Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendapat Ulama Perihal Menggunakan Emas Bagi Pria Dan Perempuan

Para ulama tidak sama pendapat dalam tetapkan aturan menggunakan emas bagi pria. Menurut al-Jaziri, haram atas orang laki-laki dan perempuan mempergunakan emas dan perak sebagai bejana. Alasan dilarangnya yaitu lantaran dengan mempergunakannya sanggup mengakibatkan remuknya hati orang-orang fakir yang tak bisa mendapatkannya. Oleh lantaran itu syariat Islam mengharamkan atas orang laki-laki dan perempuan memakainya, kecuali dalam keadaan yang menghendakinya.
Syariat lslam memperbolehkan kaum perempuan berhias dengan emas dan perak, lantaran berhias bagi mereka ialah suatu kebutuhan yang pokok. Bagi orang laki-laki Islam diperkenankan menggunakan cincin dari perak. Karena adakala mereka perlu menulis namanya di atas cincin itu. Begitu pula Islam memperkenankan menggunakan yang sedikit sekedarnya tidak mengurangi jatah emas dan perak. Namun demikian, sebagaimana haram menggunakan emas dan perak, maka haram pula menyimpannya tidak untuk dipakai. Kecuali apabila ada maksud dijadikan barang sewaan kepada orang yang boleh memakainya. Demikian juga haram makan dengan sendok emas atau perak, dan membuat alat pencelak dari emas atau perak serta kaca, pena tinta, sisir, pedupaan dan botol minyak wangi, membuat cangkir kopi dari emas dan perak, membuat daerah jam, buyung tembakau dan lain-lainnya.
Sejalan dengan keterangan di atas, Syekh Abu Syujak menyampaikan diharamkan atas laki-laki menggunakan pakaian sutera dan cincin emas itu, dan dihalalkan untuk wanita. Banyak dan sedikit emas, hukumnya sama saja.
Menurut mazhab Hanafi, boleh menghias rumah dengan bejana- baskom emas dan perak dan bukan mempergunakannya dengan syarat tidak untuk bermegah-megahan dan kesombongan, sebagaimana boleh duduk di atas sutera dan berbantal dengannya jikalau tidak untuk bermegah-megahan dan kesombongan. Sementara berdasarkan madzhab Maliki, tidak mengapa bagi orang laki-laki memperhias pedangnya dengan perak dan mas. Baik yang pribadi ibarat genggamannya maupun yang tidak pribadi ibarat sarung pedangnya. Adapun pedang orang perempuan maka haram dihias, lantaran tiada diperkenankan bagi kaum perempuan kecuali spesialuntuk mengenakan emas dan perak.
Demikian juga haram menghias tiruana alat-alat perang. Tidak ada halangan menghias kulit mushaf belahan luarnya dengan mas atau perak untuk mengagungkannya. Adapun memperhias kulit mushaf belahan dalamnya dengan emas dan perak atau menuliskannya dengan emas dan perak juga memdiberi tanda juz-juznya ialah makruh, dan terkena kitab-kitab selain mushaf maka secara mutlak haram dihias dengannya.
detoxpedia.com
Selanjutnya berdasarkan madzhab Maliki bagi seorang laki-laki yang hilang atau lepas giginya atau terpotong hidungnya boleh menggantinya dengan emas atau perak. Boleh bagi orang laki-laki pula mengenakan cincin dari perak seberat dua dirham, lantaran sebetulnya Rasulullah saw mengenakan cincin dari perak seberat dua dirham, maka kita boleh melakukannya dengan dua syarat, yaitu dengan mau mengikuti jejak Rasulullah saw, dan spesialuntuk satu biji
Maka tidak boleh lebih dari satu, meskipun seluruhnya spesialuntuk seberat dua dirham. Apabila cincin tersebut beratnya lebih dari dua dirham maka hukumnya haram. Begitu pula apabila dicampur; sebagian dari mas dan yang sebagian dari perak maka haram memakainya walaupun emasnya spesialuntuk sedikit. Cincin tersebut sunnah digunakan di jari kelingking dari tangan kiri dan makruh pada jari kelingking dari tangan kanan. Adapun cincin berlapis, yaitu cincin yang terbuat dari materi selain mas dan perak kemudian dilapis dengan mas dan perak maka ada dua pendapat yang sama kuatnya.
Sedang terkena cincin berselaput, yaitu cincin yang terbikin dari materi emas dan perak, kemudian ditutup tipis dengan tembaga atau timah, yakni cincin ini kebalikan dari cincin tersebut di atas, maka didapati dua pendapat, yaitu pendapat yang melarang, dan pendapat yang memperbolehkan
Namun yang bisa dipegangi ialah pendapat yang pertama yaitu pen- sanggup yang melarang. Adapun baskom mudhabbab yaitu baskom yang terbuat dari kayu dan sesamanya yang pecah kemudian dirapatkan dengan tali dari emas atau perak maka ada dua pendapat yang sama kuatnya; yaitu satu pendapat melarangnya sama sekali dan pendapat yang lain memperbolehkan dengan makruh. Disamakan hukumnya dengan baskom ini ialah baskom yang dipasang bulat untuk digantungkan.
Maka bagi laki-laki maupun perempuan, haram menggunakan emas dan perak sebagai baskom contohnya untuk makan atau untuk minum, berdasarkan sabda Rasulullah saw. Demikian pula emas dan perak tidak boleh dibentuk daerah minyak wangi, pomade atau lainnya.
Apabila pelana kuda, pisau, pisau besar, pengekang kuda atau sesamanya dilapis dengan emas atau perak maka hukumnya khilaf; ada pendapat yang melarang dan ada pula yang memperbolehkan. Adapun membuat genggaman pisau dan sesamanya dari emas atau perak maka spesialuntuk ada satu pendapat yaitu haram. Bagi kaum laki-laki dan perempuan makruh menggunakan cincin dari besi, timah atau tembaga. Tetapi boleh menggunakan cincin dari akik dan sesamanya.
Adapun berdasarkan mazhab Syafi'i, bagi orang laki-laki dan perempuan boleh membuat hidung atau jari-jari dari emas atau perak. Demikian juga diperbolehkan bagi seseorang yang sudah lepas giginya memasang emas atau perak sebagai gantinya. Juga menghias mushaf dengan perak, tetapi tidak boleh jikalau dengan emas kecuali bagi orang perempuan. Adapun mengecap atau mengolesnya dengan emas atau perak maka tidak boleh. Menurut pendapat yang sanggup dipegangi boleh menulis mushaf dengan emas atau perak bagi orang laki-laki atau perempuan. Boleh menggunakan baskom dari emas atau perak yang dilapis tebal dengan tembaga atau sesamanya sekiranya tidak tampak bekas dari api.
Demikian pula boleh menghias peralatan perang dan melapisnya dengan perak bagi orang laki-laki dan bukan bagi orang perempuan. Dan boleh memperbaiki baskom dengan rantai atau pedang yang lebar dari perak asal kecil. Apabila besar maka hukumnya makruh jikalau memakainya dikarenakan darurat. Apabila tidak lantaran darurat maka haram hukumnya. Yang dimaksud besar ialah apabila rantai tersebut sanggup melingkari seluruh tepi bejana, sedangkan yang dimaksudkan kecil ialah apabila tidak sanggup melingkari seluruh tepi bejana. Namun juga ada pendapat yang menyatakan bahwa kecil dan besarnya rantai itu ditentukan oleh budpekerti kebiasaan (urf). Bagi orang laki-laki diperkenankan menyimpan pemanis emas dan perak dengan tujuan disewakan kepada siapa saja yang boleh memakainya dengan tanpa ada silang pendapat dalam madzhab.
Menurut golongan Hanafiyyah, apabila ada masakan dan sesamanya diletakkan di atas baskom yang terbikin dari emas dan perak maka tiada halangan seseorang yang makan meletakkan tangannya secara pribadi (menyentuh) atau dengan sendok untuk menyuap.
Yang dihukumkan makruh tahrim ialah apabila orang yang sedang makan tadi memegangi baskom yang terbikin dari emas dan perak tersebut kemudian dipergunakan ibarat ia mempergunakan ceret yang terbuat dari perak yang digunakan untuk mengambil air dari kolam kemudian disiramkan ke atas kepala.
Tidak ada larangan makan dan minum dengan baskom yang dilapis dengan emas atau perak dengan syarat apabila belahan yang ada emas atau peraknya berada di arah dalam. Begitu pula tidak ada larangan menggunakan bejana, kursi, daerah pulas dan sesamanya yang ditambal dengan emas atau perak apabila ia tidak menyentuh pada belahan yang ada emas atau perak.
Boleh mengenakan pakaian yang dilukis dengan emas dan perak. Begitu pula boleh menggunakan tiap-tiap barang yang disepuh/lapis dengan emas dan perak apabila setelah ia meleleh/mencair tidak mempunyai harga tersendiri. Tidak makruh meletakkan emas atau perak pada mata pisau atau pegangan pedang dengan syarat tidak memegangi pada belahan yang ada emas dan peraknya pada ketika mempergunakannya.
Tidak ada larangan menghias pedang dan talinya termasuk menghias sabuk dengan perak, bukan dengan emas. Apabila dengan emas maka hukumnya makruh tahrim. Adapun menghias pisau, gunting, daerah pena, daerah tinta dan beling dengan emas maka hukumnya makruh tahrim. Kalau dengan perak maka ada dua pendapat. Tidak ada larangan membuat jarum jam, paku pintu dan sesamanya dengan emas dan perak. Mengenai membuat pintu dari emas atau perak maka hukumnya makruh tahrim.
Salah seorang ulama Aceh, TM. Hasbi Ash Shiddieqy menyatakan: Jumhur ulama berkata, menggunakan cincin emas ialah haram bagi orang laki-laki. Begitu juga cincin yang sebagiannya dari emas dan sebagiannya dari perak. Jumhur ulama membolehkan kaum perempuan menggunakan pemanis emas, baik berupa cincin, kalung, gelang dan sebagainya, baik sudah bersuami ataupun belum, baik masih muda ataupun sudah tua.
Dalam pada itu jumhur ulama membolehkan belum dewasa menggunakan pemanis emas pada hari-hari besar saja. Mengenai hari-hari yang lain, ada yang mengatakan, boleh, dan ada yang menyampaikan tidak. Ada yang membolehkan bagi anak yang belum mumayyiz, tidak membolehkan bagi anak yang sudah mumayyiz.
®
Kepustakaan:
Taqiyuddin Abubakar ibn Muhammad al-Hussaini, Kifayat Al Akhyar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th). T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2003). TM.Hasbi Ash Shiddiqie, Koleksi Hadits-Hadits Hukum, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001).