Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendapat Ulama Perihal Aturan Alkohol

Imam al-Qurthubi berkata, dominan ulama memandang dan menghukumi bahwa khamar atau alkohol adalah haram. melaluiataubersamaini pandangan syariat ihwal jelek dan kotornya, serta perintah untuk menjauhinya,menunjukkan bahwa Khamar itu najis.
Menurut para imam madzab yang empat setuju bahwa hukum alkohol dan khamar yakni najis. Karena dalam firman Allah, Rijs menawarkan bahwa khamar itu najis. Karena al-Rijs dalam arti kebahasaan yakni najis. Kemudian, seandainya kita tidak tetapkan sebuah syara kecuali ketika menemukan nashnya, maka syariat akan banyak yang termembuang, sebab nash-nash ihwal syariat dibanding permasalahan yang ada sedikit jumlahnya.
Menurut Rabi’ah al-Ra’y guru Imam Malik, Imam al-Hasan al-Bashri, al-Muzani (anakdidik Syafi’iy) Imam al-Laits bin Sa’d dan beberapa ulama terakhir dari Baghdad dan Irak, beropini bahwa khamar dan alkohol yakni suci.
Said bin al-Haddad al-Qurawi berdalil ihwal kesucian khamar atau alkohol dengan alasana bahwa ketika itu, khamar ditumpahkan di jalanan kota Madinah. Menurutnya, seandainya khamar itu najis, mana mungkin para teman akrab ra akan melaksanakan hal itu, dan Rasulullah saw tentu akan melarangnya sebagaimana dia melarang membuang air besar di jalanan.
Pendapat Sa’id al-Haddad al-Qurawi ihwal kesuciannya dipatahkan oleh imam al-Qurthubi bahwa ditumpahkannya khamar di ruas-ruas jalan Madinah bukan lantas aturan alkohol ataupun khamar suci. Hal ini sanggup dijawaban bahwa pendapat Sa’id tersebut ialah qiyas ma’a al-fariq (menganalogikan dua objek yang sifatnya berlainan).
Buang air besar di jalanan yakni sikap yang tidak sejalan dengan adat yang mulia. Sebab, ketika setiap orang diperbolehkan membuang air besar di jalanan, tentu kebiasaan ini akan berlanjut pada masa diberikutnya. Padahal sikap ini mengandung unsur bahaya, sebab pengguna jalan merasa terganggu dengan kondisi jalanan yang selalu najis dan kotor.
Berbeda halnya dengan khamar ataupun alkohol yang spesialuntuk ditumpahkan pada ketika pengharamannya, tidak dilakukan berulang kali setiap ketika pengharamannya, tidak dilakukan berulang kali setiap ketika ibarat yang tejadi ketika membuang air besar di jalanan.
melaluiataubersamaini begitu, perbedaan pendapat diatas akan diberimbas pada aturan memakai zat cair yang memabukkan dalam alat-alat kosmetika, ibarat parfum. Bagi ulama yang beropini bahwa khamar atau alkohol itu najis, maka keharamannya mencakup beberapa aspek penerapan bahan-bahan najis atau yang mengandung najis, baik untuk makan, minum, atau penerapan yang lain. Sedangkan bagi ulama yang beropini bahwa khamar atau alkohol itu suci, maka halal mencakup beberapa aspek penerapan bahan-bahan najis atau yang mengandung najis, baik untuk makan, minum, atau penerapan yang lain.
Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu canggih, maka pendapat ulama kontemporer berkenanan alkohol dan khamar itu tidak sama hukumnya. Alkohol hukumnya suci dan khamar hukumnya haram. Karena partikel yang terkandung dari keduanya tidak sama.
®
Kepustakaan:
Ali Mustapa Yaqub, Kriteria Hala Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits, (Jakarta; PT. Pustaka Firdaus, t.th). Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Ja’fari, ditejemahkan oleh Samsuri Rifai, dkk, (Jakarta: Lentera, 1996).