Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hubungan Psiko-Neurologi Dan Agama

Untuk mengetahui agama, pelajarilah agama, menilai agama tanpa menyelami agama yaitu tidak credible dan spesialuntuk memunculkan subyektifitas tanpa dasar. Kiranya ini sebagai stimulasi semoga dikala kita menilai term-term dari agama, kita berangkat dari tahu agama dan mempelajarinya. Begitupun ketika psiko-neurologi melihat agama, maka esensi obyek yaitu agama, sedangkan posisi neurologi ada pada letak, bagaimana ia sanggup menyentuh agama, dan bagaimana caranya.
Psiko-neurologi yaitu realitas dan agama pun realitas. Keduanya beda tapi tidak berseberangan. Teknik mempertemukan keduanya yaitu dengan mempertautkan ke wilayah diskursus acuan ini. Agama menjabarkan hidup dan terang akan menhadirkan persepsi positif di mana amigdala akan mengirimkan isu kepada locus coeruleus (LC) yang akan mereaksikan saraf otonom, lewat hipotalamus, mensekresi neurotransmitter, endorphin, dan enkepalin, yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit dan pengendala sekresi CRF (Corticotropic Releasing Factor) secara berlebihan.
Psiko-neurologi ialah ilmu yang berangkat dari hal yang ada dengan melihat pada wujud anatomi pendukung gerak kehidupan dalam diri insan yang keberadaan bergotong-royong sanggup dilihat secara dhahir pada sistem saraf pusat di otak. Validitas psiko-neurologi yaitu faktual secara eksistensial dan mempunyai dimensi keberadaan (existence) yang lebih halus dan rumit dibanding tiruana bentuk badan luar manusia, tiruana ter-cover dalam otak dan saraf-sarafnya dengan pembatasan ibarat dikala berbicara pun batasan akan menampakkan jati dirinya spesialuntuk saja insan sangat sering terlalaikan oleh egonya. Hal ini menunjukkaan bahwa. batas spesialuntuk sebagai hasil dari prosedur penginderaan lewat kemampuannya untuk memecahkan duduk kasus dan parameter desainnya yang lain.
Perlu ditegaskan bahwa produk persepsi yaitu hasil upaya mental yang secara psikologis, persepsi bersifat selektif Sektif di sini yaitu fitrah bagi sosok makhluk yang punya nalar atau berpikir ibarat manusia. Kepastian dalam mengambil keputusan yaitu hasil pengiriman dari neokorteks prefrontal kiri yang mengendalikan prefrontal kanan kawasan perasaan cemas, depresi, agresif, semoga mendapatkan rangsangan sesuatu yang menyedihkan (misal kematian) dengan respon kesabaran, positif, normal.
Jika kedua neokorteks tersebut (kanan dan kiri) sepakat-bulat bahwa rangsangan tersebut diterima dan membentuklah bahan ruhani yang berjulukan kesabaran. Oleh hipokampus hal tersebut kemudian dicocokkan, apakah pesan kesabaran ketika mendapatkan peristiwa alam tersebut pernah tersimpan dalam ingatan hipokampus, untuk dicocokkan. Jika gundah (skepticism), maka rangsangan tersebut berpindah ke amigdala, hipokampus dan korteks, hingga diterimanya sebuah kepastian. Jika kepastian yang diterima maka rangsangan tersebut akan dikirim ke amigdala yang mempunyai serangkaian tonjolan dengan reporter yang siap disiagakan untuk banyak sekali macam neurotransmitter, mengirim ke wilayah sentralnya, menghidupkan hipotalamus, batas otak, dan sistem saraf otonom.
Psycho-neurology, secara asasi pun sangat akrab dengan pengkajian biologi dan fisiologi. Sedangkan biologi sendiri mempunyai dasar ke kimia (dengan biokimia) dan fisika. Wajar bila kemudian muncul istilah bio-kimia yang jalurnya dari fisika kuantum. Pengertian dan persepsi organisme wacana realitas dibuat oleh sistem nilai implisitnya.
®
Kepustakaan:
al-Qusyairi an-Naisabury, Risalah Qusyasiriyyah: Kitab Pengantar Ilmu Tasawufs, terj. Muhammad Luqman Hakiem, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997). Tim pengembangan Sumber daya Manusia Yayasan Pendidikan Haster, Metode Pemanfaatan Keajaiban Otak, (Bandung: Pionir Jaya, 2003). Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER: Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan, (Jakarta: ARGA, 2004).