Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ini Bahayanya Jikalau Guru Honorer Diangkat Cpns Tanpa Seleksi

INIRUMAHPINTAR - Kabar gres sebut bahwa tahun ini pemerintah akan mengangkat tenaga honorer menjadi CPNS. Sungguh kabar ini sangat menggembirakan bagi mereka yang sudah usang mengabdi dan bekerja di instansi mereka dengan atau tanpa penghasilan memadai. Tidak usang lagi mereka akan naik tahta menjadi CPNS, memperoleh penghasilan bulanan dan tuntidakboleh pensiun.

Yah, menjadi CPNS memang menjadi impian banyak orang. Terbukti, dalam setiap perhelatan akbar seleksi CPNS, penerima yang mendaftar sangat besar.

Tidak ada yang salah. Semua orang berhak mengejar impian dan cita-citanya.

Yang berhasil lulus kemudian bekerja dan mengabdi sesuai bidang yang digelutinya. Namun yang gagal, termasuk para sarjana gres yang masih hijau, sebagian menentukan melamar pekerjaan di instansi swasta dan sisanya mendaftar sebagai tenaga honorer atau tenaga sukarela.

Oke. Kita serius pada tenaga honorer yang sudah mengabdi, baik gres sehari, berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun. Apa kesannya jikalau mereka diangkat menjadi CPNS?

Pegawai Honorer

Perlu kita telaah dulu. Honorer ada dua, yakni mereka yang mengabdi di kepegawaian dan mereka yang mengabdi di sekolah (guru).

Honorer yang mengabdi di kepegawaian berdasarkan saya tidak ada duduk kasus jikalau mereka diangkat menjadi CPNS dengan atau tanpa seleksi. Malah lebih cepat lebih baik. Pasalnya, dalam menjalani pekerjaan dan kiprah sehari-hari, terutama dalam urusan manajemen dan perkantoran, tenaga honorer yang umumnya masih muda mempunyai proses penyesuaian yang lebih cepat.

Apalagi jikalau mereka sudah lebih dulu terampil dalam mengoperasikan program-program komputer, ibarat Microsoft Office dan Email. Mereka bisa bekerja sambil belajar.

Guru Honorer

 Kabar gres sebut bahwa tahun ini pemerintah akan mengangkat tenaga honorer menjadi  Ini Bahayanya Jika Guru Honorer Diangkat CPNS Tanpa Seleksi
Berbeda dengan honorer yang bekerja di kepegawaian, honorer yang mengabdi sebagai guru di lingkup pendidikan, ibarat sekolah, berdasarkan saya perlu pertimbangan mendalam, andai mereka mau diangkat menjadi CPNS tahun ini.

Guru mempunyai kiprah vital. Generasi bangsa bergantung di tangan mereka. Tanpa profesionalisme, integritas, dan keteladanan, tidak mungkin mereka sanggup menjalankan kiprah keguruan secara terbaik.

Guru bukan spesialuntuk dituntut bisa mengajar, tetapi mesti hebat pada mata pelajaran yang diampuh. Jika tidak, mereka akan menularkan kebodohan.

Guru bukan spesialuntuk diwajibkan bisa menerangkan, tetapi mesti hebat bagaimana menyiapkan pembelajaran yang berkarakter, menarikdanunik, sekaligus sangat bahagia. Jika tidak, mereka akan menghambat kreativitas dan potensi penerima didik.

Guru bukan spesialuntuk diharuskan bisa mendidik, tetapi wajib terlebih lampau mempraktikkan, menjadi figur spesial, tokoh teladan, terutama dalam menjalankan nilai-nilai aksara dan moral. Jika tidak, mereka akan kehilangan kewibawaan dan penghormatan dari penerima didik.

Guru bahkan bukan spesialuntuk diwajibkan bisa mengetik, tetapi mesti hebat memakai teknologi terutama dalam menjalankan fungsi administatif -nya, termasuk dalam menyediakan media pembelajaran interaktif bin modern semoga mereka bisa menyamakan ritme dengan generasi millenial yang sepertinya butuh tenaga ekstra untuk dididik dan diarahkan.

melaluiataubersamaini adanya satu paket kompetensi dan kinerja yang mumpuni tersebut, barulah guru sanggup dikatakan sebagai sebenar-benarnya guru.

Polemik Pengangkatan Guru Honorer Menjadi CPNS

Pertanyaannya kemudian, mungkinkah syarat-syarat kepantasan yang disebutkan di atas bisa tercapai spesialuntuk dengan mengangkat guru honorer biasa menjadi CPNS secara eksklusif tanpa tes atau melalui seleksi yang profesional dan independen?

Tentu susah bukan. Atau bahkan tidak mungkin.

Oleh sebab itu, dalam rangka mempercepat reformasi guru di Indonesia di tahun 2018, dan sejalan dengan jadwal pemerintah, sebagaimana yang gres saja diumumkan wapres Jusuf Kalla, pengangkatan tenaga honorer, khususnya untuk profesi guru, barulah ideal jikalau melalui tahapan seleksi.

Tentu bukan belakang layar umum, kebanyakan guru honorer diangkat oleh pihak sekolah atau dinas pendidikan tanpa tes yang berarti. Walaupun tidak tiruananya setengah matang dalam kinerja dan kompetensi, saya mendapati di banyak sekali lembaga dimana sejumlah siswa mengeluh sebab guru mereka yang berstatus honorer kurang kompeten menyajikan pelajaran, bahkan ada yang hingga melaksanakan tindakan kurang sangat senang tetapi takut dan enggan melapor. Maukah kita mempercayakan generasi masa depan Indonesia ibarat itu? Tentu tidak bukan.

Jadi, sebagai kesimpulan, demi mewujudkan visi misi pendidikan nasional yang lebih baik, mengapa Indonesia tidak menentukan figur-figur terbaik bangsa ini melalui seleksi yang kompeten dan independen.

Dalam hal ini, baik guru honorer maupun alumni-alumni terbaik di seluruh pelosok negeri wajib mengikuti rangkaian seleksi yang ketat. Bukan melalui pengangkatan eksklusif tanpa tes.

Teknisnya, biarlah pemerintah yang menetapkan cara terbaik. Yang terpenting yaitu menentukan figur-figur terbaik untuk menjadi guru generasi Indonesia yaitu kewajiban bangsa ini. Hanya dengan cara ibarat itu, kurikulum 2013 atau semacamnya di masa depan sanggup bisa dijalankan dengan optimal.

Sama halnya di sepak bola, spesialuntuk instruktur terbaik yang bisa mengantarkan anak asuhnya rendah hati saat meraih kemenangan dan tidak praktis frustasi saat mendapatkan abadiahan.

Janganlah kita memaksakan mesin renta mengayuh sepeda dengan cepat di jalanan mendaki. Mana mungkin guru-guru rekrutan tahun 80-an dituntut memakai pembelajaran digital ala K-13 sementara realitanya, maaf, berlama-lama di depan laptop saja mereka tidak sanggup.

Semoga akidah baik dalam goresan pena ini sanggup terwujud, insya Allah.