Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Investor; Pengertian, Perilaku, Dan Model Investor

Pengertian Investor

Pada prinsipnya, dalam setiap kegiatan perjuangan akan melibatkan dua instrumen yang saling mendukung, mereka yakni pengelola perjuangan atau perusahaan dan penyedia dana untuk kebutuhan perusahaan. Penyedia dana sering disebut sebagai investor, mereka ialah pihak yang menempatkan kelebihan dananya (surplus of fund) untuk kegiatan investasi di sektor perjuangan yang halal dan produktif.
Lebih spesifik lagi bahwa investor ialah perorangan atau forum yang menanamkan dananya pada instrumen keuangan menyerupai saham, obligasi, dan lain sebagainya.

Perilaku Investor

Perilaku sanggup diartikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara pribadi terlibat dalam tiruana acara manusia. Kaitannya dalam sikap investor sanggup dijelaskan bahwa sikap investor ialah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh investor yang secara pribadi terlibat dalam proses diberinvestasinya.
Gambaran macam-macam sikap investor di pasar modal yang sudah dirumuskan Bailard, Biehl & Kaiser sebagaimana dikutip Hartono, pembagian terstruktur mengenai investor yang sudah dilakukan forum investasi di California mengategorikan 5 macam sikap investor di pasar modal, kemudian orang mengenal dengan sebutan the Five-Way Model yaitu:
1) Petualang (Adventurers). Investor yang tergolong pada poin ini umumnya tidak memperdulikan risiko, bahkan cenderung untuk menyukai risiko (Risk Takers). Mereka cenderung untuk tidak memperdulikan pesan yang tersirat para financial advisors lantaran tidak sama pandangan wacana risiko.
2) Celebrities, sikap Kelompok ini selalu ingin tampil, menonjol, dan menjadi sentra perhatian. Mereka seringkali tidak terlalu peduli pada perhitungan untung-rugi investasi, asalkan keputusan mereka untuk membeli atau menjual surat berharga dilihat dan didengar oleh orang banyak. Dan mereka tergolong dalam kecenderungan Risk Takers.
3) Perilaku individualists. Perilaku ini terdiri dari orang-orang yang cenderung untuk bekerja sendiri dan tidak peduli pada keputusan investasi orang lain (jadi ialah kebalikan dari sikap yang cenderung untuk mengikuti arus). Mereka cenderung menghindari risiko yang tinggi dan tidak keberatan untuk menghadapi risiko yang moderat.
4) Guardians. Pola sikap investor yang beranggotakan investor “matang”, mereka lebih berpengalaman serta berpengetahuan relatif luas. Cenderung mereka sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Ketika mereka didampingi oleh financial advisor, maka pendampingnya itu akan dijadikan mitra berdiskusi. Jika ternyata terjadi ”kesalahan” keputusan investasi, kelompok ini cenderung tidak mengkambinghitamkan orang lain, lantaran merasa sudah terlibat pribadi dalam proses pemilihan investasi. Mereka yang ada di dalam sikap kelompok ini pada umumnya lebih bersifat Risk Averse.
5) Terakhir yakni sikap kelompok yang tidak sanggup secara tegas dimasukkan ke salah satu dari empat kelompok di muka. The Five- Way Model menyebut mereka sebagai kelompok Straight Arrows, yaitu mereka yang tergabung dalam kelompok ini adakala bersifat sangat Risk Averse, dan terkadang sebaliknya. Suatu dikala mereka mengambil keputusan atas dasar kepercayaan pada kemampuan diri sendiri menyerupai halnya kelompok individualists, tetapi pada waktu lain lebih menampakkan Sifat Follow The Crowd.

Model Perilaku Investor

Proses investasi menawarkan bagaimana pemodal (investor) seharusnya melaksanakan investasi sekuritas, yaitu sekuritas apa yang akan dipilih, seberapa besar dana yang ditanamkan untuk investasi, dan kapan investasi di lakukan. Maka untuk menganalisis kejelasan investasi maka diharapkan pemodelan terhadap sikap investor dalam diberinvestasi.
Beberapa komponen yang mempengaruhi laba yang diharapkan dari investasi sanggup digolongkan menjadi dua faktor, pertama faktor obyektif dan kedua faktor subyektif. Faktor obyektif mencakup teknologi, harga relatif faktor produksi, dan undangan akan barang-barang pada masa akan hadir, sedangkan faktor subyektif yakni pengalaman yang dialami investor baik positif maupun negatif lantaran bersikap paradoksial.
Ketidakpastian dunia sudah membuat rel wacana hukum yang disebut Rule Of Thumb (aturan main yang berdasarkan pengalaman dan intuisi)26 sering kali mempunyai kegunaan sebagai pedoman, lantaran masa depan sanggup diperoyeksi sama dengan hari kemarin. Maka dari itu, investor tidak bisa selamanya memakai hukum ini untuk memperoleh laba dimasa yang akan hadir, sehingga penentuan adilitas dan subjektifitas tidak sanggup dinafikan.
Faktor penting dalam memilih pilihan investasi pada instrumen obligasi dilihat dari sisi risiko berdasarkan Rahman adalah:
1) Default Risk (Risiko gagal bayar). Kesusahan penerbit untuk membayar kupon obligasi, sederspesialuntuknya, penerbitan obligasi dipakai untuk menghasilkan arus kas yang lebih baik bagi penerbit. Namun, bila terjadi situasi yang berlawanan, pembayaran kupon pemodal balasannya terkena dampaknya. Selain tidak mendapat kupon, nilai obligasi dimana penerbitnya gagal memenuhi kewajibannya akan berdampak pribadi pada harga obligasi yang menurun tajam di pasar sekunder.
2) Tingkat Suku Bunga. Adanya sifat korelasi antara obligasi dengan tingkat suku bunga. Ketika suku bunga naik, harga obligasi akan turun, demikian sebaliknya. Oleh lantaran itu, tingkat suku bunga selalu berlawanan dengan harga obligasi.
3) Risiko Pembelian Kembali (Call Risk). Risiko obligasi ini ditimbulkan lantaran fitur obligasi yang berjenis feature call, kebiasaan penerbit melakukannya dikala suku bunga turun sehingga lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon. Kemudian penerbit akan menggantikan obligasi tersebut dengan kupon yang lebih rendah dari obligasi sebelumnya.
4) Biaya Investasi. INI sebagian alasan investasi obligasi tidak menjadi pilihan utama. Hal ini didasarkan harga investasi obligasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan investasi sekuritas yang lain. Disatu sisi satuan jual beli instrumen ini cukup besar.
5) Pengaruh Deposito. Deposito dan obligasi mempunyai banyak kemiripan. Itulah sebabnya instrumen ini mempunyai sifat kompetitif. Dimana bisa dilihat dikala bunga obligasi lebih tinggi dari bunga deposito, maka pemodal melepas deposito dan memindahnya ke obligasi. Begitu juga sebaliknya.
6) Risiko Likuiditas. Obligasi tidak tiruananya menarikdanunik investor untuk membelinya, lantaran dikala obligasi itu ada duduk kasus atau pasar masih belum paham dengan keberadaan obligasi, maka pemodal mengalami kesusahan untuk melikuidnya menjadi dana. Sehingga bisa timbul agresi jual yang sengaja menekan harga di bawah par.
7) Inflasi. Bunga dan nilai par obligasi yang sifatnya tetap dalam jangka waktu lama, bagi investor obligasi keadaan ini harus disikapi dengan cerdik untuk mengonversinya dengan tingkat inflasi. Karena perubahan inflasi yang cenderung naik, menyebabkan kupon yang diterima investor tidak mempersembahkan hasil di masa yang akan hadir.
®
Kepustakaan:
Peraturan Pemerintah No.57 tahun 2008 wacana Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia. Iswardono, Uang dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, ed. 4, cet. 4, 1996). Arif Rahman, Pilihan Investasi Paling Mak Nyuss, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2009).