Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tahapan Proses Konversi Agama

Setiap konversi yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum, kerangka proses itu dikemukakan. H. Carrier, yang membagi tahapan konversi agama dalam tahapan sebagai diberikut:
  1. Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai tanggapan dari krisis yang dialami.
  2. Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian menurut konsepsi agama yang membuat kepribadian gres yang berlawanan dengan struktur yang lama.
  3. Tumbuh perilaku mendapatkan konsepsi (pendapat) agama yang gres serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
  4. Timbul kesadaran bahwa keadaan yang gres itu yakni panggilan suci petunjuk Tuhan.
Zakiah Daradjat, ia mempersembahkan pendapatnya menurut proses kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap, yaitu:
Masa tenang, disaat ini kondisi seseorang berada dalam keadaan yang tenang sebab masalah agama belum mensugesti sikapnya. Terjadi semacam perilaku apriori (belum mengetahui) terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya, sampai ia berada dalam keadaan tenang dan tentram. Segala perilaku dan tingkah laris dan sifat-sifatnya hirau tak hirau atau menentang agama.
Masa ketidak tenangan, tahap ini berlangsung bila masalah agama sudah mensugesti batinnya. Mungkin di karenakan suatu krisis, petaka ataupun perasaan berdosa yang di alami. Hal tersebut mengakibatkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batin sehingga mengakibatkan kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, gelagapan, putus asa, ragu, tegang dan bimbang. Perasaan tersebut mengakibatkan seseorang lebih sensitif dan hampir-hampir frustasi dalam hidupnya dan simpel terkena sugesti. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap pandangan gres atau iktikad gres untuk mengatasi konflik batinnya.
Masa konversi, tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan sebab kemantapan batin sudah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk menentukan yang dianggap harmonis ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini mempersembahkan makna dalam menuntaskan perperihalan batin yang terjadi, hidup yang tadinya ibarat dilamun ombak atau di porak porandakan oleh angin ribut topan persoalan, tiba-tiba angin gres berhembus, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan mendapatkan kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan perilaku iktikad yang berperihalan dengan perilaku iktikad sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
Masa tenang dan tentram, masa tenang dan tentram yang kedua ini tidak sama dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada tahap pertama keadaan itu dialami sebab perilaku yang hirau tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada tahap ketiga ini di timbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah di ambil. Ia timbul sebab sudah bisa membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan mendapatkan konsep baru. Sesudah krisis konversi lewat dan masa mengalah di lalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa kondusif dan tenang di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada kesalahan yang patut di sesali, tiruananya sudah lewat, segala problem menjadi simpel dan terselesaikan. lapang dada, menjadi pemaaf dan dengan simpel untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Masa verbal konversi, sebagai ungkapan dari perilaku menerima, terhadap konsep gres dari pedoman agama yang diyakininya, maka tindak tanduk dan perilaku hidupnya diselaraskan dengan pedoman dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan pedoman dalam bentuk amal perbuatan yang harmonis dan relevan sekaligus yakni pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
Menurut Wasyim dalam Hendro, secara garis besar membagi proses konversi agama menjadi tiga, yaitu:
  1. Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan sebab adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan usaha mental aktif.
  2. Adanya rasa pasrah
  3. Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya realisasi dan verbal konversi yang dialami dalam hidupnya.
®
Kepustakaan:
Zakiyah Daradjat, Ilmu Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983).