Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyikapi Keberagaman Demi Keutuhan Bangsa

INIRUMAHPINTAR - Tak tiruana saudara sebangsa ialah saudara seaqidah, tak tiruana saudara seaqidah ialah saudara sepaham. Semuanya ialah saudara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam bersikap, bertutur, dan saling memperlakukan antar saudara sudah ada norma-norma yang mengatur. Teknik mematuhi, menjalani, menyikapi, dan mengamalkan norma-norma pun menjadi tidak sama-beda. Pilihan norma-norma yang ingin ditaati pun tidak sama-beda. Begitupun kadar ketaatan dan kepatuhan atas norma-norma tersebut juga tidak sama-beda.

Artinya, tiruana aspek kehidupan yang berujung kepada penentuan pilihan selalu berpotensi kepada perbedaan. Hal itu masuk akal saja alasannya ialah insan mempunyai isi kepala dan kandungan hati yang memang tidak sama-beda.

Lalu, apakah dengan tidak sama kita harus saling bombe atau membenci? Tidak kawan...Tidak begitu seharusnya...

Jika ada saudara kita yang mengeluarkan pernyataan kontra dengan pemikiran kita, maka tetap hormati dan akungi mereka alasannya ialah banyak kemungkinan, mereka yang tidak mengerti atau kita yang gagal paham; mereka yang keras kepala atau kita yang keras hati. Tentu pemahaman andal Quran, andal Hadist, dan andal ibadah tidak tiruana bisa dimengerti oleh mereka yang npenghasilannya jarang, baca hadist sekali-kali, atau yang ibadahnya masih belum khusyuk dan istiqamah...


Selama pernyataan atau perilaku yang ditampilkan tidak ada yang menyenggol aqidah, keimanan, dan hal-hal lain yang berbau SARA, maka isi kepala dan hati tidak menolak untuk saling menghormati dan mencintai dalam batas-batas tertentu.

Dan tidakboleh pernah samakan dengan pernyataan para pemuka agama, andal perbandingan agama, kaum intelektual, cendekiawan, yang diungkapkan dalam ceramah, khotbah, pidato, atau obrolan yang menjunjung tinggi kearifan dan kecerdikan di ruang lingkup masing-masing. Jika kita tidak oke dengan ceramah seorang pemuka agama yang hafal dan paham Alquran 30 juz, maka hafal dan pahamilah Alquran 30 juz dulu sebelum menetapkan ketidaksetujuan di dalam hati. Jangan pernah mengumbarnya ke publik. Selain berpotensi menjadikan polemik, toh apa gunanya selain spesialuntuk memperturutkan hawa nafsu.

Jangan coba-coba mencampur-adukkan aqidah yang kita yakini dengan keyakinan saudara-saudara kita yang lain. Jangan sekali-kali mengungkapkan mengapa anutan mereka begitu padahal di anutan kita begini. Cukuplah perbedaan itu disimpan dalam hati, dan tidakboleh diumbar ke publik.

Berbeda itu memang tidak gampang, tetapi kita tetaplah saudara. Kita bolehlah tidak sama keyakinan, tetapi bukanlah alasan untuk saling membenci.

Ketika seorang ayah menasehati anaknya semoga tidak bermain sepeda lagi di jalan raya misalnya, selaku mitra si anak yang kebetulan ikut dengar, haruskah kita tiba-tiba membenci sosok ayah tersebut?

Sudahkah kita mengerti hukum di dalam keluarga mereka? Sudahkah kita paham maksud dari nasehat tersebut? Apakah kita harus memaksakan hukum keluarga lain mesti sama dengan hukum keluarga kita? Apakah kemudian kita boleh merasa keluarga kita lebih senang dari keluarga mitra kita?

Jawabannya terang tidaaak wahai saudaraku seiman, sekampung, sesuku, sebangsa, dan setanah air.

Oleh lantaran itu, kalau hari ini muncul perbedaan maka hal tersebut ialah simbol kewajaran dalam keberagaman. Yang tidak masuk akal ialah mengumbar perbedaan di daerah yang tidak tepat, kepada populasi yang heterogen, atau dengan cara melanggar prinsip-prinsip toleransi.

Ketika 3 poin ketidakwajaran di atas terlanjur dilakukan, mestilah ada hukuman yang diterima semoga oknum-oknum serupa tidak bebas tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Jadi, sampaikan kepada mereka yang oke dan tidak oke terhadap fatwa MUI, dan tiruana problematika di negeri ini bahwa mereka ialah saudara, setidaknya saudara sebangsa setanah air. Jangan berlarut-larut dalam perbedaan sedikit sementara melupakan persamaan yang banyak. Yang salah mengakulah salah, yang benar tidakboleh sok pintar, rangkullah yang salah, bimbing ke arah yang benar dan dengan cara yang benar pula. 

Jika belum bisa memmembersihkankan, tidakbolehlah mengotori. Jika belum bisa mengeluarkan pernyataan yang menjaga keutuhan berbangsa, lebih baik membisu saja sembari berguru lebih banyak dan bertanya kepada ahlinya.

Aku menghormati dan menyayangimu lantaran engkau saudaraku, kalau engkau tidak menghormati dan menyayangiku, bisikkan saya alasannya, tidak usah berteriak ke tiruana tetangga lantaran mereka tidak tahu apa-apa - my quote.

(Ditulis oleh Ahyadi, seorang saudara yang menganggapmu saudara)