Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Definisi Mistisisme Berdasarkan Pakar

Mistisisme didefinisikan oleh pakar dan filosofi, dengan aneka macam definisi. Beberapa definisi mistisisme antara lain:
  1. Keyakinan bahwa kebenaran terakhir wacana kenyataan tidak sanggup diperoleh melalui pengalaman biasa, dan tidak melalui pengalaman intelek (akal budi), namun melalui pengalaman gaib atau intuisi gaib yang non rasional.
  2. Pengalaman non rasional dan tidak biasa wacana realitas yang mencakup beberapa aspek seluruh realitas transenden (sesuatu yang melampaui duniawi) yang memungkinkan diri bersatu dengan realitas yang biasanya dianggap sebagai sumber atau dasar eksistensi tiruana hal.
  3. Mistisisme secara harfiah berarti pengalaman batin, yang tidak terlukiskan, khususnya yang memiliki ciri religius. Dalam arti yang luas dimengerti kesatuan yang mendalam dengan Allah. Arti yang sempit kesatuan luar biasa dengan Allah.
  4. Mistisisme yakni bahwa Tuhan dikenal di dalam bagian-bagian yang terdalam di dalam jiwa insan secara eksperinsial (pengelaman).
Definisi lain didiberikan oleh Rufus M. Jones dalam Dictionary of Philosophy sebagai diberikut: mistisisme mengandung arti bahwa yang paling sederhana dan paling pokok yakni suatu tipe agama yang mempersembahkan tekanan pada kesadaran yang pribadi berafiliasi dengan Tuhan, kesadaran akan kehadiran Tuhan yang pribadi dan akrab. Mistisisme ialah agama pada suatu tingkatan yang mendalam.
Kemudian beberapa definisi mistisisme yang dikemukakan oleh para penulis Barat, menyerupai dikutip oleh W.R. Inge dalam misticsm in religion diantaranya :
  1. Mistisisme yakni sebuah perasaan menyatunya diri dengan Tuhan (Attopfleiaener).
  2. Mistisisme yakni perilaku pikiran yang di dalamnya tiruana kekerabatan ditujukan untuk menjalin kekerabatan jiwa dengan Tuhan (Edward Caird).
  3. Mistik sejati yakni kesadaran bahwa apapun yang kita alami dalam kenyataannya spesialuntuklah sebuah elemen belaka yang mensiratkan adanya “sesuatu yang lain” (Ricard Nettleship).
Definisi lain yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi wacana gaib sejati yakni beliau yang memandang (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan melalui mata Tuhan: Dia yang menganggap (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan tetapi tidak melalui mata Tuhan bukanlah seorang gnostik (arif), dan beliau menganggap (melihat) Tuhan tidak dari Tuhan dan tidak pula dari dalam Tuhan, dan mengharapkan melihat beliau dengan matanya sendiri.
Terdapat perbedaan antara pengalaman gaib dan pengalaman kenabian dengan pengalaman-pengalaman lainnya. Namun demikian tidak simpel untuk pertanda fenomena ini dalam sebuah definisi yang sederhana. Spencer, sebut bahwa yang menjadi ciri utama gaib yakni klaim bahwa mereka mengadakan kekerabatan pribadi dengan yang transendental.
Apapun definisi yang didiberikan, yang perlu kita garis bawahi yakni bahwa pengalaman gaib sebagai salah satu bentuk pengalaman keagamaan tidak sanggup dilepaskan dari dimensi keagamaan yang lain menyerupai ritus, mitos, doktrin, adat dan sosial. Semua definisi yang didiberikan di atas, pengalaman gaib sanggup dibedakan dalam beberapa aspek, yaitu aspek pengalaman itu sendiri, aspek jalan, cara, sistem atau metode-metode kontemplasi yang terkait dengan pengalaman itu, dan aspek fatwa yang muncul atau lahir dari mistikus atau yang dipengaruhi olehnya.
®
Keputakaan:
Bagus Lorens, Kamus Filsafat, (Gramedia, Jakarta 1996). Ramdan, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, (LESFI, Yogyakarta, 1993). Ninian Smart, “The History of Mysticism” dalam Enciclopedia of Philosophy, Vol. 5. dan 6, (Macmillan Publising, New York). A.E. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995). Sidney Spencer, Misticismin World Religion, (George Allen dan Unwin Itd., 1965).