Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi Dan Fatwa Al-Badzawi

Salah satu pengikut penting al-Maturidi yakni al-Bazdawi. Nama lengkapnya yakni Abu al-Yusr Muhammad bin Muhammad Abdul Kasim al-Bazdawi. Dia lahir sekitar tahun 421 H dan wafat tahun 493 H. Nenek al-Bazdawi yakni anakdidik dari al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki anakdidik-anakdidik dan salah seorang dari mereka ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqa’id al-Nasafiyah.
Al-Bazdawi ialah pengikut penting al-Maturidi namun al-Bazdawi sendiri tidak selamanya sefaham dengan al-Maturidi boleh dikata pengikut al-Maturidi Samarkand memiliki faham-faham yang lebih bersahabat dengan faham-faham kaum Mu’tazilah sedangkan pengikut-pengikut al-Bazdawi Bukhara memiliki pendapat-pendapat yang lebih bersahabat dengan pendapat-pendapat al-Asy’ari.
Adapun ajaran-ajaran al-Bazdawi yakni sebagai diberikut:
Pertama: Akal dan Wahyu
Menurut al-Bazdawi nalar tidak sanggup mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, lantaran nalar spesialuntuk sanggup mengetahui yang baik dan yang jelek saja, bahwasanya Tuhanlah yang memilih kewajiban terkena baik dan buruk. Kaprikornus berdasarkan al-Bazdawi mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan yang jelek sanggup diketahui melalui akal, sedangkan kewajiban berterima kasih kapada Tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk, spesialuntuk sanggup diketahui melalui wahyu.
Kedua: Sifat-sifat Tuhan
Menurut al-Bazdawi Tuhan memiliki sifat-sifat. Persoalan banyak yang infinit mereka selesaikan dengan menyampaikan bahwa sifat-sifat Tuhan infinit melalui keabadian yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui keabadian sifat-sifat itu sendiri, juga dengan menyampaikan bahwa Tuhan bahu-membahu sifat-Nya yakni abadi, tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah abadi. Tuhan tidaklah memiliki sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat al-Quran yang menggambarkan Tuhan memiliki sifat-sifat jasmani haruslah didiberikan takwil.
Oleh alasannya yakni itu, berdasarkan al-bazdawi, kata istiwa haruslah dipahami dengan “menguasai sesuatu dan memaksanya,” demikian juga ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan memiliki mata, tangan, bukanlah berarti Tuhan memiliki anggota badan.
Ketiga: Kalam Allah swt
Aliran Maturidiyyah Badzawi beropini bahwa al-Quran itu yakni infinit tidak diciptakan. Sebagaiman dijelaskan oleh Bazdawi, kalamullah (al-Quran) yakni sesuatu yang bangun dengan dzatnya, sedangkan yang tersusun dalam bentuk surat yang memiliki tamat dan pertama, jumlah dan bagian, bukanlah kalamullah secara hakikat, tetapi al-Quran dalam bentuk kiasan (majaz).
Keempat: Perbuatan Manusia
al-Bazdawi menyampaikan bahwa didalam perwujudan perbuatan terdapat dua perbuatan, perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan bagi al-Bazdawi yakni penciptaan perbuatan insan dan bukan penciptaan daya. Perbuatan ini disebut maf’ul. Perbuatan insan spesialuntuklah melaksanakan perbuatan yang diciptakan itu, perbuatan ini disebutnya fi’il. Maka al-Bazdawi mengambil kesimpulan bahwa perbuatan manusia, sesungguhnya diciptakan Tuhan, tidaklah perbuatan Tuhan. melaluiataubersamaini uraian ini, al-Bazdawi ingin menyampaikan bahwa insan bebas dalam kemauan dan perbuatannya, dan memang dalam pendapatnya insan yakni pembuat (fa’il) dari kata yang sebenarnya.
Al-Bazdawi juga ingin menyampaikan bahwa insan bebas dalam kemauan dan perbuatannya, namun demikian, kebebasan insan dalam faham ini, kalaupun ada, kecil sekali. Perbuatan insan spesialuntuklah melaksanakan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan.
Kelima: Janji dan Ancaman
Menurut al-Bazdawi mustahil Tuhan melanggar janji-Nya untuk memdiberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan mustahil membatalkan bahaya untuk memdiberi eksekusi kepada orang yang berbuat jahat. Oleh lantaran itu nasib orang yang berdosa besar ditentukan olah kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak untuk memdiberi ampun kepada orang yang bedosa. Tuhan akan memasukkanya bukan kedalam neraka, tetapi kedalam surga, dan jikalau ia berkehendak untuk memdiberi eksekusi kepadanya Tuhan akan memasukkannya kedalam neraka buat sementara atau buat selama-lamanya.
Uraian al-Bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati kesepakatan untuk memdiberi upah kepada orang yang berbuat baik. melaluiataubersamaini demikian, Tuhan dalam faham al-Bazdawi memiliki kewajiban terhadap manusia.
®
Kepustakaan:
Ali abdul Fatah al-Magribi, Imam ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah Abu Mansur al-Maturidi wa arouhu al-Kalamiyyah (t.tp: Matba'ah al-Da'wah al-Islamiyyah, 1985). M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam (Jakarta: Penamadani 2003). Sudarsono, Filsafat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II; Pengantar Studi Sejarah Kebudaayaan Islam dan Pemikiran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998).