Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teori-Teori Inteligensi Kontekstual

Pendekatan pengukuran IQ memperhitungkan faktor kontekstual dimana inteligensi diperlihatkan. Beberapa teori inteligensi mendukung statement ini, diantaranya.
Teori Inteligensi Tritunggal (Triarchic Intelligence). Menurut Robert J. Stenberg seseorang yang berhasil mempunyai keseimbangan dalam inteligensi kreatif, analisis dan praktis. Inteligensi kreatif mencakup kemampuan mengenali dan merumuskan pandangan gres yang baik dan solusi untuk problem dalam aneka macam bidang kehidupan. Inteligensi analisis dipakai ketika secara sadar mengenali dan memecahkan masalah; merumuskan strategi; menyusun dan memberikan info secara akurat; mengalokasikan sumber daya dan memantau hasil yang dicapai. Inteligensi simpel yaitu inteligensi yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari untuk bias bertahan hidup, mencakup keberhasilan mengatasi perubahan dan kumpulan dari pengalaman dalam mengatasi aneka macam masalah.
Teori Inteligensi yang Dapat Dipelajari (Learnable Intelligence). Teori inteligensi ini dicetuskan oleh David Perkins dari Harvard. Inti teori ini yaitu bahwa inteligensi dipengaruhi dan dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan manusia. Faktor tersebut yaitu sistem otak, pengalaman hidup dan kapasitas untuk melaksanakan pengaturan diri.
Teori Inteligensi Perilaku (Behaviour Intelligence). Profesor Arthur Costa dari Institute of Intelligence di Barkeley melaksanakan riset terhadap inteligensi sebagai suatu kumpulan dari kecenderungan perilaku. Inteligensi yaitu keuletan, kemampuan mengatur sikap impulsive, empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji akurasi dan ketepatan, kemampuan bertanya dan mengajukan pertanyaan, menerapkan pengetahuan yang didapatkan sebelumnya, ketepatan penerapan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data melalui panca indera, kebijaksanaan, rasa ingin tahu dan kemampuan mengalihkan perasaan.
Adapun Howard Gardner mengKoreksi bahwa inteligensi tidak sanggup diukur dengan skor tunggal, sebagaimana pengukuran inteligensi sebelumnya yang spesialuntuk memutuskan pada kecerdasan linguistik dan logis-matematis saja. Inteligensi ditetapkan dalam simbol kuantitatif. Simbol kuantitatif atau angka menyatakan nilai perbandingan, maka disebut quotient. Menurutnya, insan mempunyai lebih dari satu inteligensi yang mempunyai kemampuan tidak sama dan bekerjasama dengan kawasan otak yang berlainan.
Teori inteligensi beragam (multiple intelligence) ini menyampaikan bahwa seorang insan paling tidak mempunyai sembilan inteligensi yaitu linguistik, logis-matematis, intarapersonal, interpersonal, musikal, gerak-badani, spasial, naturalis, dan eksistensial. Seluruh inteligensi ini saling bekerjasama dalam satu jalinan yang unik dan rumit. Setiap insan mempunyai seluruh inteligensi ini dengan kadar perkembangan yang tidak sama.
Kepustakaan:
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex. Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999). Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).