Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puisi Refleksi Cinta - Bunga Yang Layu

INIRUMAHPINTAR - Cinta ialah topik yang tidak pernah mati untuk diperbincangkan. Cinta selalu menjadi warna kehidupan setiap manusia. Karena cinta ada senang dan luka. Mencinta membawa senang saat hadir percaya dan saling menjaga. Namun, cinta berkawan sedih saat lupa dan lena hinggap di peraduan kisah. Manusia menentukan jalan mana yang akan dijejaki. 

Puisi diberikut ini berjudul "Bunga Yang Layu", terinspirasi dari sebuah kisah cinta yang meredup. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja untuk benar-benar menghargai sebuah komitmen dan kesepakatan setia.

Puisi Refleksi Cinta - Bunga yang Layu

Karya : Ahn Ryuzaki

Kau terpilih tetapi terlupa
Masih saja goyah tertawa terpana
Membuatku runtuh tiada berdaya
Hanya memeluk sedih dalam gulita

Kau bunga yang mekar
sumber : pixabay
Memilih layu memudar
Meredupkan wajah berbinar
Menusuk relung jiwa yang tegar

Air mata tidak cukup berbicara
Ungkapan maaf tiada lagi berguna
Untaian kata spesialuntuklah separuh rasa
Tingkah bijaksana ialah bukti harusnya

Hujan hadir memendam tanah
Mampukah ia menyeka wajah
Menghibur ranting yang pantah
Teriris sembilu terluka tanpa darah

Apakah bunga salah berbuah
Hingga daunnya berwarna merah
Apakah begitu membuktikan petuah
Kiranya salah terjadi begitu gampang

Kini tersisa satu akar terakhir
Menggenggam tiada mangkir
Memeluk bunga berpadu berpikir
Berjuang sungguh utuh mengukir

Semoga esok mentari cerah
Tiada lagi perilaku kalap bercelah
Hilang sudah khilaf melangkah
Merangkul kita dalam istiqamah

Di Singgasana peraduanku, 31 Agustus, 2016 | Pukul 23.50

Makna Puisi - Bunga yang Layu

Puisi ini menceritakan tentang kekecewaan seseorang terhadap kekasihnya atau orang yang beliau kagumi (sebaiknya diartikan ke kekasih halal saja). Seperti biasa penulis akan membedah pesan yang terkandung bait per bait. Sebagai permulaan, mari kita uraikan makna bait pertama dari sudut pandang penulis.

Di bait pertama, penulis mengawali puisi ini dengan sepenggal kalimat yang begitu mencakup. Pesan dari tiga kata kunci terpilih tetapi terlupa menyiratkan pesan bermuatan kekecewaan. Kecewa tentu ada alasannya. Dan kelihatannya kekecewaan ini bukanlah kekecewaan biasa. Penulis menangkap bahwa kekasih terpilih dari banyak sekali pilihan seharusnya tidak lagi melaksanakan hal-hal yang mengakibatkan kekecewaan. Namun, nyatanya tetap saja hal itu terjadi. Penulis merasa tidak berdaya entah harus bagaimana biar pilihan hatinya bisa berkomitmen, tidak melaksanakan kesalahan biar hati penulis menjad tenang dan damai.

Di bait kedua, penulis sedikit menyanjung sang pujaan hati. Dari 2 larik pertama, ada kata mekar dan memudar. Sejatinya, kedua kata itu mengandung arti yang kontradiksi. Kekasih yang mekar di hatinya dan diperlukan tidak pernah layu justru berbuat sesuatu yang begitu disesalkan. Itu menjadikan peraduannya di hati penulis turun dari singgasana tertinggi, jatuh dan memudar bagai bunga layu.

Di bait ketiga, penulis menampakkan kekecewaan luar biasa. Dia merasa bahwa air mata dan seruan maaf yang diterimanya tidak bisa menghapus kemelaratan hati. Dia benar-benar kecewa melihat tingkah sang pujaan hati. Dia sebetulnya memaafkan. Namun, itu tiada guna andai sang pujaan hati terus menerus melaksanakan kesalahan. Permintaan tidaklah berarti jikalau tanpa diikuti dengan perbaikan tingkah dan ucapan. 

Di bait keempat, penulis bertanya-tanya. Mungkinkah kekecewaannya silam dengan cepat. Dia ingin segera menghempaskan rasa yang tidak diinginkannya itu. Rasa yang menggumpal dan meronrong sanubari bagai cakar ayam jantan yang mengais-ngais tanah tanpa ampun. Dia butuh ketenangan. Harapannya biar luka di dalam hatinya, yang tak bisa terlihat secara eksklusif bisa segera pulih.

Di bait kelima, perasaan penulis semakin berkecamuk. Dia mulai berpikir tidak-tidak. Salah sedikit pujaan hati yang dikaguminya bisa terlepas dan ditarik keluar dari singgasananya. Mengapa begitu praktis berbuat salah dan melukai penulis. Apa yang menciptakannya ibarat itu? apakah sudah tidak betah lagi?

Di bait keenam, penulis tampaknya membuat keputusan berat. Sepertinya beliau mempersembahkan satu peluang lagi bagi pujaan hatinya. Tinggal satu peluang untuk tidak berbuat salah dengan gampang, apalagi kesalahan sama. Penulis ingin biar pujaan hatinya mencar ilmu dari masa lalu. Hadapi jikalau bisa tanpa khilaf, jauhi jikalau ragu tanpa salah. 

Di bait ketujuh, penulis menegaskan bahwa komitmennya mengukir cinta bersama pujaan hati sudah bulat. Oleh sebab itu, tiruana harus diperbaiki. Kesalahan dihentikan lagi diulangi. Puisi ini ditutup dengan larik merangkul kita dalam istiqamah. Artinya, impian untuk lebih mantap melangkah mengarungi perahu kasih akung semakin kuat. 

Apa hikmahnya?

Jika engkau mengasihi seseorang, tidakboleh spesialuntuk mengasihi kelebihannya tetapi akungi juga belum sempurnanyanya. Jika beliau berbuat salah, bimbing beliau ke arah lebih baik. Suami ialah selimut buat istrinya. Dan istri ialah selimut buat suaminya. Keduanya harus saling menutupi belum sempurnanya dan menjaga kehormatan masing-masing. Kesalahan masa kemudian dihentikan terulang dan roda perputaran waktu baiknya menuntun ke arah yang lebih dewasa. Baik suami maupun istri harus memaknai positif sebuah ikatan suci.