Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Takwil Bubuk Zayd

Menurut Abu Zayd dalam bukunya Mafhum Nash mengatakan, takwil haruslah berpertama dari kesadaran akan idiologi dan subjektivitasnya sendiri, sehinga keduanya tidak akan mengintervensi proses interpretasi. Untuk mengungkap makna yang tersembunyi dalam teks, interpreter haruslah mulai dengan sebuah pembacaan permualaan. Pembacaan ini diikuti oleh pembacaan analitis supaya kunci dan gagasan-gagasan sentral teks terkuak. Melalui gagasan sentral ini, interpreter menemukan makna tersembunyi lain dan menyebarkan pembacaan-pembacaan baru. Pembacaan interpretif haruslah didasarkan atas pelibatan total pembaca dalam dunia teks.
Abu Zayd memperlihatkan metode pembacaan kontekstual, yang ia sebut sebagai metode pambaruan (Manhaj al-Tajdid). Metode ini bukanlah hal yang gres sama sekali, dalam pengertian ia ialah metode pengembangan dari metode ushul fiqh tradisional pada satu sisi, dan kelanjutan kerja keras dari pendukung renaisans Islam, khususnya muhammad Abduh dan Amin al-Kully pada sisi yang lain. Ulama ushul menerapkan aturan-aturan Ulum al-Quran (khususnya ilmu al-asbab al-nuzul dan ilmu al nasikh dan al-mansykh) hingga aspek-aspek ilmu-ilmu kebahasaan sebagai instrumen pokok interpretasi untuk menghasilkan dan melaksanakan istimbath aturan dari teks. Instrumen-instrumen ini berdasarkan Abu zayd, ialah potongan terpenting dari instrumen-instrumen metode pembacaan kontekstual.
Takwil berdasarkan Abu Zayd ialah suatu proses decoding atas teks, alasannya ialah dinamika encoding linguistik yang spesifik dari teks al-Quran menyebabkan proses decoding yang tak henti-henti. Namun, dalam proses decoding ini interpreter harus mempertimbangkan makna sosio-kultural kontekstual, dengan memakai Koreksi historis (historical criticisme) sebagai analisis permulaan yang diikuti oleh analisis linguistik dan Koreksi sastra dengan memanfaatkan sejumlah teori sastra.
Selanjutnya, interpreter akan mendapat arah teks dengan menganlisis tranformasi dari pra-al-Quran kepada bahasa religious al-Quran. Hal ini juga akan membuat interpreter sanggup mengenali apa yang historis dan apa yang temporal dalam teks al-Quran.
Karenanya, Abu Zayd menerapkan takwil sebagai metode penafsiran teks-teks keagamaan, sehingga takwil sanggup diartikan dengan kembali pada asal ajakan sesuatu, yang dimaksudkan untuk mengungkap makna dan signifikansi sebuah ayat.
Konsep takwil ini selalu dihubungkan dengan panafsiran yang tidak spesialuntuk mengungkap makna teks secara linguistik gramatikal saja tetapi lebih jauh lagi menyentuh pada spirit teks yang nantinya akan terartikulasikan dalam makna signifikansi.
Dalam salah satu karyanya Mafhum Nash, Abu Zayd mengemukakan bahwa interpretaasi ialah wajah lain dari teks. Teks dan interpretasi bagaikan sisi mata uang yang tidak sanggup dipisahkan sebagaimana penyatuan antara buku dan huruf, kata-kata dengan pengalaman pembicara serta kitab suci dan tradisi. Abu Zayd memandang bahwa untuk memahami realitas kontemporer, harus memahami karakteristik budaya Arab yang memunculkan sistem nilai yang diabadikan hingga dikala ini.
Dalam budaya di mana teks keagamaan menjadi sumber dari pengungkapan pengetahuan, maka pemahaman wacana nash (teks) menjadi sangat urgen. Menurut Abu Zayd, bahwa makna sentral teks sudah beralih dari makna materiil menuju makna koseptual dan masuk ke dalam makna terminologi tanpa mengalami perubahan besar. sepertiyang makna nash yang sudah menjadi terminologi semantis prosedural yang memperlihatkan sebagaimana yang ditujukan oleh kata itu sendiri membutuhkan klarifikasi tersendiri.
Dalam tataran takwil, digolongkan menjadi 3 level konteks. Pertama, konteks runut pewahyuan, yakni konteks historis kronologis pewahyuan yang berubah alasannya ialah adanya perubahan. Urutan bacaan surat-surat dan ayat-ayat dalam mushaf al-Quran. Kedua, konteks pretensi (perintah, larangan, cerita dll). Ketiga, susunan linguistik yang lebih kompleks dari sekadar gramatikal (pemisahan, pengaitan antara ayat, penghapusan, dan pengulangan dll).
®
Kepustakaan:
Nasr Hamid Abu Zayd, Mafhum Al-Nashsh: Dirasah fi 'Ulum Al-Quran, (Kairo: Al-Hay'ah Al-'Ammah li Al-Kitab, 1993). Nasr Hamid Abu Zayd, Mafhum Nash; Dirosah fi Ulum Al-Quran, terj: LKiS "Tekstualitas Al-Qir’an; Kritik Terhadap Ulumul Quran", (Yogyakarta: LKiS, 2002). Nasr Hamid Abu Zayd, Kritik Wacana Agama, (Yogyakarta: LkiS, 2003).