Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendapat Ulama Dalam Persoalan Nusyuz

Dalam memilih aturan nusyuz, para ulama sepakat dalam menuntaskan nusyuz mengacu pada surat an-Nisa Ayat 34, yaitu apabila istri nusyuz yang harus dilakukan oleh suaminya yaitu menasehatinya, apabila sang istri tidak berubah dari nusyuznya, maka suami memisah ranjang dan apabila istri tidak juga berubah maka suami mengambil langkah yang terakhir yaitu memukulnya. Tetapi yang menjadi perbedaan pendapat yaitu kriteria seorang istri dikatakan nusyuz dan seberapa batasan suami diperbolehkan memisah ranjang dan memukulnya.
Untuk lebih jelasnya dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 34:
...wanita-wanita yang engkau khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah dan pisahkanlah mereka ditempat pulas mereka, dan pukullah mereka. Kemudian kalau mereka mentaatimu, maka tidakbolehlah engkau mencari-cari jalan untuk menyusahkannya..
Dalam kitab Tafsir al-Maraghi, ayat ini ditafsirkan sebagai diberikut:
Maksudnya: Wanita-wanita yang kalian asumsi akan sombong dan kalian khawatirkan mereka tidak akan memenuhi hak-hak suaminya, maka kalian sanggup memperlakukan mereka dengan cara:
Tahap Pertama : Menasehati
Kalian mulai dengan mempersembahkan nasehat yang berdasarkan kalian sanggup mempersembahkan efek pada pribadi-pribadi istri. Karena sebagian dari perempuan itu ada yang sanggup tersentuh jiwanya dan mempersembahkan pengingat wacana adanya siksa Allah dan juga amarah Allah, ada juga yang sanggup besar lengan berkuasa dikala nasehat itu dalam bentuk bahaya dan juga peringatan terhadap siksaan yang sangat pedih di dunia, seperti: penghinaan para musuh dan larangan terhadap mereka untuk mendapatkan dan memakai sesuatu yang mereka sukai, seperti: pakaian, komplemen dll.
Tahap Kedua: Memalingkan diri dari kawasan pulas
Dalam hal ini sanggup terealisasi dengan mencegah dirinya dari istrinya di kamar pulas dengan memalingkan dan memisahkan diri (karena tradisi yang sudah berlaku bahwa berkumpul suami istri dalam satu ranjang sanggup menyatukan batin atau ketenangan jiwa) dengan ini sanggup menyadarkan istri yang sedang nusyuz.
Tahap Ketiga: Memukul
Memukul yang tidak menyakiti maksudnya memukul yang tidak menyakiti atau sangat menyakitkan (membabi buta) menyerupai : memukul dengan tangan atau dengan tongkat kecil.
Menurut Sayyid Sabiq, yang dinamakan istri menyeleweng yaitu yang durhaka kepada suaminya, tidak taat kepadanya atau menolak diajak ke kawasan pulasnya atau keluar dari rumahnya tanpa seizin suaminya. Menasehati istri yaitu mengingatkann ia kepada Allah, menakut-nakuti ia dengan nama Allah dan mengingatkannya wacana kewajiban kepada suami dan hak-hak suaminya yang wajib ditunaikan, memalingkan pandangannya dari hal-hal yang dosa dan perbuatan yang dosa dan perbuatan durhaka, mengingatkannya akan kehilangan nafkah, pakaian, dan ditinggalkan di kawasan pulas sendirian. Adapun mendiamkan istri dengan tidak mengajaknya berbicara boleh dilakukan asal tidak lebih dari 3 hari.
Menurut Muhammad Rashid Ridha, bahwa perempuan-perempuan yang melaksanakan nusyuz itu tidak memiliki jiwa dan tabiat yang sama, maka apa yang akan dilakukan lebih lampau, memdiberi nasehat atau meninggalkan kawasan pulas dan sebagainya diserahkan kepada si suami, lantaran ada perempuan yang sanggup mendapatkan nasehat yang lemah lembut dan ada pula yang spesialuntuk merasa takut kalau ia diancam dengan perkataan yang berangasan dan sebagainya. Sebab itu hendaklah diketahui apa sebabnya nusyuz itu timbul, apa alasannya yaitu karenanya. Sebenarnya nusyuz itu bukanlah sopan santun orisinil perempuan, melainkan sifat yang timbul kemudian.
Jika istri sudah kelihatan nusyuz dengan adanya perubahan pada gerak-geriknya sudah berubah dari yang biasanya dalam melayani suaminya. Jika sudah terjadi demikian sepakat lebih lampau didiberikan anutan atau nasehat dengan cara yang baik. Jika nasehat itu tidak memdiberi hasil, barulah boleh ditinggalkannya kawasan pulas (sceiding van bed) dengan istrinya itu. Menurut Ibnu Abbas tidakboleh dilawannya berbicara. Menurut Said bin Zubair, ditinggalkannya dari mencampuri istrinya. Sedangkan berdasarkan Sya’bi, ditinggalkannya sebantal segulingan dengan istrinya (tidak menyetubuhinya).
Dalam kitab Tazkiyatun Nafs, bahwa kalau terjadi pertengkaran antara suami dan istri, kalau problem yang ditimbulkan itu berasal dari mereka berdua atau dari pihak suami, maka istri tidak boleh menaati suaminya. Jika problem itu tidak sanggup didamaikan, maka mestilah ada dua orang hakim dari pihak suami dan dari pihak istri untuk mereview problem mereka berdua dan mendamaikannya. Seorang suami yang bijak apabila melihat gejala istrinya nusyuz, ia tidak pribadi menghakiminya, tetapi ia akan berfikir mengapa istrinya melaksanakan hal itu. Mungkin saja istrinya nusyuz dikarenakan tindakan suami, semisal suami kurang layak dalam mempersembahkan nafaqah.
Tentang hal pemukulan terhadap istri yang tidak mau berubah dari nusyuznya setelah dinasehati dan dipisah ranjang, para ulama menyepakati suami diperbolehkan memukulnya dengan catatan pukulan yang tidak mencederai, tidak menyakiti, tidak mematahkan tulang, dan tidak menyebabkan fisiknya mengalami pendarahan. Seorang suami juga tidakboleh memukul cuilan wajah istrinya lantaran hal itu dilarang. Dan lebih bijak apabila suami menghindari memukul terhadap istri.
Tentang gugurnya nafaqah bagi istri yang nusyuz, ulama beropini bahwa istri yang membangkang tidak berhak memperoleh nafkah. Tetapi ada sebagian fuqaha yang beropini bahwa istri yang membangkang berhak memperoleh nafkah.
Silang pendapat ini disebabkan oleh adanya dalil umum wacana pengertian nafkah. Ketentuan umum tersebut yaitu sabda Nabi Muhammad saw:
Dari jabir ra dari Nabi saw. Dalam Hadis Haji yang panjang, bersabda: Tentang sebut wanita: “Kalian wajib mempersembahkan nafkah pada mereka dan memdiberi pakaian dengan cara yang baik.”
Muhammad At-tihami dalam kitabnya Qurratul Uyun, menyatakan bahwa istri yang nusyuz atau tidak ta’at pada suaminya diancam dengan siksa di neraka menyerupai hadis yang berbunyi:
“Wanita manapun yang tidak setia di kawasan pulas suaminya, maka Allah swt niscaya akan memasukkan ke dalam neraka, lalu dari mulutnya keluar nanah, darah, dan bisul busuk.
®
Kepusatakaan:
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Baerut: Darul Faqir, Juz 3-4, 1974). Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). Sa’ad Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin, (Terjemah Sa ’id Hawwa, Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus), (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006). Hafizh Ali Syuaisyi, Kado Pengantin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006). Abdul Walid Muhammad Bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut: Darr Al-Jiil, 1989).