Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi Emha Ainun Nadjib

Emha Ainun Nadjib dilahirkan di Mentro, Sumobinoto, Jombang Jawa timur pada hari Rabu Legi, 27 Mei 1953. Putra ke-4 dari 15 bersaudara dari pasangan H.A. Lathif dengan Hj. Halimah. Emha dibesarkan oleh orang tuanya yang suntuk dengan madrasah, laga dan banyak sekali kegiatan sosial dengan penduduk di dusunnya.
Riwayat pendidikan formalnya acak-acakan, selepas dari SD di Jombang tahun 1965, Emha melanjutkan studinya di pondok pesantren Gontor. Pada tahun 1968 ia dikeluarkan dari pondok yang kemudian ia hijrah ke Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah IV di Yogyakarta tamat tahun 1968. Kemudian melanjutkan di Sekolah Menengan Atas Muhammadiyah I di Yogyakarta tahun 1971. Emha kuliah di Fakultas Ekonomi UGM tetapi spesialuntuk bertahan selama empat bulan. Secara formal beliau berhenti studi, tetapi itu bukan berarti berhenti mencari ilmu.
Emha Ainun Najib tak pernah lelah untuk mengusung harkat kemanusiaan lewat jalur kultural. Semangat tak pernah lelah ini lahir dari kegelisahannya yang tak kunjung padam. Sejak mula Emha yang berusia belasan sudah mencicipi kegelisahan. Perjalanannya tak berhenti sampai beliau mengenal PSK (Persada Studi Klub) kode Umbu Landu Paranggi bersama penulis muda lainnya. Bukan spesialuntuk dunia kepenyairan yang digelutinya, panggung drama juga bisa menjadi terusan bagi kegelisahannya. Teater Dinasti yaitu salah satu daerah Emha berkarya di masa 80-an.
Emha dikenal sebagai sosok, bahkan fenomena multikreatif. Setidaknya kalau hal ini dilihat dari banyaknya predikat yang disandangkan masyarakat pada sosok Emha. Emha tidak saja dikenal sebagai sastrawan, budayawan, cendekiawan, pekerja sosial, kolomnis, seminaris, tapi juga kiai (spiritual leader), artis, humoris, serta sederet sebutan lainnya. Emha seolah menerobos definisi-definisi baku tentang banyak sekali predikat itu, menerobos segenap segmen masyarakat dan menyebarkan dengan mereka terkena apa saja.
Sebagai Penyair, Emha pertama kali mempublikasikan puisinya pada simpulan 1968 atau tepatnya pertama 1969 di surat kabar Pelopor Yogya. Jika mengusut kelahirannya yang tahun 1953, artinya ia sudah menjadi penyair pada usia 16 tahun. sepertiyang penyair pada umumnya, ia mulai menulis tentang puisi-puisi cinta, puisi-puisi tentang eksistensi diri, serta puisi-puisi protes. Tampaknya, waktu itu Emha berpuisi demi berpuisi itu sendiri. Pertaruhannya lebih pada upaya-upaya pencapaian estetis dan pencarian bentuk ucap yang sesuai dengan karakternya sebagai manusia.
Dalam konteks bersastra, Emha menyebut inilah tahapan tatkala ia berorientasi pada sastra murni atau sastra steril, yang menekankan “murni” aspek estetika. Sayang puisi-puisi pertama Emha tidak terdokumentasi dengan baik dan belum terantologikan. Padahal hal tersebut penting untuk melihat proses kreatif dan kesejarahan seseorang bukan saja dalam pengertian individual, tetapi juga dalam konteks kesastraan dan kemasyarakatan.
Semua kualitas dan predikat tersebut tentu tidak diraihnya begitu saja. Emha sudah berjuang mengatasi dirinya melalui proses yang panjang, dan berliku-liku. Emha bukan sosok yang dibesarkan oleh kemanjaan-kemanjaan. Emha, betul-betul bergulat dengan keadaan dan keterbatasan.
Satu hal yang selalu menempel pada diri Emha adalah, bahwa ia tidak saja berkutat di lapangan inspirasi atau wacana, tapi ia pun selalu terjun eksklusif secara masuk akal di lapangan kasatmata dalam masyarakat, di mana ia yaitu bagiannya. Berbagai inspirasi dan kegiatan hidupnya tak lepas dari dimensi sosial dan spiritual. Secara sosiai, bisa dipahami, alasannya sosok Emha terbiasa hidup di tengah tengah masyarakat, berdialektika, serta melaksanakan hal-hal yang bermanfaa secara sosial. Emha agaknya menyadari betul akan fungsi-fungsi sosial yang diembannya. Secara spiritual, Emha tak, bisa dipisahkan dari corak religiusitasnya.
Sebagai salah satu sastrawan besar di Indonesia, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang Emha ikuti, baik untuk tingkat Nasional maupun Internasional, diantaranya yaitu mengikuti lokakarya teater di Peta, Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di Iowa City Amerika Serikat pada tahun 1981 (Jabrohim, 2003: 27), pameran penyair internasional di Rotterdam (1984), Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman pada tahun 1985
Masih banyak aktifitas Emha sebagai seorang penyair maupun penulis naskah. Hal ini dikarenakan Emha lebih menentukan untuk memasyarakatkan karya-karya sastra eksklusif kepada masyarakat luas, untuk itu ia memseriuskan pada pembacaan puisi di perkampungan, masjid-masjid, pertemuan-pertemuan tertentu, di depan buruh, mahasiswa dan lain sebagainya. Selain itu ia juga mempelopori musikalisasi puisi yang dimulai tahun 1970 dengan aktif menyelenggarakan Poetry Singing di Yogyakarta bersama beberapa penyair dan penyanyi muda.
*Berbagai Sumber