Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadis Sebagai Sumber Aturan Dalam Pandangan Imam Madzhab

Dalam soal hadis ini mulai timbul perbedaan di antara madzhab fikih Islam. Pertama antara golongan madzhab sunni dengan golongan syiah, golongan yang terakhir ini tidak mau mendapatkan hadis, kecuali yang isnadnya hingga kepada andal bait (keluarga Rasul). Para andal hadis dari golongan ini, bahwa tiruana hadis yang diterima bukan dari andal bait Nabi saw yaitu batal. Perselisihan antara beberapa madzhab sunni sendiri yang berakibat mereka ini terpecah menjadi dua golongan besar, yaitu golongan pedoman ra’yi yang berpusat di Irak dan golongan pedoman andal hadis di hijaz.
Dari madzab golongan sunni ada empat macam madzhab yaitu madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, dan madzhab Hambali. Ketiruananya tidak sama dalam melihat hadis sebagai landasan hukum
Pertama: madzhab Hanafi. Madzhab Hanafi terambil dari nama Imam Abu Hanifah. Dalam menyusun ilmu fikih, Abu Hanifah pertama-tama mencari keterangan dari al-Quran, jika dalam al-Quran tak diperoleh suatu keterangan ia mencarinya dalam Sunnatur Rasul. Hadis yang shahih dan masyhur, yang tersiar dalam kalangan orang yang terpercaya.
Bila ternyata dalam al-Quran tidak diemuka, maka dia mencurahkan segala kemampuannya dalam menggali dalil dari al-Quran dan hadis untuk tetapkan aturan yang bersangkutan. Tindakan yang terakhir ini dinamai Ijtihad, Abu Hanifah termasuk seorang Imam yang paling pintar dalam urusan “qiyas.”
Kedua: Madzhab Maliki. Madzhab Maliki mengambil dari nama Imam Maliki, Dalam tetapkan suatu hukum, dasar yang dipergunakan Imam Maliki tidak tidak sama dengan Imam Hanafi, yakni mula-mula mencari keterangan dari al-Quran, jika tidak diketemukan dicarinya dalam hadis yang shahih. Hadis yang diterimanya dari gurunya yang ada di Hijaz, yang berjumlah tidak kurang dari 25 Syaikh (guru).
Beda ia dengan Imam Hanafi dia ia memandang amal perbuatan yang dilakukan orang kota Madinah yaitu suatu hal yang sanggup mempengaruhi kedudukan suatu aturan dan patut diperhatikan, alasannya yaitu kota Madinah ialah kawasan Rasul dan para sobat dekatnya tinggal. Para sobat bersahabat mendapatkan segala sesuatu yang berkenaan dengan agama yang eksklusif dari Rasul. Oleh lantaran itu, tentulah segala perbuatan yang dilakukan orang Madinah itu secara turun-temurun. Terutama perbuatan yang berasal dari perbuatan yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khathab. Demikian pula halnya segala perbuatan para Imam yang berada di Madinah.
Hadis dalam pandangan Imam Maliki menhadirkan aturan gres yang tidak disebut dalam al-Quran. Hadis Nabi berfungsi adakalanya untuk membuktikan al-Qur’an dan adakalanya menhadirkan aturan gres dalam syariat Islam. Ia berasal dari hadis yang khususnya dijadikan amal andal Madinah.
Madzhab Syafi’i. Madzhab Syafi’i mengambil dari nama Imam Syafi’i. Dalam hal menyebabkan hadis sebagai landasan hukum, Imam Syafi’i tetapkan aturan serta hujjah-hujjah dengan lebih terang dan lebih terperinci dari pada Imam-imam lainnya. Hal itu disebabkan lantaran Imam Syafi’i tak tinggal membisu di satu kawasan saja. Beliau berkeliling ke banyak sekali negeri lainnya, sehingga berpeluang untuk bertemu dengan para Imam di negeri-negeri tersebut. Antara lain ia bertemu dengan Imam Ahmad di Baghdad. Selain dari pada itu, beliaupun sudah menyusun sebuah kitab Ushul Fiqih yang berjulukan Risalatusy-Syafi’i.
Imam Syafi’i tetapkan aturan berdasarkan ayat-ayat al-Quran, berdasarkan zahir ayat yang bersangkutan, menfahamkan ayat itu dalam arti yang hakiki dan gres ia fahamkan dalam arti lainnya jika terdapat “qarinah” atau dasar lain yang sanggup menyimpangkan pengertian hakiki termasuk pada arti selain arti itu.
Perihal hadis Nabi, Imam Syafi’i berpendapat, bahwa hadis yang sanadnya tunggal (khabar ahad) sanggup diterima sebagai hujjah dengan syarat periwayat-periwayatnya itu termasuk orang-orang yang sanggup diandalkan dan berpengaruh ingatannya. Hal ini tidak sama dengan pendapat Imam Maliki yang mempersembahkan syarat “masyhur.”
Madzhab Hambali. Madzhab Hambali mengambil dari nama Imam Ahmad bin Hambal. sepertiyang halnya dengan Imam Syafi’i bahwa Imam Ahmad mendapatkan hadis yang bersanad tunggal sebagai hujjah. Dia mendapatkan hadis tersebut tanpa syarat, asal benar-benar itu shahih keadaannya.
Secara umum keempat Imam Madzhab tersebut memposisikan hadis dalam posisi yang sangat penting dan mendasar dalam menformulasikan aturan mereka yaitu pada posisi setelah al-Quran, meskipun diantara keempatnya mempunyai karakteristik yang tidak sama.
®
Kepustakaan:
Abdurrahman, Perbandingan Madzhab-madzhab, (Bandung, Sinar Baru, 1986). Ahmad Sudjono, Filsafat Hukum Dalam Islam, (Bandung, Al-Ma’arif, 1981).