Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Viral! Evan Dimas Di Kartu Kuning, Wasit Perlu Refleksi!

INIRUMAHPINTAR - Pertandingan sepak bola di ajang Sea Games 2017 Malaysia tadi sore (20/8/2017) sudah berakhir. Indonesia menang tipis dengan skor manis 1:0. Meskipun demikian, hasil tersebut tidak mengurangi rasa besar hati para pencinta bola tanah air terhadap kesebelasan andalannya. Rasa kecewa tetap ada, Indonesia seharusnya bisa menang dengan skor lebih banyak. Namun, bukan itu yang paling penting. Ada hal lain mungkin terlepas dari perhatian. Berdasarkan pengamatan saya selama melihat laga-laga timnas Indonesia di ajang Sea Games, ada beberapa catatan yang patut direnungkan oleh para pemerhati sepak bola, khususnya yang berkiprah di Asia Tenggara.

Apakah itu? Yang jelasnya, goresan pena saya dikala tidak terlalu spesifik pada bagaimana jalannya pertandingan, gol-gol yang tercipta, siapa pencetak gol, dan bagaimana performa para pemain timnas Garuda beraksi di lapangan hijau. 

Ada hal lebih penting yang perlu diperbaiki. Dan hal ini juga terlepas dari insiden terbaliknya bendera Republik Indonesia di buku panduan dan media di Negeri Jiran yang diviralkan dengan hastag #shameOnYouMalaysia oleh para netizen. Saya pun tidak ingin mengulas terlalu jauh mengapa timnas Garuda bisa kehabisan makan dikala dinner bersama. Tenang saja, orang Indonesia itu pemaaf.

Saya spesialuntuk ingin menyuarakan visi misi menyatukan dan menaikkan derajat sepak bola Asia Tenggara di mata dunia. Dan untuk mewujudkan itu tiruana, kita harus memulainya dengan profesionalisme dan tanggung jawaban. 

Siapa yang harus mempunyai jiwa profesionalisme dan tanggung tanggapan itu? Mari kita lihat sendiri bagaimana setiap pertandingan sepak bola itu berlangsung. Siapa yang wajib bertanggung tanggapan menghadirkan profesionalisme? Siapa yang wajib bertanggung tanggapan menjadi pengadil di lapangan? Tentu bukan pak hakim dan pak jaksa, bukan juga menteri olahraga, apalagi suporter dan pemirsa di depan TV.

Entah disengaja atau tidak, saya melihat ada keganjilan. Mengapa di setiap tabrak timnas Indonesia, performa wasit dan hakim garis selalu tidak menguntungkan Indonesia? Ada apa sebenarnya? Dan itu terjadi bukan spesialuntuk sekali, beberapa keputusan sangat terang berperihalan dengan kenyataan dan aturan perwasitan Internasional.

Sekali lagi, saya mempertegas bahwa penilaian saya ini bukan sebab emosi sesaat. Bukan juga untuk melaksanakan maksud-maksud yang menyinggung perasaan. Saya spesialuntuk ingin mengajak para pemerhati dan pemangku kebijakan di sepak bola Asia Tenggara untuk kembali merundingkan beberapa ketimpangan ini, terutama dalam menentukan dan menetapkan wasit-wasit untuk tabrak Sea Games. Mari kita merefleksi diri masing-masing.

Saya akui bahwa setiap orang niscaya akan mendukung timnas negaranya masing-masing. Dan kecenderungan itu masuk akal dan memang ialah hal yang normal. Namun, kewajaran itu rasa-rasanya kurang pantas disematkan juga kepada wasit-wasit yang memimpin setiap tabrak timnas U-22 Indonesia. 

Masih jauh dari sempurna, dan pantas saja kita masih perlu bercermin kepada sepak bola Eropa. Wasit mereka profesional dan penuh tanggung jawaban. Kesalahan membuat keputusan jarang terjadi, bahkan sangat sejalan dengan rekaman pertandingan. Dan pantas saja, wasit mereka mempunyai pamor dan pertolongan yang ketat dan bijak.

Betapapun para pemain sudah latihan dengan baik, mempunyai skill olah bola yang mumpuni, fisik yang taktis, dan performa terbaik, kalau masih dipimpin oleh wasit kurang profesional dan bertanggung tanggapan ketika berlaga, maka Asia Tenggara perlu mengubur mimpinya menjadi salah satu perhatian dunia di ajang sepak bola. 

Yah, saya menyadari bahwa keputusan wasit ialah seni dalam permainan sepak bola. Sesekali salah sangat wajar, apalagi kalau insiden yang terjadi pada pemain tidak terlalu merugikan. Namun, kalau sudah berkali-kali dan berulang-ulang, maka timbullah tanda tanya BESAAARR???????

Mungkin ada yang bertanya, untuk apa saya menulis ini. Mau tahu apa alasan aku? Terus terang, ini ialah celotehan yang bertujuan positif meski mengandung sedikit sindiran dan Koreksian. Namun, saya paham bahwa spesialuntuk orang tidak diberilmu dan cerdik sehat yang menyikapi negatif sebuah Koreksi membangun. Bukankah kita ingin melihat sepak bola di Asia Tenggara semakin profesional dan mendunia?

Bagaimana berdasarkan anda, kalau ada seorang pemain yang tidak sekalipun pernah melaksanakan pelanggaran. Namun, di setiap insiden penting, ia selalu diganjar kartu kuning. Sebut saja Evan Dimas. Ia ialah playmaker timnas U-22 Indonesia. Kartu kuning pertama diperolehnya dikala ia dijatuhkan oleh pemain Filipina di kotak penalti. Dalam pertandingan tersebut, sangat terang terlihat, kaki Evan Dimas ditekel oleh pemain Filipina. Sayang, bukan fakta yang berbicara. Keputusan wasit ialah raja. Jika demikian siapa yang dirugikan? 

Belum sembuh perasaan murung atas insiden memalukan di tabrak melawan Filipina, muncul lagi insiden serupa tadi sore (20/8/2017) dikala timnas Garuda bermain kontra Timor Leste. Di menit-menitakhir babak kedua, Evan Dimas kembali diganjar kartu kuning. Padahal, ia ialah korban tendangan ajal bek Timor Leste. Tangannya terpental, kemudian ia pun terjatuh dan meringis kesakitan. 

Insiden tersebut memancing emosi pemain-pemain lain. Kericuhan pun sempat terjadi. Pelaku dihadiahi kartu merah, dan satu pemain Timor Leste yang lain menerima kartu kuning. Sangat masuk akal untuk perlakuan mereka yang ganas ke pemain Indonesia. Yang tidak masuk akal ialah mengapa Evan juga didiberi kartu kuning??? Padahal itu merugikan timnas Indonesia.

Yah, untungnya goresan pena saya bukan untuk meratapi dan mewaspadai kemampuan timnas Indonesia dan pemain-pemain lain tanpa sokongan Evan Dimas di tabrak diberikutnya. Saya spesialuntuk menyayangkan, betapa banyaknya insiden yang diabaikan oleh wasit. Di pertandingan sebelumnya, tercatat sejumlah pelanggaran pemain Filipina yang debatable tetapi dihiraukan wasit padahal pelanggaran tersebut pantas berbuah kartu kuning. Belum lagi, keputusan offside untuk Indonesia yang dilakukan hakim garis tidak sesuai fakta di rekaman video. Namun, apa daya, pemain Indonesia-lah yang kena dampak dan sangat dirugikan.


Tidak berhenti di situ saja. Sore tadi kembali terulang, Wasit asal Malaysia yang memimpin pertandingan patut dipertanyakan! Pemain Timor Leste yang mengejar kiper Indonesia dikala bola di tangan dibiarkan tanpa kartu. Offside Marinus pun ada yang tidak sesuai rekaman video. Jika tidak percaya, coba putar ulang pertandingan timnas Indonesia versus Timor Leste. 

Saya yakin, wasit profesional yang melihatnya akan menertawakan sekaligus geleng-geleng kepala melihat sejumlah keputusan yang NGEH. Dalam hal ini, profesionalisme dan tanggung tanggapan wasit dan hakim garis di pertandingan sepak bola, terutama dalam setiap tabrak Indonesia, masih perlu dievaluasi dan direvolusi.

Untuk itu, demi memajukan sepak bola di Asia Tenggara. Dengarkanlah! Renungkanlah! Cukuplah keguahan dan ketimpangan yang terjadi di lapangan hijau tadi sore dan 2 hari yang lalu. Di pertandingan diberikutnya, publik sepak bola tidak ingin lagi melihat keputusan yang tidak dilandasi profesionalisme dan rasa tanggung jawaban. Sepak bola itu indah bukan sebab menang kalah, tetapi sebab sportifitas dan seluruh prosesnya terselimuti amanah tanpa amarah! 

Jadi, bijaklah wahai wasit terhormat! Yang bersalah pantas dieksekusi atau diganjar kartu, yang tidak bersalah tidakboleh coba-coba hukum, apalagi dengan kartu, dan kalau resah diskusilah dengan hakim garis.

Semoga ada peluang melaksanakan banding, dan gampang-gampangan hasil banding atas sanksi kartu kuning wasit kepada Evan Dimas diterima! Agar kami masih percaya ada pengadil yang lebih pantas di luar sana. 

Kelak kalau memungkinkan, perlu ada regulasi, bagi wasit yang melaksanakan kesalahan sebanyak 2 atau 3 kali dalam mengambil keputusan, juga perlu didiberi sanksi layaknya pemain, contohnya dihentikan memimpin pertandingan selama satu tahun. Dan ini berlaku bukan spesialuntuk untuk wasit di cabang olahraga sepak bola saja, sepak takraw juga (ada loh wasit yang tidak fair buat tim putri Indonesia, kalau gak percaya lihat rekaman videonya di YouTube), begitupun cabang olahraga lain, wasit mesti profesional, jujur, dan bekerja penuh tanggung jawaban. Bagaimana berdasarkan Anda? Setuju bukan?