannya ialah usul dari Bathara Guru (Siva) kepada Brahmana dan Wisnu untuk memdiberi penduduk di Pulau Jawa.
Kedua tuhan itu mencipta insan pria pertama dan wanita pertama dari penduduk orisinil Jawa. Manusia Jawa ialah perpaduan dari tokoh-tokoh wayang yang keturunan tuhan dengan seorang priyayi dan priyayi itu masih keturunan raja sedangkan raja ialah keturunan dari tokoh wayang yang memiliki leluhur orang suci, yaitu nabi. Geneologi yang panjang atas insan Jawa ini bahu-membahu ingin menyampaikan bahwa insan Jawa ialah perpaduan antara mitos dengan religiusitas Islam (wayang tokoh mitologi dari India dengan Nabi, individu suci).
Penciptaan insan Jawa dari segi mitos ini menggambarkan suatu realitas yang sangat tidak sama jauh dari insan pada umumnya dan hal ini dalam beberapa hal kemudian membawa tanggapan pada suku non-Jawa dalam kehidupan selanjutnya.
Masyarakat Jawa dalam kehidupan selanjutnya mengalami banyak sekali pembauran yang tidak sempurna. Pembauran etnis yang kemudian membawa pada kerusuhan bersifat ras, dan kekerasan yang berbasiskan pada kenyataan bahwa ras Jawa ialah ras yang dianalogikan pada keturunan Dewa sehingga mereka tidak mau menjadi bawahan.
Sejarah insan Jawa dari segi geneologis ialah keturunan ras Austronesia yang kemudian menghegemoni masyarakat setempat, yaitu yang kemudian berpindah ke wilayah Timur, yang kemudian dinamakan Indonesia. Kemudian ras Austronesia ini menjadi sekelompok masyarakat agraris yang menghidupi kelompoknya dengan berdagang lewat rempah-rempah yang dihasilkannya.
Masyarakat Austronesia ini mengelompokkan kelompoknya dalam sistim kemasyarakatan yang berdasarkan kharisma, alasannya ialah kewibawaan seseorang di kala yang masih mengedepankan komunalisme (pra-moderen) ialah alat yang cukup berpengaruh untuk menyebabkan modal untuk menjadi sang pemimpin
Teori yang lain menyatakan bahwa leluhur bangsa Indonesia ialah suku pribumi, orisinil orang Indonesia pertama, yang dikenal dengan istilah teori “Paparan Sunda”. Hal ini berdasarkan kemiripan bentuk dan inovasi fosil di kawasan Bandung yang memiliki umur sekitar 7000 SM. Hal ini berfungsi sebagai penyeimbang akan teori Austronesia yang menyatakan bahwa orang pertama Indonesia ialah keturunan suku Mongol.
gandhokkulon.wordpress.com
Jawa sebagai inspirasi dasar pemunculan Indonesia yang ialah sense of belonging dari para founding fathers. Jawa sebagai basis usaha bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan sedikit banyak sudah mengorbankan segalanya untuk negeri impian, atau berdasarkan Anderson sebagai suatu negeri terbayangkan, immagined community, alasannya ialah nasionalisme Indonesia ialah sebuah struktur yang ringkih dan tiruan alasannya ialah berbasiskan akan kemunafikan ideologi.
Orang Jawa yang kemudian menjadi semacam kolonial gres bagi anak tetangga. Jawa menjadi semacam anak bangsa yang sangat ditakutkan akan eksistensinya.
Indonesia menjadi negara terbuka yang sebenarnya, saat kebebasan yang dibarengi dengan berdialognya banyak sekali macam ideologi untuk kemajuan masyarakat, maka akan menyebabkan masyarakat remaja dan menjadi diri sendiri.
Berkaitan dengan itu Jawa kemudian menjadi masyarakat yang paling disorot oleh kelompok lain. Baik dari segi budaya, bahasa dan norma/etikanya. Masyarakat Jawa memiliki dua sisi yang sangat tidak sama, satu sisi masyarakat Jawa menjadi bangsa yang ramah satu sisi masyarakat Jawa menjadi bangsa yang tidak kalah sadis dengan bangsa Mongol. Hal ini dikarenakan kerepresifan rezim yang sedang berkuasa alasannya ialah bila sekelompok atau orang yang terlalu usang dalam keadaan yang tertekan maka tabiat kekerasan akan menampakkan diri dalam realitas kehidupan.
®
Kepustakaan:
Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, (Balai Pustaka, Jakarta, 1987). Donald K. Emerson, Indonesia Beyond Soeharto, (Gramedia, Jakarta, 2002). Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, (Gramedia, Jakarta, 1996). Deliar Noer, Pengantar Ke Pemikiran Politik, (Rajawli Press, Jakarta,, 1983). Karl Popper, Masyarakat Terbuka, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002).