Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rukun Dan Syarat Ijarah (Sewa Menyewa)

Untuk sahnya ijarah atau sewa-menyewa, pertama harus dilihat orang yang melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tersebut. Apakah kedua belah pihak sudah memenuhi syarat untuk melaksanakan perjanjian pada umumnya atau tidak. Penting untuk diperhatikan bahwa kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum, yaitu punya kemampuan sanggup membedakan yang baik dan yang buruk. al-Syafi’i
Rukun sewa-menyewa, berdasarkan ulama madzhab Hanafi spesialuntuk satu, yaitu ijab dan qabul (ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa-menyewa). Sedangkan jumhur ulama beropini bahwa rukun sewa-menyewa (ijarah) ada empat, yaitu orang yang berakad, sewa/imbalan, manfaat, dan sighat (ijab dan qabul).
Adapun syarat sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi syarat-syarat sebagai diberikut: Pertama, masing-masing pihak rela melaksanakan perjanjian sewa-menyewa. Maksudnya, kalau di dalam perjanjian sewa-menyewa terdapat unsur pemaksaan, maka sewa-menyewa itu tidak sah.
Kedua, harus terperinci dan terang terkena objek yang diperjanjikan. Maksudnya, barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa (lama waktu sewa-menyewa berlangsung) dan besarnya uang sewa yang diperjanjikan.
Ketiga, objek sewa-menyewa sanggup dipakai sesuai peruntukan¬nya. Maksudnya, kegunaan barang yang disewakan harus terperinci dan sanggup dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) barang tersebut. Seandainya barang itu tidak sanggup dipakai sebagaimana yang diperjanjikan, maka perjanjian sewa menyewa itu sanggup dibatalkan.
Keempat, objek sewa menyewa sanggup diserahkan. Maksudnya, barang yang diperjanjikan dalam sewa-menyewa harus sanggup diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh lantaran itu, kendaraan yang akan ada (baru rencana untuk dibeli) dan kendaraan yang rusak tidak sanggup dijadikan sebagai objek perjanjian sewa-menyewa. Sebab barang yang demikian tidak sanggup dipakai oleh penyewa.
Kelima, kemanfaatan objek yang diperjanjikan yaitu yang dibolehkan dalam agama. Perjanjian sewa-menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan oleh aturan agama tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan. Misalnya, perjanjian sewa-menyewa rumah yang dipakai untuk acara prostitusi. Atau, menjual minuman keras serta daerah perjudian. Demikian juga mempersembahkan uang kepada tukang ramal. Selain itu, tidak sah perjanjian pemdiberian uang (ijarah) puasa atau shalat, alasannya yaitu puasa dan shalat termasuk kewajiban individu yang mutlak dikerjakan oleh orang yang terkena kewajiban.
®
Kepustakaan:
Chairiman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996).