Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menanti Tayang Perdana Film Pamanca

INIRUMAHPINTAR - Pamanca atau Pamenca yaitu istilah Bugis untuk orang yang andal bela diri. Dan orang-orang yang mempunyai kemampuan bela diri khas Bugis-Makassar itu disebut tobarani (orang pemberani). Mereka yaitu figur kesatria yang mempunyai kisah-kisah bermacam-macam di zamannya. 

Menurut kisah orang dulu, tobarani di tanah Bugis mempunyai kemampuan bela diri yang unik. Mereka tidak spesialuntuk memperagakan gerakan-gerakan fisik baik dengan tangan kosong maupun dengan senjata tajam menyerupai tobo' (badik), kawali (keris), atau bangkung lampe (pedang panjang). Malah kelihaian silat dengan fisik masih dianggap belum seberapa alasannya yaitu ilmu pamanca yang tertinggi yaitu kemampuan menjatuhkan lawan tanpa mengeluarkan setetes keringat dan sepatah kata pun.

Salah satu kisah lato' (kakek) saya yang konon hidup di zaman penjajahan bisa dijadikan contoh. Pernah suatu ketika lato' saya dicari-cari tentara Belanda alasannya yaitu dianggap melaksanakan pelanggaran. Hal itu bermula alasannya yaitu berdasarkan kisah indo' (nenek), lato' saya bahagia membela kebenaran dan hak-hak orang kecil. Singkat cerita, ia dituduh main hakim sendiri. 

Berhari-hari, lato' saya dicari oleh tentara Belanda, tetapi tidak berhasil jua. Meskipun berpapasan, pandangan tentara Belanda seakan tertutup sehingga tidak bisa melihat keberadaan lato' aku. Entah, ilmu apa yang digunakan, tetapi saya yakin itu yaitu bab dari kearifan timur abjad pamanca di tanah Bugis.


Saya langsung pun secara tidak sengaja pernah berjumpa dengan seorang tobarani di salah satu tempat pepegununganan di Soppeng. Ketika itu, saya dan ayah sedang mencari kayu bakar di hutan. Singkat cerita, si bapak tobarani tersebut berkenalan dengan ayah saya dan menceritakan kisah-kisahnya terlampau dikala melawan Belanda. Sembari menunjukkan gerakan-gerakan silatnya, sang tobarani mengajak saya untuk menjadi anakdidiknya. Tentu saja yang tertarik alasannya yaitu gerakannya saya anggap unik, tidak sama dengan gerakan bela diri yang pernah saya lihat di film-film action. Sayang, jaraknya sangat jauh dari rumah, jadi niat itu saya urungkan, ayah pun juga tampaknya kurang mendukung.

Beberapa ahad berselang, ramai orang menceritakan bahwa tobarani yang tinggal di tempat pepegununganan tersebut yaitu mantan penjahat/pemberontak kelas kakap di zaman penjajahan. Meskipun di tangkap berkali-kali oleh tentara Belanda/Jepang, ia selalu bisa melepaskan diri. Katanya, selama masih ada lubang angin di penjara, ia bisa meloloskan diri. Saya pun semakin takjub dan meyakini bahwa ini yaitu bab dari keahlian pamanca tanah bugis yang banyak dicari-cari. 

Beranjak ke kisah lain, semasa mudanya, ayah dari ibu saya suatu ketika pernah dikunjungi oleh orang jahat sambil menenteng bangkung lampe ketika sedang bekerja di sawah. Entah kasus apa, singkat kisah kakek saya tersebut pulang ke rumah dan memberikan kabar ke orang-orang bahwa ada orang yang mematung di tengah persawahan. Pikiran aku, orang jahat tersebut sudah beradu fisik dengan kakek saya kemudian kalah dan mematung dalam keadaan lemah. 

Ternyata, tidak disangka, nenek saya kemudian berbisik, "napakesi paggera'na latomu ro kapang" (mungkin kakekmu sudah mengeluarkan ilmu mengaum dalam diam). Maaf jikalau saya tidak bisa menemukan kata bahasa Indonesia yang sempurna untuk menerjemahkan maksud ilmu tersebut. Intinya, ilmu tersebut spesialuntuk dilakukan dalam keadaan diam, tidak dilampaui sepatah kata pun meski diistilahkan paggera'.  Tahu-tahu, lawan jatuh terkulai, mematung, tidak bisa berbuat apa-apa. Jika tidak cepat ditolong, bisa kehilangan nyawa atau terjangkit penyakit guah berkepantidakboleh sampai ajal menjemput.

Selanjutnya, dari kisah lain, saya juga pernah mendengar bahwa tokoh-tokoh pemberani (tobarani) Bugis dulu mempunyai kemampuan tahan dari peluru. Meski ditembak memakai senj4t4 api, tubuhnya tidak terluka sedikit pun. Persis menyerupai kisah si Pitung di tanah Betawi. 

Saya yakin banyak kisah-kisah lain yang berafiliasi dengan karakteristik bela diri di tanah Bugis-Makassar, baik ilmu fisik maupun ilmu kebatinan. Seiring berjalannya waktu, saya pun sedikit memperoleh pencerahan bahwa ilmu-ilmu kebatinan di tanah Bugis mempunyai falsafah yang berguakaragam. Ada yang beraliran hitam, ada juga beraliran putih. Dan tentu saja tiruana mempunyai konsekuensi.

Namun, saya tidak ingin menceritakan banyak wacana hal itu. Mungkin ada pembaca yang ingin menambahkan kisah-kisah lain yang lebih menggigit. Gambaran saya wacana pamanca di atas spesialuntuklah sekedar ilustrasi yang melatarbelakangi film berjudul Pamanca yang sekarang sedang digarap di Sulawesi Selatan.

Katanya film yang berlatar belakang tahun 1800-an ini direncanakan tayang final tahun 2017. Dan hebatnya lagi, film ini kabarnya akan menhadirkan pemain film film laga dari China, yaitu Jackie Chan. Entah itu benar atau tidak, saya yakin kehadiran Jackie Chan di film tersebut niscaya bisa menambah cita rasa adegan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar di masa penjajahan yang tercatat sudah menjalin hubungan dagang dengan banyak suku bangsa, termasuk negeri China.

Yah, supaya saja film bergenre action-history tersebut sukses. Kalau ada yang mau traktir nonton di bioskop, saya tunggu kabarnya. Insya Allah saya terima dengan bahagia hati. hehehe...