Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Pertolongan Konsumen

Latar belakang lahirnya Undang-undang proteksi konsumen tidak terlepas dari gerakan perlindungan konsumen di seluruh dunia. Sebagimana diketahui perkembangan perekonomian yang pesat sudah menghasilkan banyak sekali jenis barang dan jasa yang sanggup dikonsumsi. Diversifikasi produk yang sedemikian luas dan dengan proteksi kemajuan teknologi komunikasi dan informatika, sudah menimbulkan ekspansi ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara.
Perubahan pemamasukan tersebut membawa efek pula wacana konsep proteksi konsumen secara global. AZ. Nasution menggambarkan fenomena ini dengan “Dunia yang secara teknis dan psikologis makin mengecil menimbulkan denting garpu disalah satu pojok dunia terdengar terang di pojok lainnya.”
Konsumen pada kesudahannya dihadapkan pada banyak sekali jenis barang dan jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik maupun yang berasal dari luar negeri. Kondisi yang demikian disatu sisi sangat bermanfaa bagi konsumen, alasannya yakni kebutuhan yang diinginkan sanggup dipenuhi dengan disertai kebebasan untuk menentukan variasi barang dan jasa tersebut. Namun, di sisi lain akan sanggup menimbulkan kedudukan pelaku perjuangan dan konsumen tidak seimbang di mana konsumen pada posisi yang lemah. Konsumen spesialuntuk dijadikan obyek aktifitas bisnis untuk meraup laba sebesar-besarnya oleh pelaku usaha, melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Fenomena itu kemudian mengilhami gerakan proteksi konsumen di seluruh dunia. Oleh alasannya yakni itu lahirnya gerakan konsumen di seluruh dunia ialah bukti bahwa hak-hak masyarakat (konsumen) dijunjung tinggi.
Secara historis bergotong-royong upaya untuk melindungi konsumen sudah tampak berkembang semenjak era ke-19, yaitu dikala pada tahun 1872 dengan lahirnya undang-undang terkena batasan cemaran dalam masakan dan obat-obatan yang diberlakukan di Inggris.
Adapun gerakan proteksi konsumen secara terorganisir dipertamai pada tahun 1891, yaitu dengan terbentuknya liga konsumen yang pertama kali di New York, dan pada tahun 1898 di tingkat Nasional Amerika Serikat terbentuk Liga Konsumen Nasional (The National Consumen's League). Organisasi ini tumbuh dan berkembang pesat sehingga pada tahun 1903 sudah bermetamorfosis 24 cabang yang mencakup 20 negara bagian. Pada tahun 1962 Presiden AS Jhon F Kennedy memberikan Consumen Message kepada Konggres, dan ini dianggap sebagai era gres gejolak konsumen. Adapun isi dari pesan tersebut yakni mencakup beberapa aspek 4 hal, yaitu:
  1. Hak Memperoleh Keamanan (The Righ to Safety)
  2. Hak Memilih (The Righ to Choose)
  3. Hak Mendapat Informasi (The Righ to be Informed)
  4. Hak Untuk Didengar (The Righ to be Heard)
Sesudah itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi nomor 39/248 Tahun 1985 wacana proteksi konsumen (Guidelines for Consumen Protection), juga merumuskan hak-hak konsumen yang perlu dilindungi, yang mencakup :
  1. Perlindungan konsumen dari ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya.
  2. Promosi dan proteksi kepentingan ekonomi sosial konsumen.
  3. Tersedianya warta yang memadai bagi konsumen untuk mempersembahkan kemampuan mereka melaksanakan pilihan yang sempurna sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.
  4. Pendidikan konsumen
  5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif
  6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.
Sampai dengan tahun 1995, Consumen's International (CI) sudah memiliki 203 anggota yang berasal dari 80 negara termasuk Indonesia. Di Indonesia ditandai dengan terbentuknya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tanggal 11 Mei 1973.
Pada tahun 1981 untuk pertama kalinya YLKI mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen, alasannya yakni banyaknya keluhan konsumen yang disampaikan pada forum ini. Tapi usulan itu ditolak dengan alasan di Indonesia sudah ada peraturan yang mengulas wacana konsumen yang termuat dalam lingkungan aturan perdata (KUH Perdata, KUHD, dan lain-lain) maupun aturan publik (Hukum Pidana, Hukum Adiministrasi, Hukum Internasional, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana dan lain-lain).
®
Kepustakaan:
Rachmadi Utsman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, (Jakarta: Djambatan, 2000). Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia, 2000). Sri Rejeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000). AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995).