Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Kajian Prosa Fiksi - Kasih Tak Terlarai

INIRUMAHPINTAR - Untuk menambah pengetahuan pembaca, kali ini saya tertarik untuk mengembangkan pola kajian prosa fiksi dari sebuah roman berjudul Kasih Tak Terlarai. Semoga pembaca sanggup memetik pelajaran dan sanggup mengakibatkan bentuk kajian prosa di bawah ini sebagai permodelan untuk kajian prosa lain. Selamat membaca!

Kasih Tak Terlarai

Taram ialah anak angkat batin kampung. Pada mulanya Taram sendiri pun tak tahu bahwa beliau spesialuntuklah anak pungut, walaupun memang beliau mencicipi perbedaan kasih akung orang tuanya terhadap beliau dibandingkan dengan kedua adiknya.

Rupanya orang kampung itu gres saja memeluk agama islam. Hal itu kasatmata dari bagaimana girangnya Taram ketika ia untuk pertama kali dalam hidupnya sanggup ikut bersembahyang Idul Fitri di mesjid dengan orang yang banyak.

Di kampung kecil itu, ada seorang anak gadis yang menjadi inceran tiap cowok kampung, Nurhaida namanya, anak Encik Abbas orang yang populer kaya di kampung itu. Taram pun jatuh cinta kepada gadis itu, yang populer bukan saja lantaran manis montok rupanya, melainkan juga populer lantaran baik tutur sapanya.

Sekali, lantaran suatu keperluan, Nurhaida hadir ke rumah batin kampung, ayah angkat Taram. Kebetulan ketika itu spesialuntuk Taram sendiri di rumah. Berdebar jantung hatinya bertemu dengan Nurhaida, gadi rupawan yang selalu terbayang-bayang wajahnya di ruangan matanya itu. Ketika Nurhaida akan pulang, tak dapatlah Taram menyembunyikan perasaannya lebih usang lagi. Disampaikannya kepada Nurhaida perasaannya terhadap gadis itu. Nurhaida tak pribadi menjawaban. Dia turun dari rumah itu dan berjalan pulang. Sesudah beberapa langkah jauhnya dari Taram, barulah beliau berkata, “bagaimana dihatimu Taram, begitulah dalam hatiku.” Kini tahulah Taram bahwa beliau tak bertepuk sebelah tangan.

Lima hari kemudian, setelah kejadian di atas, dikirimlah utusan dari rumah orang bau tanah Taram, batin kampung itu, ke rumah Encik Abbas, orang bau tanah Nurhaida, akan meminang Nurhaida. Sayang sekali pinangan itu ditolak oleh Encik Abbas. Alasan penolakan itu gres diketahui Taram kemudian dari seorang perempuan tua, nenek Tijah, yang tak sanggup menahan mulutnya menyampaikan kepada Taram bahwa Encik Abbas yang tinggi hati itu menolak lamaran Taram, lantaran katanya Taram orang yang tak terperinci asal-usulnya. Diceritakanlah oleh nek tijah, bagaimana ayah angkatnya ketika gres saja berkeluarga pergi ke singapura, dan ketika kembali membawa serta seorang bayi. Bayi itu tak lain ialah Taram. Alangkah kecewanya hati Taram. Kini tahulah beliau mengapa demikian perlakuan orang tuanya kepadanya dibandingkan dengan adik-adiknya. Ia amat duka mengenangkan nasibnya sebagai anak pungut yang menyangkutkan nasib di tangan orang.


Tetapi risikonya Taram mengambil keputusan, “sepala-pala mandi biarlah basah,” pikirnya. Beberapa waktu kemudian orang kampung gempar oleh hilangnya Nurhaida, bahu-membahu dengan Taram. Yang amat duka dan gundah tentulah Encik Abbas. “itulah jika awak pemilih amat, beginilah jadinya, “kata orang kampung.

melaluiataubersamaini menyamar sebagai dua orang cina penjual babi, kedua-duanya luput dari pengejaran orang kampung. Orang kampung yang gres saja menjadi islam itu, yang fanatik kepada agama yang gres saja dianutnya, meludah-ludah dan memaki-maki sambil menjauh ketika menjumpai dua orang cina yang menghadapi sebuntut babi yang mendengking lantaran erat ikatannya. Yang pria memaki-maki babi itu dengan bahasa cina. Melihat itu orang kampung lekas-lekas pergi dari daerah itu. melaluiataubersamaini demikian, Nurhaida dan Taram pun luput dari pengejaran mereka.

melaluiataubersamaini sebuah sampan kecil, mereka berkayuh ke sebuah bahtera peraih yang sudah menanti di teluk. Mereka berangkat menuju singapura dan kawin di sana.

Dua tahun sudah mereka di sana, hidup rukun dan bahagia. Namun, rindu akan kampung halaman makin usang makin besar. Selama ini mereka bersembunyi dari penglihatan orang-orang sekampungnya yang hadir ke singapura. Pada suatu hari, Taram menemui orang-orang sekampungnya yang hadir dengan sebuah peraih. Sejak itu, tahulah mereka dimana Taram dan Nurhaida tinggal. Haji Abbas kemudian menyuruh utusannya ke sana membujuk Nurhaida supaya mau pulang. Rupanya bertemu ruas dengan buku, Nurhaida menyampaikan kepada kedua orang bau tanah utusan ayahnya itu bahwa beliau ingin kembali ke rumah orang tuanya, lantaran merasa disia-siakan oleh Taram. Itu sebabnya, pada suatu hari ketika Taram tak di rumah, Nurhaida minggat bersama kedua orang utusan ayahnya itu kembali ke kampungnya.

Nurhaida diterima kembali oleh ayahnya dengan gembira. Rupanya ibarat tak ada perubahan pada diri Nurhaida. Dia masih tetap manis dan menarikdanunik sehingga janda Taram itu lekas pulalah menjadi idam-idaman pemuda-pemuda di sana ibarat lampau ketika beliau masih gadis. Namun, lamaran-lamaran yang hadir selalu ditolaknya walaupun ayahnya sudah menyetujuinya.

Pada suatu hari, tibalah di kampung itu seorang arab, syekh wahab namanya. Dia segera menjadi keakungan orang sekampung lantaran pandainya bergaul. Dia menjadi guru menpenghasilan dan diangkat menjadi imam di mesjid kampung itu. Tetapi syekh wahab ini menjadi buah ekspresi belum dewasa muda lantaran janggut dan misainya yang lebat. Alangkah gemparnya orang kampung itu ketika tersebar diberita, bahwa syekh wahab melamar Nurhaida, dan lamaran itu diterima pula. Ketika syekh wahab duduk bersanding dengan Nurhaida, orang-orang muda yang kalah oleh orang arab bau tanah bangka itu mencibir-cibirkan bibir mereka mengejek. Pesta perkawinan dimeriahkan benar lantaran gres sekali inilah Encik Abbas yang kaya itu berkeluargakan anak, walaupun Nurhaida sudah janda. Dia merasa besar hati beroleh menantu seorang arab turunan nabi, dan tentulah lantaran syekh wahab disegani orang di kampung itu, akan bertambah pulalah hormat orang terhadap dirinya.

Hari raya Idul Fitri tibalah sudah. sepertiyang biasanya, orang berduyun-duyun ke mesjid akan bersembahyang, tiruananya dengan pakaian yang serba indah. Hari itu, syekh wahab pulalah yang berkhotbah, mengajari jemaah dengan petuah-petuah yang mengingatkan mereka akan dosa-dosanya. Ada yang menangis mengenang pintu kubur yang makin dekat. Selesai berkhotbah, orang-orang terheran lantaran syekh wahab tak segera turun dari mimbar, melainkan membentangkan kain tutup kepalanya membuat tabir dihadapannya sehingga beliau terlindung dari pemandangan orang banyak. Sejurus kemudian……, direnggutkannya tabir itu dan………yang tampak sekarang bangun di mimbar itu bukan lagi syekh wahab yang berjanggut dan bermisai lebat, melainkan Taram, anak angkat batin kampung itu, suami Nurhaida yang beberapa tahun yang kemudian menjadi buruan dan bergotong-royong sudah dua kali mengawini siti Nurhaida.



Kajian Prosa


1). Pengarang : Suman Hasibuan, tapi lebih dikenal Suman Hs.

2). Tokoh-tokoh dongeng :
  • Taram
  • Nurhaida
  • Encik Abbas

3) Tema penceritaan : menceritakan wacana percintaan yang tidak direstui orang bau tanah pihak perempuan sehingga berlanjut menjadi “ kawin lari ”. Roman ini tidak mengandung banyak masalah, tetapi memiliki corak kejenakaan yang menyegarkan untuk kesenangan pikiran.

4). Analisis pembaca :
  • Pengarang memberikan wacana kebiasaan darah biru dalam memilih jodoh putrinya. Si darah biru menginginkan calon menantunya orang darah biru dan kaya raya, sehingga derajat kebaikan dilihat dari harta. Akhirnya norma ini mendesak kaum bawah walaupun perangainya baik.
  • Pengarang memberikan juga wacana perilaku dan perangai cowok untuk memberontak dan berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatan ibarat yang disebutkan di atas.
  • Pengarang juga memberikan wacana kecenderungan masyarakat pada ketika itu mengagung-agungkan orang-orang arab. Mereka menganggap bahwa tiruana orang arab itu keturunan nabi muhammad saw, sehingga menjadikannya menantu akan menerima pahala. Padahal, itu tidak benar sepenuhnya.

5). Kritik pembaca :
  • Jalan ceritanya lancar, bercorak detektif dan bahasanya segar lantaran selalu dihiasi dengan humor.
  • Pengarang memberikan wacana pesan yang tersirat akan kesejajaran dalam kehidupan bermasyarakat. 
Nah, begitulah pola kajian prosa fiksi berdasarkan versi INIRUMAHPINTAR. Selamat belajar!