Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Kahlil Gibran Wacana Pengalaman Mistik

Konsep Kahlil Gibran ihwal pengalaman gaib tidak jauh tidak sama dengan pengalaman eksistensial. Ia menyampaikan bahwa pengalaman gaib itu menjadikan pemisahan sementara dari tingkat pengalaman normal, tetapi memungkinkan sang pelaku gaib untuk berkomunikasi lebih efektif. Kegemasukan pengalaman ini membawa pada pengetahuan yang intim ihwal sesuatu yang lain dari diri tak terbatas dan rasa kebersamaan dengan diri-diri insan yang lain. Pengalaman ini tidak sanggup dianalisis, dan dengan demikian tidak sanggup dikomunikasikan.
Penuturan pengalaman mistik, sudah banyak dipaparkan dalam satu bukunya; Irama za al-Imad (kota tiang-tiang agung), yang dipertamai dengan cuplikan ayat suci al-Quran.
Bagi Gibran, bukanlah pengalaman subyektif saja yang benar-benar menghubungkan insan dengan Tuhan, akan tetapi juga pengalaman adanya kebersamaan dan pemahaman kita terhadap realitas hidup bersama yang lain.
Menurutnya, dilema mistisisme yakni dengan melihat corak aliran yang dianut, yaitu dengan berpegangan pada tulisannya ihwal sebagian dari imam-imam sufistik, menyerupai al-Ghazali, Ibnu Farid, Ibnu Sina; yang meskipun percaya dengan sufisme (mistisisme) namun tidak menggelutinya.
Ia juga bersandar pada kecintaannya terhadap para cendikiawan dari timur untuk menandakan tamat dari suatu pertempuran rohani yang menghubungkan Gibran dengan iklim gaib dunia Timur. Namun pertempuran rohani ini sama sekali tidak menggerakkan Gibran untuk menumbuhkan kecenderungannya terhadap mistisisme, alasannya yakni ia menolak dalil-dalil filosofis dan cara-cara yang biasa sebagai dasar yang niscaya bagi dunia mistik.
®
Kepustakaan:
M. Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, terj: Ali Audah, (Tinta Mas, Jakarta, 1982). Gahlil Gibran, Mirror of The Soul, (Tarawang Press, Yogyakarta, 2002). Wahid Akhtar, Filsafat Eksistensialisme, (Dalam Jurnal al-Hikmah, Maret-Juni 1990).