Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mahasiswa Ui Beri Kartu Kuning Untuk Jokowi, Salahkah?

INIRUMAHPINTAR - Baru-baru ini publik Indonesia kembali dihebohkan dengan agresi pemdiberian kartu kuning yang dilakukan ketua BEM Universitas Indonesia, Zaadit Taqwa kepada Pak Jokowi, ketika hadir dalam program Dies Natalis UI yang ke-68.

Di dalam video berdurasi singkat yang tersebar, terlihat Zaadit diamankan oleh 3 anggota Paspampres ke luar ruangan. Tidak berselang lama, agresi tersebut viral di dunia maya.

Menanggapi agresi "pemdiberian kartu kuning" untuk Presiden tersebut, sejumlah pihak pun angkat bicara. Ada yang menyayangkan, tetapi tidak sedikit juga yang mendukung dan mengapresiasi.

Ditinjau dari sudut pandang pendidikan, terutama dalam penyelenggaraan pembelajaran, salahkah yang dilakukan oleh Zaadit Taqwa?

Mari kita mengupasnya secara tuntas.

Salah satu tahapan penting dalam acara pembelajaran yakni kegiatan refleksi. Dalam tahapan ini, para siswa didiberi peluang untuk mengungkapkan unek-uneknya tentang pembelajaran yang sudah disajikan oleh guru.

Biasanya dalam bentuk tertulis pada secarik kertas, meliputi ungkapan perasaan siswa tentang kelebihan, belum sempurnanya, sampai metode yang diterapkan guru dalam mengajar.

Walaupun tidak tiruana guru berani dan siap melaksanakan tahapan ini, guru profesional dan diberintegritas justru senang dan rutin melaksanakan acara refleksi ini alasannya sanggup menjadi materi penilaian diri.

baru ini publik Indonesia kembali dihebohkan dengan agresi pemdiberian kartu kuning yang dilak Mahasiswa UI Beri Kartu Kuning Untuk Jokowi, Salahkah?
Dalam hal ini, guru mesti siap mendapatkan hasil refleksi siswa dengan nrimo dan berpikir aktual alasannya apapun yang diungkapkan siswa yakni bab dari need analysis (analisis kebutuhan).

Dan dengan cara itu, guru kemudian sanggup merumuskan dan menyiapkan taktik pembelajaran yang sejalan dengan cita-cita dan kebutuhan para siswa. Hasilnya, siswa senang, guru bahagia, dan proses pendidikan berjalan dengan optimal.

Bagaimana dengan Kasus Kartu Kuning Mahasiswa untuk Presiden?

Melalui analogi di atas, kita sanggup memahami bahwa para siswa sebenarnya menentukan hak untuk memberikan aspirasi positifnya kepada guru mereka di sekolah.

Sama halnya, seorang anak yang berhak untuk curhat sembari memberikan masukan dan Koreksi kepada orang tuanya.

Sama juga dengan hak rakyat untuk memberikan ide, masukan, atau Koreksinya kepada pemerintah.

Pertanyaannya yakni bolehkah mahasiswa mempersembahkan kartu kuning kepada presiden? Apakah itu sama ketika wasit mempersembahkan kartu kuning kepada para pemain bola di lapangan alasannya melaksanakan pelanggaran?

Dari segi tata krama dan adab, agresi tersebut boleh saja dianggap kurang sopan.

Pertama, alasannya agresi tersebut dilakukan pada momentum yang salah. Bukan pada dikala tahapan refleksi, layaknya dalam acara pembelajaran.

Kedua, alasannya agresi tersebut tidak melalui izin terlebih lampau.

Namun, pertanyaan diberikutnya adalah, apakah Pak Jokowi meng-agenda-kan acara refleksi untuk mahasiswa? ataukah cukup dengan mewakilkannya kepada wakil rakyat di DPR?

Faktanya, acara refleksi tidak terbuka untuk mahasiswa layaknya acara refleksi dalam acara pembelajaran di sekolah.

Jadi, jikalau ketua BEM UI menentukan caranya sendiri yakni mengacungkan Kartu Kuning untuk Jokowi di dalam suatu lembaga sebagai bentuk refleksi, apakah itu masih dianggap salah?

Ataukah ada cara lain yang lebih bijak?

Jika ber-orasi atau melaksanakan demonstrasi, maukah Pak Jokowi memperhatikan dan mendengarkannya?

Seorang guru profesional selalu mau dan meluangkan waktu untuk mendengarkan aspirasi siswa-siswanya, alasannya ia hadir di kelas bukan untuk mendikte pembelajaran semaunya, melainkan ingin tumbuh bersama anak-anaknya tanpa meninggalkan salah seorang pun di pojokan.

Maka dari itu, andai saja Pak Jokowi mempersembahkan peluang saudara Zaadit Taqwa untuk memberikan aspirasinya sebentar saja, mungkin ceritanya akan tidak sama.

Refleksi bukan menghakimi atau juga mengadili, melainkan menyempurnakan yang terlupa dan merekatkan sekat dan jurang pemisah yang ada.

Kartu kuning yakni simbol refleksi atas kesalahan (baik disengaja maupun tidak), menyikapinya aktual akan menghadirkan tabrak yang menarikdanunik.

Semoga kita sanggup mencar ilmu dan memetik pesan yang tersirat dari tragedi ini.