Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Karakteristik Ekonomi Islam

Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam al-Mawsuah al-Ilmiyah wa al-Amaliyah al-Islamiyah dalam Ghufran, yang sanggup diringkas sebagai diberikut:
Pertama: Harta kepunyaan Allah dan insan khalifah harta. Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian, yaitu tiruana harta, baik benda maupun alat produksi yaitu milik (kepunyaan Allah), dan insan yaitu khalifah atas harta miliknya. Hak milik pada hakikatnya yaitu milik Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah berdasarkan hukum-hukum yang sudah disyariatkan Allah.
Kedua: Ekonomi Islam terikat dengan akidah, syariat (hukum) dan moral. Hubungan ekonomi Islam dengan iktikad Islam tampak terang dalam banyak hal, menyerupai pandangan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Di antara bukti relasi ekonomi dan budbahasa dalam Islam adalah:
  1. Larangan terhadap pemilik dalam penerapan hartanya yang sanggup menjadikan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.
  2. Larangan melaksanakan penipuan dalam transaksi.
  3. Larangan menimbun emas dan perak atau masukana-masukana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, alasannya uang sangat diharapkan buat mewujudkan kemakmuran perekonomian dalam masyarakat. Menimbun uang berarti menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan kerja buat para buruh.
  4. Larangan melaksanakan pemborosan, alasannya akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
Ketiga: Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan. Islam yaitu agama yang menjaga diri, tetapi juga toleran (membuka diri). Selain itu, Islam yaitu agama yang mempunyai unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
Keempat: Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat. Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam yaitu tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang sanggup melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang diputuskan dalam sistem islam untuk kepemilikan individu dan umum.
Kelima: Bimbingan Konsumsi. Dalam konsumsi Islam mempunyai pemikiran untuk tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh badan dan tidak melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Keenam: Petunjuk Investasi. Kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pemikiran dalam menilai proyek investasi.
Ketujuh: Zakat. Zakat yaitu sedekah yang diwajibkan atas harta seorang muslim yang sudah memenuhi syarat, bahkan ia ialah rukun Islam yang ketiga. Zakat ialah sebuah sistem yang menjaga keseimbangan dan harmoni sosial di antara muzzaki dan mustahik. Zakat juga bermakna janji yang berpengaruh dan langkah yang kasatmata dari negara dan masyarakat untuk membuat suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistematik dan permguan.
Kedelapan: Larangan riba. Islam sudah melarang segala bentuk riba risikonya itu harus dihapuskan dalam ekonomi Islam. Pelarangan riba secara tegas ini sanggup dijumpai dalam al-Quran dan hadist. Arti riba secara bahasa yaitu ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan, membengkak, dan bertambah, akan tetapi tidak tiruana embel-embel atau pertumbuhan dikategorikan sebagai riba.
Kesembilan: Pelarangan Gharar. Ajaran islam melarang acara ekonomi yamg mengandung gharar. Gharar yaitu sesuatu dengan abjad tidak diketahui sehingga menjual hal ini yaitu menyerupai perjudian.
Kesepuluh: Pelarangan yang haram. Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang dilakukan harus halalan toyyiban, yaitu benar secara aturan Islam dan baik dari perspektif nilai dan sesuatu yang jikalau dilakukan akan menjadikan dosa. Haram dalam hal ini sanggup dikaitkan dengan zat atau prosesnya dalam hal zat, Islam melarang mengonsumsi, memproduksi, mendistribusikan, dan seluruh mata rantainya terhadap beberapa komoditas dan aktivitasnya.
®
Kepustakaan:
Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002).