Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Renungan Simpulan Ramadhan Ini Buatmu Terharu, Bacalah!

INIRUMAHPINTAR - Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh - Bulan Ramadhan 1438 Hijriah (2017 Masehi) menjelang datang di garis finish, artinya hadiah keberkahan dari Allah SWT yang bernilai lebih dari 1000 bulan hampir usai. Untuk itu, melalui goresan pena ini, saya mengajak sahabat erat pembaca untuk merenungi segala usaha kita selama bulan suci ini. Sudahkah kita benar-benar bertobat kepada Allah SWT? Sudahkah kita yakin dosa-dosa yang dulu terampuni? Sudahkah kita berdamai dengan tetangga, saudara, dan kerabat yang mungkin pernah kita sakiti? Sudahkah kita lebih tangguh atau masih simpel ditaklukkan hawa nafsu?

Sudahkah kita menimbang-nimbang kepantasan kita sebagai hamba Allah SWT? Masihkah kita nyaman hidup berlumur dosa ataukah bertahap sudah bergerak untuk hijrah? Walau dengan seenteng-entengnya langkah menuju mesjid untuk shalat berjamaah (terutama buat lelaki) atau dengan hamparan hijab sederhana menutupi aurat yang dulunya tersingkap (terutama buat wanita). Harapan aku, semoga kita semakin tersentuh dan menyadari sisa jatah umur yang barangkali tidak cukup lagi untuk membayar kesalahan-kesalahan kita di masa lalu. 

Wahai saudara-saudaraku, setiap makhluk yang terlahir di dunia memang tidak luput dari kesalahan. Istilah Inggrisnya, nobody's perfect alias tiada insan yang sempurna. Dan setiap insan mirip mempunyai dua akup yang tidak pernah terpisah. Satu akup yakni sisi kebaikan, dan akup yang lain yakni sisi keburukan.


Pemuka agama sekalipun tidak bisa menjamin dirinya benar-benar membersihkan dari khilaf. Meskipun di mata insan kebaikannya sudah niscaya banyak, di mata Allah SWT tak terbayangkan ada scelah-celah dosa yang tertinggal. Begitupun dengan penjahat yang biadab, di mata insan ia hina dan spesialuntuk dianggap sampah masyarakat. Namun, di mata Allah SWT mungkin saja ada kebaikannya yang bernilai pahala. 

melaluiataubersamaini kata lain, sebaik-baik watak seseorang niscaya ia pernah melaksanakan kesalahan dan seburuk-buruk perangai seseorang mesti ia juga pernah melaksanakan kebaikan. Jadi, tidak sepatutnya sesama insan saling hujat-menghujat, menghakimi, atau cepat menyimpulkan dengan sudut pandangnya sendiri. 

Seorang tetangga kita contohnya yang jarang bergaul dengan masyarakat, dihentikan cepat-cepat dinilai sebagai orang yang sombong, mungkin saja ia pemalu atau segan alasannya yakni ia merasa bukanlah siapa-siapa. Begitupun dengan mitra kerja kita yang jarang berbicara dengan rekan sekantor, tidak semestinya dianggap sebagai orang yang angkuh, mungkin saja ia menghindari percakapan sia-sia yang berpotensi ghibah. 

Apalagi di bulan Ramadhan ini, sudahkah kita semakin bersabar melawan amarah? sudahkah kita semakin pemaaf? sudahkah kita menjauhi prasangka buruk? sudahkah kita lebih tawadhu? sudahkah kita mencintai dan peduli dengan keluarga dan orang-orang di sekitar kita? Sudahkah kita semakin menghormati orang bau tanah kita? Sudahkah menemukan hening sebenar-benarnya?

Ada banyak pertanyaan yang belum kita tanggapan dan sebagian mungkin belum kita laksanakan. Betapa rendahnya diri ini di mata Allah. Mungkinkah kita memang lebih pantas hidup di neraka? Padahal itulah daerah yang seburuk-buruknya tempat, dimana eksekusi berlangsung begitu usang atau mungkin selamanya...

Apakah kita masih punya urat malu, setiap hari dihadiahi Allah oksigen untuk bernafas; indera penglihatan untuk menikmati keindahan dunia, indera pendengaran untuk menikmati irama kehidupan, dan indera penciuman untuk menikmati wanginya kelezatan makanan sahur dan berbuka, sementara shalat 5 waktu masih kita belum sempurnakan, menutup aurat belum kita lakukan, menepati komitmen sering kita abaikan, menghina saudara-saudara kita seiman masih kita praktikkan termasuk di dunia maya atau kenyataan.

Wahai sahabat dekat-teman dekatku, tidakkah kita terharu melihat saudara-saudara kita yang lebih berhijrah dan menemukan kebahagiaan hakiki dalam hijrahnya. Mereka sekarang berteman erat dengan mesjid-mesjid, nongkrong di penpenghasilanan, dan bergaul dengan orang-orang sholeh. Walau hidupnya sederhana, mereka senantiasa riang gembira. Kecukupan dunia bagi mereka bukan lagi tujuan, melainkan spesialuntuk pernak-pernik kehidupan. Waktunya pun teratur, dunia bukan lagi penghalang untuknya shalat berjamaah di lima waktu dengan istiqamah.

Coba kita bandingkan dengan diri sendiri? Kemungkinan kita bergelimang harta, jabatan dan status sosial yang tinggi luar biasa. Semua serba ada sehingga segala kesenangan yang dinginkan sanggup dibeli dalam sekejap saja. Namun, mengapa belum juga kita temukan kedamaian dan ketenangan dalam batin? Mengapa rasa was-was dan detak-detak kegalauan masih menyelimuti jiwa? Cobalah renungkan kembali! Sudah kita nge-cas hati dan jiwa kita dengan shalat, dzikir, doa, dan amal ibadah? Jangan-tidakboleh kita spesialuntuk mengingat Allah SWT saat tertimpa musibah, atau terbaring tidak berdaya di rumah sakit.

Duhai sahabat dekat-teman dekatku, saya menulis kata-kata renungan di simpulan Ramadhan ini sesungguhnya bukan untuk menakut-nakuti melainkan mengajak kalian dan diri saya sendiri untuk ber-muhasabah dan merefleksi diri. Bukankah, kalau diri ini belum kita benahi di sisa waktu yang ada, spesialuntuk penyesalan dan penderitaan awetlah yang akan kita rasakan! Pernah sekali-kali kita membayangkan betapa meruginya diri ini andai kawan-kawan kita sudah tertawa-tawa dan hidup senang di sebaik-baiknya tempat, yaitu Surga di hari kemudian, sementara kita menderita sebenar-sebenarnya penderitaan atas siksa api neraka jahanam yang menggelora.

Sahabatku, dirimu dan diriku tiada bedanya. Kita sama-sama bergelimangan dosa. Tiap hari mata ini melihat yang tidak sepantasnya. Begitupun indera pendengaran ini, mendengar yang tidak seharusnya. Dan seluruh anggota tubuh ini. Semuanya kotor dipenuhi noda-noda.

Kepada siapa kita memohon ampun dan pinjaman kalau bukan kepada sang Maha Pencipta, Zat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Ayo....ayo...ayo...berharap kepada insan kita sering dikecewakan, diabaikan, atau dikucilkan bukan? Lalu, mengapa kita masih ragu! mari siapkan wudhu, tunaikan 2 rakaat, dan luapkan seluruh isi hati dan pikiran memohon tobat kepada Allah SWT. Rasa akung Allah tiada terbataaaas, tak bisa kita ukur dengan ukuran manusia. Insya Allah, kita penuhi saja diri pertobatan dan kembali ke jalan-Nya.

Mungkin saja, Ramadhan di tahun 2017 ini, ibadah kita belum juga sempurna. Terkadang kita masih lalai dan tunduk pada perintah hawa nafsu! Itulah bukti lemahnya diri kita tanpa pinjaman dan berkat dari Allah SWT. Akan tetapi, kita dihentikan menyerah! Selagi nafas masih ada, mari kembali menghambakan diri dengan seterbaik-terbaiknya usaha.

Kita memang lemah tetapi kita tetap merindukan karunia Allah SWT. Semoga hidayah dan pertolongan-Nya hadir dalam setiap gerak-gerak kita. Lalu, di penghujung Ramadhan ini anugerah Lailatul Qadar menghampiri. Dan dua atau tiga hari lagi, kita 'kan menyambut hari nan fitri di 1 Syawal 1438 dengan wajah sumringah, penuh haru, mirip terlahir kembali, suci dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Selamat berjuang saudara-saudaraku, wahai umat kiamat dimanapun engkau berada! Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.