Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Nikah Mut'ah Dan Nikah Sunah

Agar lebih jelas, terkena problem nikah Mut’ah, acuan ini akan memaparkan perbedaan nikah Mut’ah dengan nikah sunah (istilah nikah selain Mut’ah atau yang umumnya dilaksanakan Ahl Sunnah wa al-Jamaah) sebagai diberikut:
Pertama, bahwa nikah Mut’ah harus disebutkan batas waktu yang terang dan disahkan untuk hidup bersama, bila tidak disebut, berdasarkan ulama Syiah, dia menjadi infinit dan berdasarkan ulama lainnya dia menjadi tidak sah, sedangkan dalam nikah sunnah dihentikan disebut batas waktu alasannya yaitu seharusnya dia abadi.
Kedua, mahar ialah rukun nikah sehingga bila tidak disebutkan dalam janji pernikahan Mut’ah tidak sah. Sedangkan dalam nikah sunnah, mahar bukan rukun sehingga bila tidak disebut dalam pernikahan tetap sah.
Ketiga, Iddah (masa menunggu) bagi nikah Mut’ah setelah habis masa perjanjian nikah yaitu dua kali haid. Hal ini tidak sama dengan iddah pada nikah sunnah yakni tiga kali haid.
Keempat, suami-isteri dalam nikah sunnah saling mewarisi, sedangkan dalam nikah mut’ah diperselisihkan. Ada yang berpendpat saling mewarisi dan ada juga yang beropini sebaliknya.
Kelima, tidak ada kewajiban nafkah atas suami bagi wanita yang dinikahi secara Mut’ah, kecuali bila disyaratkan dalam akad. Berbeda dengan nikah sunnah nafkah ialah ialah kewajiban suami.
Demikian beberapa perbedaan antara nikah sunnah dengan nikah mut’ah dengan nikah sunnah. Namun, meski lebih banyak didominasi memahami dari kumpulan teks keagamaan, bahwa nikah Mut’ah haram dan terlarang dalam pandangan agama, mereka tidak menamakannya dengan zina.
Menurut irit penulis, bila kita hendak menempuh jalan kehati-hatian, tidak melaksanakan Mut’ah jauh lebih kondusif dari pada melakukannya. Kalau hendak menempatkan wanita dalam kedudukan terhormat, tentu seorang pun tidak akan rela melaksanakan Mut’ah, alasannya yaitu bila hendak meraih kesucian jiwa, menghindari sedapat mungkin ke arah dosa sekecil apapun.
®
Kepustakaan:
M. Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta hingga Seks dari Nikah Mut’ah samapi Nikah Sunnah dari Bias Lama hingga Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2002). Sirajuddin Akbar, I’tikad Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1980). Ahmad Zen al-Kaf. Dialog Apa dan Siapa Syiah (Surabaya: Pustaka al-Bayyinah, 2005).