Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi Manusia

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia. Secara historis, bahasa sudah diungkapkan pada ketika penciptaan insan pertama (Adam). Pada ketika itu Allah mengajarkan Adam untuk berbahasa sebagaimana diungkapkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 31.
Dan ia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat kemudian berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu bila engkau memang benar orang-orang yang benar!”
Pada ayat di atas terungkap bahwa yang pertama kali Allah ajarkan kepada Adam yakni bahasa, untuk mengungkapkan isi pikiran, kemudian Adam sanggup sebut benda-benda dengan simbol-simbol bahasa.
Keunikan insan bahwasanya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Manusia sanggup berpikir dengan baik sebab ia memiliki bahasa, tanpa bahasa maka insan tidak akan sanggup berpikir secara rumit dan abnormal ibarat yang dilakukan dalam acara ilmiah.
Tanpa bahasa, insan tidak sanggup mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Bahasa memungkinkan insan berpikir secara abnormal dimana obyek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. melaluiataubersamaini adanya transformasi ini maka insan sanggup berpikir terkena sesuatu obyek tertentu meskipun obyek itu secara faktual tidak ditempat dimana acara berpikir itu dilakukan. Adanya simbol bahasa yang bersifat abnormal ini memungkinkan insan untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut.
Demikian juga bahasa mempersembahkan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan sistematis. Transformasi obyek faktual menjadi simbol abnormal yang diwujudkan lewat perbendaharaan kata-kata ini dirangkaikan oleh tata bahasa untuk mengemukakan suatu jalan pedoman atau lisan perasaan. Kedua aspek ini yakni aspek informatif dan emotif keduanya tercermin dalam bahasa yang kita pergunakan artinya kalau kita berbicara pada hakikatnya warta yang kita sampaikan mengandung unsur emotif, demikian juga kalau kita memberikan perasaan maka lisan itu mengandung unsur-unsur informatif.
®
Kepustakaan:
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Penerbit Jamanatul Ali Art, 2004). Yuyun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996). Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Pustaka Obor, 2001).