Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jenis-Jenis Hak Dasar Politik

Dalam Konvenan Internasional Sipil dan Politik ICCPR (International Convenan on Civil and Political Rights) disebutkan bahwa keberadaan hak-hak dan kebebasan dasar insan di klasifikasikan menjadi dua jenis:
Pertama kategori neo-derogable, ialah hak-hak yang bersifat adikara dan dihentikan dikurangi, walaupun dalam keadaan darurat. Hak ini terdiri atas; (i) hak atas hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (right to be free from slavery); (iii) hak bebas dari penahanan alasannya gagal dalam perjanjian (utang); (iv) hak bebas dari pemidanaan yang bersifat surut, hak sebagai subjek hukum, dan atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, agama.
Kedua, kategori derogable, ialah hak-hak yang boleh dikurangi/ dibatasi pemenuhannya oleh negara pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini mencakup (i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat/ berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima, dan memdiberi gosip dengan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan/ tulisan).
Namun demikian, bagi negara-negara pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi penyimpangan atas kewajiban dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Tetapi penyimpangan itu spesialuntuk sanggup dilakukan apabila sebanding dengan bahaya yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, ialah demi; (i) menjaga keamanan/ moralitas umum, dan (ii) menghormati hak/ kebebasan orang lain. Dalam hal ini Rosalyn Higgins sebut bahwa ketentuan ini sebagai keleluasaan yang sanggup disalahgunakan oleh negara.
AS Hikam dalam pemaparannya sebut adanya beberapa hak-hak dasar politik yang inti bagi masyarakat negara diantaranya; hak mengemukakan pendapat, hak berkumpul, dan hak berserikat.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, tercantum adanya keberadaan hak politik sipil dalam beberapa pasal. Pada pasal 27 ayat 1 terkena persamaan kedudukan tiruana masyarakat negara terhadap aturan dan pemerintahan; pasal 28 ihwal kebebasan, berkumpul dan menyatakan pendapat; dan pasal 31 ayat 1 ihwal hak setiap masyarakat negara untuk mendapatkan pendidikan.
Makara secara ringkas sanggup dikatakan bahwa hak-hak politik masyarakat Indonesia yang dijamin oleh UUD, ialah hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi lain yang dalam waktu tertentu melibatkan diri ke dalam kegiatan politik; hak untuk berkumpul, berserikat, hak untuk memberikan pandangan atau fatwa ihwal politik, hak untuk menduduki jabatan politik dalam pemerintahan, dan hak untuk menentukan dalam pemilihan umum. Yang mana tiruananya direalisasikan secara murni melalui partisipasi politik.
Adapun keseluruhan penerapan hak politik sipil dibedakan atas dua kelompok:
Hak politik yang dicerminkan oleh tigkah laris politik masyarakat. Biasanya penerapannya berupa hak pilih dalam pemilihan umum, keterlibatan dalam organisasi politik dan kesertaan masyarakat dalam gerakan politik menyerupai demonstrasi dan huru-hara.
Hak politik yang dicerminkan dari tigkah laris politik elit. Dalam hal ini, tingkah laris elit difahami melalui tata cara mem perlakukan kekuasaan, penerapan kekuasaan dan bentuk kekerabatan kekuasaan antar elit, dan dengan masyarakat.
Pelaksanaan dan Penerapan hak politik sipil dipergunakan baik oleh masyarakat umum ataupun elit sipil. Namun dalam implementasi sering dilakukan pelanggaran oleh pihak elit sipil. Bahkan tidak jarang keberadaannya justu melemahkan dan meniadakan keberadaan hak-hak dasar tersebut. Maka dalam penciptaan sistem kenegaraan demokratis tidak sanggup disandarkan semata pada niat baik para pemegang kekuasaan.
®
Kepustakaan:
Ifdhal Kasim, Hak Sipil dan Politik–Esei-esei Pilihan Buku I. (Jakarta: 2001). Undang-Undang Dasar 45 Sampai Perubahan Keempat dalam Sidang Tahunan MPR 2002. (Jakarta: Pustaka Amani, t.th). Afan Gaffar, Politik Indonesia-Transisi Menuju Demokrasi. (Yogyakarja: Pustaka Pelajar, 2000).