Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puisi Kebangsaan - Saya Bangsaku

INIRUMAHPINTAR - Puisi diberikut ini berjudul - Aku Bangsaku bertemakan cinta tanah air dan kebangsaan. Puisi ini lahir untuk membangkitkan rasa nasionalisme dan identitas orisinil bangsa Indonesia yang kian luntur tergerus oleh zaman dan dijarah oleh orang-orang berhati kerdil. Semoga menjadi wangsit bagi kita tiruana biar mengabdi lebih tinggi untuk satu cinta satu negeri, Indonesia.

sumber ilustrasi : Wikipedia

Aku Bangsaku 

Karya: Ahn Ryuzaki

Aku yakni keluhuran yang tak boleh luntur tertelan peradaban
Aku yakni kehidupan yang tak boleh mati alasannya kepentingan
Aku yakni kekuatan yang tak boleh ditenggelamkan kemunafikan
Aku yakni keberkahan yang tak boleh lenyap tertindas keserakahan

Aku yakni nafas yang terus berhembus tanpa batas
Aku yakni rindu yang setia senantiasa menemani waktu
Aku yakni jantung yang terus berdetak merangkai santun
Aku yakni pekerti yang menyatukan jiwa dalam satu nadi

Aku yakni air nirwana pelepas dahaga insan bernyawa,
Aku yakni tanah berselimutkan alam kaya melimpah ruah,
Aku yakni api yang memperabukan gelora kebangkitan asa,
Aku yakni angin yang meniupkan gigih ke dalam raga.

Aku yakni jajaran pulau-pulau berpagar samudera
Aku yakni ragam budaya bermahkota kasih dan cinta
Aku yakni nusantara yang ramah berpantang marah,
karena, saya yakni bangsaku, tanah air Indonesia

Makna Puisi

Bagaimana menyelami makna puisi di atas? Salah satunya dengan mengubah puisi di atas menjadi bentuk prosa. Itulah salah satu cara melaksanakan Apresiasi Puisi. Mari kita simak selengkapnya diberikut ini:

Di bait pertama, hal fundamental yang bisa diketahui yakni penulis atau pengarang puisi memakai sudut pandang penokohan sebagai orang pertama "aku". Kemudian penulis mengibaratkan dirinya sebagai keluhuran, kehidupan, kekuatan, dan keberkahan. Keempatnya diperlukan tetap kokoh dan bertahan sebagaimana mestinya. Tidak boleh tergerus oleh kejamnya peradaban manusia. Nilai-nilai luhur bangsa mirip menjunjung tinggi kebersamaan dalam bentuk bersama-sama seharusnya dihentikan hilang spesialuntuk alasannya egoisme sentris yang mengerayangi dari banyak sekali sisi. Kehidupan yang bahagia menyebarkan pun tidak semestinya dikesampingkan dan spesialuntuk dijadikan pencitraan oleh sebagian orang. Begitu pula, kekuatan bangsa, selalu bersama meski tidak sama, harus selalu ditanamkan dalam tekad dan niat. Jangan hingga dirusak oleh oknum-oknum munafik yang rela menjual bangsanya demi kepentingan pribadi atau golongan. Terakhir, di bait ini penulis menegaskan bahwa keberkahan dari Allah yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia berupa kekayaan alam melimpah, baik di air, laut, daratan, dan udara tidakboleh hingga habis terkuras bukan untuk kepentingan bangsa. Malah dibiarkan ludes demi keserakahan.

Selanjutnya di bait kedua, penulis atau pengarang masih konsisten memakai sudut pandang "aku". Kini pengibaratan diri pengarang diterjemahkan sebagai nafas, rindu, jantung, dan pekerti. Keempatnya diperlukan terus menjadi spirit dan roh kekuatan bangsa. Nafas suatu bangsa terletak pada sumber daya manusianya. Jika mereka tidak lagi sehat dalam mengelola bangsa, maka tiruana akan kebablasan. Oleh alasannya itu, nafas ini harus terus diupayakan terus berhembus. Dalam hal ini, pemerintah harus menjamin seluruh sektor kehidupan berjalan dengan optimal. Sektor pendidikan untuk mendidik, sektor kesehatan untuk menjamin hidup sehat, sektor keagamaan untuk menyehatkan rohani, sektor pertahanan dan keamanan menjamin keselamatan dan ketenangan masyarakat, sektor ekonomi untuk menjamin kelangsungan hidup penduduk di manapun berada, dan sektor-sektor lainnya.

Masih di bait kedua, nilai-nilai kerinduan pun harus terus dipupuk. Yang dimaksud yakni rindu menjadi bangsa mandiri, tidak bergantung dengan bangsa lain. Percaya diri untuk mengelola bangsa sendiri. Lagi pula, layaknya insan biasa yang mapan, tidak terlalu bergantung kepada orang lain. Begitupun bangsa ini, penulis menangkap hasrat dan kerinduan bangsa untuk mapan, mandiri, dan berdiri kokoh di atas kaki sendiri. melaluiataubersamaini arti lain, rindu untuk berpijak tanpa takut tersandera oleh kepentingan bangsa lain. Kemudian, bangsa ini pun harus terus menjaga tata krama dan nilai-nilai kearifan yang sedari dulu menjadi ciri bangsa. Apalagi simbol kesantunan ialah jantung kehidupan yang mencerminkan nama baik dan identitas Indonesia di mata internasional. Sebagai epilog bait kedua, penulis kembali mempertegas bahwa pekerti baiknya benar-benar menjadi perhatian pemerintah. Setiap elemen bangsa harus dimelekkan dari kebutaan interaksi yang menjunjung tinggi pekerti. Artinya, perbedaan harus selalu disikapi dengan kepala dingin. Boleh menyatakan perbedaan, tetapi tetap menomorsatukan penghormatan dan apresiasi terhadap orang lain. Bukankah kita ditakdirkan sebagai satu bangsa, jadi tidak ada gunanya merasa paling benar atau membenarkan diri.

Di bait ketiga, penulis mempunyai penamaan baru. Dirinya disimbolkan sebagai air, tanah, api, dan angin. Empat unsur inti kehidupan ini dijadikan pilar pembisik makna. Air, tiruana tahu bahwa Indonesia mempunyai lautan yang lebih luas dari daratan. Artinya, air ialah nirwana bagi bangsa Indonesia. Oleh alasannya itu, pemerintah harus menjamin biar tidak ada lagi yang merasa kehausan. Semua harus seimbang. Seluruh kekayaan air harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan spesialuntuk itu, tanah yang ada di daratan pun harus dikelola oleh tangan-tangan ahli. Dalam hal ini, berdayakan jago dari negeri sendiri. Jangan biarkan diubek-ubek oleh campur tangan dari negara lain. Bukankah makan dengan tangan sendiri lebih nikmat? Untuk itu, semangat untuk memajukan bangsa harus terus dikobarkan. Penulis mengistilahkannya api. Bukan untuk memperabukan seluruh hutan, melainkan sebagai simbol semangat. Bangsa ini membutuhkannya sebagai benteng nasionalisme. Terakhir dibait ini, untuk mewujudkan tiruana impian penulis di atas, ada yang harus berperan sebagai angin yang bermakna penggerak. Artinya harus ada yang menginisiasi, memulai, dan merancang ini. Dalam hal ini, pemerintah yang hebat yakni yang bisa mengusung rancangan perubahan demi kepentingan bangsa meski harus dibenci oleh negara pengganggu. Bukankah pencinta terbaik yakni rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Sebagai penutup, bait keempat masih memakai sudut pandang orang pertama tunggal, yaitu "aku". Namun, di sini pembaca sanggup menemukan jawabanan bekerjsama siapa "aku" itu? Ternyata, saya bukanlah merujuk pada satu orang, golongan, organisasi, suku, atau kelompok tertentu. Aku yang dimaksud yaitu seluruh pulau-pulau yang membentang di sepanjang samudera. Aku yang juga mempunyai ragam budaya berguaka ragam. Aku yang juga berjulukan nusantara. Aku rupa-rupanya yakni tumpuan pada bangsa Indonesia. Karena itulah, judul puisi ini yakni Aku Bangsaku.