Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembelaan Berdasarkan Aturan Pidana Islam

Pembelaan berdasarkan aturan pidana Islam dinamakan Daf’u as-Sail (menolak penyerang/ pembelaan diri) yakni kewajiban insan untuk menjaga dirinya atau jiwa orang lain, atau hak insan untuk mempertahankan hartanya atau harta orang lain dari kekuatan yang lazim dari setiap pelanggaran dan penyerangan yang tidak sah. Penyerangan khusus baik yang bersifat wajib maupun hak bertujuan untuk menolak serangan, bukan sebagai eksekusi atas serangan tersebut.
Para fuqaha sudah setuju beropini bahwa pembelaan berdasarkan aturan pidana Islam yakni suatu jalan yang sah untuk mempertahankan diri sendiri atau diri orang lain dari serangan terhadap jiwa, kehormatan dan harta benda. Tetapi tidak sama atas hukumnya, apakah ialah suatu kewajiban atau hak.
Pembelaan berdasarkan aturan pidana Islam, ialah suatu hak. Maka seseorang boleh menentukan antara meninggalkan dan mengerjakannya, tetapi tidak berdosa dalam menentukan salah satunya. Sebaliknya apabila dikatakan kewajiban maka seseorang tidak mempunyai hak pilih dan berdosa saat meninggalknnya.
Untuk membela jiwa para fuqaha tidak sama pendapat terkena hukumnya. Menurut mazhab Hanafi dan pendapat yang rajih dalam mazhab Maliki dan mazhab Syafi’iy membela jiwa hukumnya wajib. Sedangkan berdasarkan pendapat yang marjuh(lemah) di dalam mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i serta pendapat yang rajih (kuat) di dalam mazhab Hanbali membela jiwa hukumnya jaiz (boleh) bukan wajib.
Imam Malik, Asy-Syafi’iy dan Ahmad bin Hanbal beropini bahwa kalau seseorang diserang oleh anak-anak, orang absurd dan binatang maka harus membela diri. Jadi, kalau korban tidak mempunyai cara lain untuk membela diri dari serangan mereka kecuali dengan membunuh, dan tidak bertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata alasannya yakni korban spesialuntuk menunaikan kewajibannya untuk menolak serangan terhadap jiwanya.
Imam Abu Hanifah serta anakdidiknya kecuali Abu Yusuf beropini bahwa orang yang diserang harus bertanggung balasan secara perdata yaitu dengan membayar diat atas anak-anak, orang absurd dan harga binatang yang sudah dibunuhnya. Alasannya yakni lantaran pembelaan diri dilakukan untuk menolak tindak pidana, padahal perbuatan anak-anak, orang absurd dan binatang tidak dianggap sebagai tindak pidana lantaran binatang tidak berakal.
Abu Yusuf beropini bahwa orang yang diserang spesialuntuk bertanggungjawaban atas harga binatang lantaran perbuatan anak kecil dan orang absurd tetap dianggap sebagai tindak pidana. Meskipun penjatuhan eksekusi atas keduanya dihapuskan lantaran keduanya tidak mempunyai pengetahuan (kecakapan bertindak). Berdasarkan pendapat ini, sanggup dikatakan bahwa menolak serangan anak kecil dan orang absurd yakni dalam keadaan membela diri sedangkan menolak serangan binatang ialah keadaan darurat yang memaksa.
Alasan ulama yang menyampaikan ditegakannya pembelaan diri dalam segala keadaan bahwa insan berkewajiban untuk membela dirinya dan orang lain dari segala serangan terhadap jiwa. Termasuk hak dan kewajiban insan untuk menjaga harta pribadinya dan harta orang lain dari tiruana serangan yang ditujukan terhadap harta, baik bersifat pidana maupun bukan.
®
Kepustakaan:
Marsum, Jinayat (HPI), (Yogyakarta: Perpustakaan Fak. Hukum UII, 1989).