Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Seks Pra Nikah

Menurut Ginanjar Triadi Budi Kusuma sebut bahwa perilaku seks pra nikah biasa terjadi dan dilakukan sepasang insan, lantaran adanya faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan. Baik penyimpangan emosional, moral kemasyarakatan, moral maupun agama. Secara umum, faktor penyebab sikap seks pra nikah ada dua yakni faktor penyebab, intern dan faktor penyebab ekstern.
Faktor Intern
Yaitu, dorongan yang berasal dari dalam diri sampaumur itu sendiri. Seperti dorongan yang dikarenakan factor psikologis, emosional maupun disebabkan hal-hal bersifat jasmaniah.
Secara Psikologis, seorang sampaumur yang jiwanya goyah, jikalau pagar agama kurang kuat, ia cenderung ingin mencoba melaksanakan perbuatan seks pra nikah. Jika faktor lingkungan keluarga, khususnya orang renta tak bisa lagi menjadi filter atau pihak yang ditakuti, pagar-pagar penyelamat menyerupai moral dan agama tidak ada lagi, maka factor intern yang berpengaruh di dalam diri sampaumur tadi menjadi sebuah kekuatan yang tidak tertanggulangi untuk melaksanakan sikap menyimpang berjulukan seks bebas.
Faktor Ekstern
Penyebab penyimpangan sikap seksual pra nikah yang hadir dari luar lebih banyak berasal dari factor pergaulan si sampaumur itu sendiri. Baik pergaulan disekitar rumah, pergaulan disekitar sekolah atau perkuliahan. Lingkungan pergaulan tidak selalu jelek atau merusak, namun potensi untuk menularkan hal-hal tidak benar cenderung sangat gampang.
Berdasarkan dari jurnal penelitian dan rujukan terkait, mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi sikap seks bebas baik itu eksternal maupun internal, yaitu latar belakang keluarga, kelompok reverensi atau mitra sebaya, perubahan biologis, pengalaman berafiliasi seksual, media massa, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja, tingkat perkembangan moral kognitif, usia, kekerasan yang terjadi, meningkatnya pergaulan bebas, narkotika, alcohol, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), kemiskinan, status daerah tinggal, religiusitas, dan kepribadian atau identitas diri
Berkaitan dengan kepercayaan seseorang terkena bagaimana orang lain mengevaluasi tingkah laris tersebut. Religi yakni salah satu bentuk kepercayaan yang dianut oleh seseorang. Seorang individu akan meyakini religinya sebagai norma yang digunakan untuk memonitor sikap dalam kehidupannya. Dalam masyarakat, religiusitas dijadikan norma masyarakat semacam prosedur kontrol sosial yang mengurangi kemungkinan seseorang melaksanakan tindakan seksual diluar batas ketentuan agama. Tindakan seksual diluar batas ketentuan agama akan sanggup dilakukan oleh individu yang tingkat religiusitasnya rendah. Individu dengan tingkat religiusitas rendah dipastikan kurang mempunyai norma yang mengatur boleh atau tidak sikap seks bebas dilakukan.
®
Kepustakaan:
Ginanjar Triadi B.K,S.Pd, Remaja, Seks, Aborsi, (Sahabat Setia, Yogyakarta, 2007). Kartono, K, Psikologi Remaja, (Rajpertamai, Jakarta, 1988). Loekmono, J.T.L, Seksualitas, Pornografi, Pernikahan, (Satya Wacana, Semarang, 1988).