Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Dongeng Rakyat Rawa Pening Terbaru

Legenda Cerita Rakyat Rawa Pening Terbaru - Di kawasan Jawa Timur ada sebuah kisah rakyat yang mengisahkan wacana terjadinya Rawa Pening. Berikut ini yakni kisahnya.

Legenda Cerita Rakyat Rawa Pening

Pada Jaman lampau kala, hiduplah seorang naga yang sangat sakti yang berjulukan Baru Klinting. Ketika ia tengah bersemedi di dalam hutan, Baru Klinting ditemukan oleh orang – orang Desa Ngebel yang sedang melaksanakan perjalanan untuk mencari hewan sebagai materi santapan mereka di desa. Tanpa pikir panjang lagi, seluruh masyarakat desa membunuh Baru Klinting dan memotong – motong tubuhnya untuk diambil bab dagingnya dan di bawa ke desa.

Sesampainya di desa, mereka mengadakan pesta yang sangat besar selama 3 hari 3 malam. Seluruh masyarakat desa menghadiri program itu dan menyantap daging Baru Klinting yang sudah dimasak sebelumnya. Namun, ada satu masyarakat yang tidak menghadiri dan menyantap daging Baru Kliting. Dia yakni seorang nenek bau tanah yang berjulukan Nyai Latung.

Pada hari ke 3 pelaksanaan pesta itu, muncullah seorang anak laki – laki. Dia terlihat sangat kotor dan tidak terawat, sehingga ia terlihat menyerupai pengemis. Kemudian ia berjalan menyusuri desa itu dengan perut yang sangat kelaparan. Dia ketuk tiruana pintu rumah masyarakat desa itu untuk meminta makanan, tetapi tidak ada satu pun yang membukakan pintunya, bahkan ada sebagian masyarakat desa yang mengusirnya dengan kasar.

Meskipun begitu, ia tidak berputus asa, hingga karenanya ia datang di sebuah rumah yang sudah reyot milik Nyai Latung.

“Permisi Nek, saya sangat lapar. Apakah Nenek dapat memdiberi ku kuliner ?” pinta anak itu. Nyai Latung yang merasa iba dengan anak itu pun menjawaban, “Tapi nenek spesialuntuk ada nasi tanpa lauk.”
“Tidak apa Nek, saya akan menerimanya dengan bahagia hati,”  jawaban anak itu.

Kemudian Nyai Latung memdiberi anak itu sepiring nasi untuk dimakan olehnya. Lantas dengan segera anak itu memakan nasi tersebut dengan sangat lahap. Saat ia sudah selesai makan, Nyai Latung menanyakan ia wacana asal - usulnya.

“Aku yakni seorang pengembara. Aku tidak mempunyai orang tua, apalagi sudara,” balasan anak itu.
“Kalau begitu, tinggal saja dengan nenek di sini,” kata Nyai Latung membujuk anak itu.

Advertisement
“Maaf, Aku tidak dapat Nek, Aku harus melanjutkan perjalananku ini. Namun, sebelum saya pergi, saya akan memdiberi pelajaran kepada seluruh masyarakat di sini. Sebagai tanda terimakasih Ku untuk Nenek, saya akan mempersembahkan Nenek sebuah lesung, dan jikalau nanti terdengar suara kentongan di mana – mana, segeralah Nenek naik ke atas lesung ini.” terang anak itu kepada Nyai Latung.

Anak itu melanjutkan perjalanannya, dan menuju ke lapangan di desa tempat para masyarakat tengah berkumpul. Kemudian, ia menyampaikan kepada penduduk desa itu bahwa di desa ini tidak ada yang lebih besar lengan berkuasa dibanding dirinya. Sontak saja tiruana masyarakat desa murka dan berkumpul di tengah anak itu.

“Hey kamu anak kecil. Berani sekali kamu menyampaikan itu. Awas kamu nanti akan ku hajar,” kata seseorang di antara mereka. “Jika kalian memang kuat, maka cabutlah lidi ini dari tanah,” kata anak itu.

Lantas anak itu menancapkan sebatang lidi ke dalam tanah dan mempersilakan mereka untuk mencobanya. Satu persatu, masyarakat desa itu bergantian untuk mencabutnya. Pria, wanita, anak – anak maupun orang remaja sudah berusaha untuk mencabut lidi tersebut dan ternyata tak seorang pun yang bisa.

“Lihatlah, memang tidak ada satu pun orang yang besar lengan berkuasa di desa ini,” ejek anak itu.
“Sialan kau, Coba saja sendiri cabut lidi itu. Apakah engkau juga dapat melakukannya,” kata mereka.

melaluiataubersamaini segera anak itu mencabut lidi yang ia tancapkan di dalam tanah, kemudian keguahan mulai terjadi di tempat itu. Lubang bekas tancapan lidi itu mengeluarkan air yang cukup deras. Pada awalnya mereka bahagia alasannya yakni di desa mereka muncul sumber mata air. Namun, air itu tidak mau berhenti dan semakin deras membanjiri desa itu dengan sangat cepat. Kegelagapanan pun terjadi di mana – mana. Nyai Latung yang mendengar suara kentongan itu segera naik ke atas lesung pemdiberian anak itu.

Benar saja, tidak butuh waktu usang air itu sudah menenggelamkan desa dan seluruh penduduknya, kecuali Nya Latung yang berhasil selamat berkat proteksi anak itu. Anak laki – laki misterius itu ternyata yakni jelmaan Baru Klinting yang sudah mereka bunuh sebelumnya, kemudian ia menghilang entah kemana. Kini desa itu menjadi sebuah rawa yang disebut dengan rawa pening di kawasan Jawa Tengah.