Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Home Schooling

Pengertian Home Schooling

Banyak publikasi dan pemdiberitaan terkena Home schooling. Banyak keingintahuan terkena Home schooling yang kadangkala juga disebut dengan istilah home education atau home-based learning. Home schooling berasal dari bahasa inggris, home dan schooling. Home berarti rumah dan schooling berarti bersekolah. Makara home schooling berarti bersekolah di rumah. Maksudnya ialah kegiatan pendidikan yang biasanya dilakukan di sekolah, dialihkan ke rumah atau pendidikan yang diselenggarakan oleh orang tua.
Menurut Seto Mulyadi, secara etimologi home schooling ialah sekolah yang diadakan di rumah. Tapi secara hakiki, home schooling ialah sekolah alternatif yang menempatkan belum dewasa sebagai subjek melalui pendidikan secara 'at home'. Walaupun namanya home schooling, tetapi anak tidak spesialuntuk berguru di rumah, melainkan sanggup berguru dimana saja asalkan situasi dan kondisinya nyaman dan sangat senang ibarat di rumah. Jam belajarnya pun fleksibel mulai bangkit pulas hingga pulas kembali.
Menurut Agus Salim, home schooling berarti memindahkan segala potensi yang ada di sekolah, dibawa ke rumah. Hal ini segala potensi yang ada pada diri anak sanggup di kembangkan dan diajarkan di rumah, tidak di sekolah. Sedangkan Sumardiono menafsirkan home schooling sebagai model pendidikan alternatif selain di sekolah. Home schooling dipraktekkan oleh jutaan keluarga di seluruh dunia. Walaupun ada harapan untuk membuat sebuah definisi terkena apa yang dimaksud dengan home schooling, tetapi tidak mudah untuk melakukannya. Tidak ada sebuah definisi tunggal terkena home schooling lantaran model pendidikan yang dikembangkan di dalam home schooling sangat bermacam-macam dan bervariasi.

Historisitas Home Scholing

Para pendidik, orang bau tanah dan pengamat pendidikan menghadapi sebuah keluhan yang berkepantidakboleh terkena merosotnya kualitas pendidikan. Munculnya kesan kian terpuruknya mutu dan gambaran pendidikan Indonesia, sering kali membuat orang bau tanah merasa enggan untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah formal. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya mereka sudah menyadari jika sistem pendidikan kita sudah ditempatkan pada sebagai perjuangan komersil oleh kaum kapitalis, sehingga terkesan mahal.
Bermula dari paradigma berpikir masyarakat yang mulai kritis itulah yang mengakibatkan mereka terbangun landasan berpikirnya untuk melaksanakan terobosan mencari pendidikan alternatif. Terbentuknya pendidikan alternatif ini, tidak lain ialah sebagai bentuk perjuangan mencari pendidikan yang murah dan lebih baik.
Sebenarnya sudah usang bangsa kita mengenal konsep home schooling ini, bahkan jauh sebelum sistem pendidikan Barat hadir. Di pesantren-pesantren misalnya, para Kyai, Buya, dan Tuan Guru secara khusus mendidik anak-anaknya sendiri. Begitu pula para pendekar, bangsawan, atau seniman tempo doloe. Tak kurang para tokoh besar semacam KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, atau Buya Hamka juga berbagi cara berguru dengan sistem persekolahan di rumah ini, bukan sekedar lulus ujian kemudian memperoleh ijazah, biar lebih menyayangi dan berbagi ilmu itu sendiri.
Sejarah pertama home schooling berkembang di Amerika Serikat, sanggup dirunut dari perkembangan pemikiran terkena pendidikan pada tahun 1960-an. Dipicu oleh pemikiran yang dilontarkan oleh John Cadlwell Holt melalui bukunya “How Children Fail”. Pemikiran dasar Holt ialah insan intinya ialah makhluk berguru dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan berguru ialah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur atau mengontrolnya.
Pada pertama tahun 1970-an, muncul pemikiran yang serupa, yang dipelopori oleh Ray dan Dorothy Moore. Pemikir lain yang dianggap mempunyai bantuan dalam kelahiran home schooling ialah Ivan Illich dan Harold Bennet. Walaupun praktisi home schooling pertamanya dipersepsikan sebagai kelompok konservatif dan penyendiri (isolation), home schooling terus tumbuh dan menerangkan diri sebagai sistem yang efektif dan sanggup dijalankan.
Di Indonesia, belum ada penelitian secara khusus yang mereview akar perkembangan home schooling. Sebagai sebuah istilah, home schooling atau sekolah rumah ialah sebuah istilah yang relatif gres dalam khazanah pendidikan Indonesia. Tetapi jika diruntut esensi dari filosofis, model dan praktek penyelenggaraannya, home schooling bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. konsep-konsep kunci home schooling sanggup didapati pada bentuk-bentuk praktek home schooling yang pernah ada di Indonesia, ibarat yang sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya.

Macam-macam home schooling

Home schooling terdiri atas tiga jenis. Pertama, home schooling yang penggiatnya ialah satu keluarga atau dilakukan di rumah. Kedua, home schooling majemuk, terdiri dari dua keluarga atau lebih. Ketiga, home schooling komunitas, ini dibuat dengan metode pembelajarannya dilakukan secara komunitas atau lembaga.
Pertama: Home schooling tunggal
Home schooling tunggal ialah home schooling yang dilakukan oleh orang bau tanah dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Biasanya home schooling jenis ini diterapkan lantaran adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak sanggup diketahui atau dikompromikan dengan komunitas home schooling lain. Alasan lain ialah lantaran lokasi atau kawasan tinggal si pelaku home schooling yang mustahil bekerjasama dengan komunitas home schooling lain. Artinya home schooling tunggal mempunyai fleksibilitas tinggi. Tempat, bentuk dan waktu berguru sanggup disahkan oleh pengajar dan akseptor didik.
Kedua: Home schooling majemuk
Home schooling beragam ialah home schooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang bau tanah masing-masing. Alasannya, terdapat kebutuhan-kebutuhan yang sanggup dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melaksanakan kegiatan bersama.
Format sekolah rumah ini mempersembahkan kemungkinan pada keluarga untuk saling bertukar pengalaman dan sumber daya yang dimiliki oleh setiap keluarga. Selain itu juga sanggup menambah sosialisasi sebaya (horizontal sosialization) dalam kegiatan bersama diantara belum dewasa home schooling.
Tantangan terbesar dari home schooling format ini ialah mencari titik temu dan kompromi atas hal-hal yang disahkan di antara para anggota home schooling beragam ini. Karena tidak ada keterkaitan struktural, kegiatan-kegiatan yang ada bersifat kontraktual atau komitmen antar keluarga home schooling.

Legalitas Home Schooling

Home schooling di Indonesia ialah legal. Legalitas tersebut dilandasai perundang-undangan sebagai diberikut; UUD 1945, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 terkena Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada Pasal 27 ayat 1 dan 2 terkena kegiatan berguru informal, Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 ihwal Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 ihwal Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 ihwal Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1991 ihwal Pendidikan Luar Sekolah, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 132/U/2004 ihwal Paket C, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 013 1/U/1991 ihwal Paket A dan Paket B, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 14 Tahun 2007 ihwal Standar Isi Pendidikan Kesetaraan.45
Dalam sistem pendidikan nasional kita, penyelenggaraan home schooling didasarkan pada undang-undang republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No.20/2003), Pasal 1 ayat 1: “pendidikan ialah perjuangan sadar dan terjadwal untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, susila mulia, serta ketrampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam Pasal 27 disebutkan bahwa”(1) kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan berguru secara mendiri, dan (2) hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah akseptor didik lulus ujuan sesuai dengan standar nasional pendidikan”
Salah satu prinsip dalam sistem pendidikan nasional yang bermanfaa bagi keluarga home schooling ialah penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka (pasal 4). Sistem ini memungkinkan mobilitas/perpindahan dari satu jalur kejalur lain; baik jalur informal, non formal maupun formal. Jika keluarga home schooling (pendidikan informal) ingin beralih ke sekolah (pendidikan formal), secara prinsip UU No. 20/2003 menjamin hak untuk berpindah jalur. Bahkan secara eksplisit UU 20/2003 pasal 12 ayat 1 butir e, menyatakan bahwa: “setiap akseptor didik pada setiap satuan pendidikan berhak berpindah ke aktivitas pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara”.
®
Kepustakaan:
Utama Munandar, Mengembangkan Bakat Dan Kreatifitaas Anak Sekolah Penuntun Bagi Guru Dan Orang Tua, (Jakarta: Gramedia, 1985). Sumardiono, Home Schooling Lompatan Teknik Belajar, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2007). Samsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, (Semarang: Need's Press, 2008). Paulus Mujiran, Pernik-Pernik Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Arief Rahman, Home Schooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Kompas, 2007). Seto Mulyadi, Home Schooling Keluarga Kak Seto, cepatdangampang, Murah, Meriah dan Direstui Pemerintah, (Bandung: Kaifa, 2007).