Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat Pembelaan Dalam Aturan Pidana Islam

Pertama; Adanya Serangan atau Tindakan Melawan Hukum
Perbuatan yang menimpa orang yang diserang haruslah perbuatan yang melawan hukum. Apabila perbuatan tersebut bukan perbuatan yang melawan hukum, maka pembelaan atau penolakan dilarang dilakukan. Jadi, pemakaian hak atau menunaikan kewajiban baik oleh individu maupun penguasa, atau tindakan yang diperbolehkan oleh syara’ tidak disebut sebagai serangan, menyerupai pemukulan oleh orang renta terhadap anaknya sebagai tindakan pengajaran atau pendidikan atau algojo yang melaksanakan eksekusi potong tangan terhadap terhukum sebagai pelaksanaan tugas.
Menurut Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad penyerangan tidak perlu harus berupa perbuatan jarimah yang diancam dengan hukuman, tapi cukup dengan perbuatan yang tidak sah (tidak benar). Demikian pula kecakapan pembuat tidak diharapkan dan oleh akibatnya serangan orang absurd dan anak kecil sanggup dilawan.
Menurut Imam Abu Hanifah dan anakdidik-anakdidiknya, serangan harus berupa jarimah yang diancam dengan eksekusi dan dilakukan oleh orang yang sanggup dimintai pertanggungjawabanan pidana. Jadi, apabila perbuatan (serangan) bukan jarimah yang diancam dengan hukuman, melainkan spesialuntuk perbuatan yang tidak sah atau pelakunya tidak mempunyai kecakapan maka orang yang diserang itu spesialuntuk berada dalam keadaan terpaksa.
Syarat pembelaan dalam aturan pidana Islam spesialuntuk terdapat pada orang yang diserang, bukan yang menyerang. Tetapi kalau melebihi batas dalam melaksanakan pembelaan dirinya, kemudian orang yang pada mulanya sebagai penyerang mengadakan pembelaan diri juga, alasannya ialah akhir serangan dari orang yang diserang tiruanla sudah melampaui batas maka tindakan itu sanggup dibenarkan.
Kedua; Penyerangan Harus Terjadi Seketika
Apabila tidak ada penyerangan seketika, maka perbuatan orang yang gres akan diserang saja ialah perbuatan yang berlawanan dengan hukum. Pembelaan gres boleh diperbolehkan apabila benar-benar sudah terjadi serangan atau diduga besar lengan berkuasa akan terjadi. Apabila terjadi serangan yang masih ditunda menyerupai ancaman dan belum terjadi ancaman maka tidak diharapkan pembelaan. Tetapi kalau ancaman sudah dianggap sebagai ancaman maka penolakannya harus dengan cara yang seimbang, antara lain menyerupai berlindung atau melaporkan adanya ancaman kepada pihak yang berwenang.
Ketiga; Tidak ada Jalan Lain untuk Mengelakkan Serangan
Apabila masih ada cara lain untuk menolak serangan maka cara tersebut harus digunakan. Jadi, kalau seseorang masih sanggup menolak serangan dengan teriakan-teriakan, maka tidak perlu menggunakan senjata tajam untuk melukai atau bahkan senjata api yang sanggup membunuh orang yang menyerang. Apabila perbuatan tersebut sudah dilakukan padahal tidak diharapkan maka perbuatan tersebut dianggap sebagai serangan dan termasuk jarimah.
Para fuqaha tidak sama pendapat wacana lari sebagai cara untuk menghindari serangan. Sebagaian fuqaha menyatakan bahwa lari sanggup dipakai sebagai salah satu cara untuk menghindari serangan, alasannya ialah itu dianggap sebagai salah satu cara yang paling gampang, tetapi berdasarkan sebagian fuqaha yang lain, lari bukan ialah jalan untuk membela diri.
Keempat; Penolakan Serangan Hanya dengan Kekuatan Seperlunya
Apabila penolakan tersebut melebihi batas yang diperlukan, hal itu bukan lagi disebut pembelaan melainkan penyerangan. melaluiataubersamaini demikian, orang yang diserang selamanya harus menggunakan cara pembelaan yang seenteng mungkin, dan selama hal itu masih sanggup dilakukan maka dilarang dilakukan cara yang lebih berat.
Antara serangan dengan pembelaan terdapat relasi yang sangat erat, alasannya ialah pembelaan timbul dari serangan. Dalam perampasan harta, pembelaan belum berarti final dengan larinya penyerang yang membawa harta rampasannya. Dalam hal ini, orang yang diserang harus berupaya mencari dan menyelidikinya hingga berhasil mengembalikan harta yang dirampas oleh penyerang, dengan menggunakan kekuatan yang diperlukan, bahkan bila diharapkan maka boleh membunuhnya.
Pada dasarnya pembelaan diri hukumnya mubah (dibolehkan) dan tidak ada hukumannya namun kalau hingga melewati batasnya dan terkena orang lain dengan tersalah maka perbuatannya bukan mubah lagi melainkan kekeliruan dan kelalaian si pembela diri.
®
Kepustakaan:
Wahbah al-Zuhaily, Nazariyyah fi Fiqh al-Islamiyyah, (Damaskus: Muassasah al-Risalah, 1995). Marsum, Jinayat (HPI), (Yogyakarta: Perpustakaan Fak. Hukum UII, 1989).