Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Perkembangan Film

Film yakni media komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah surat kabar, memiliki masa pertumbuhan pada tamat kurun ke-19. Pada pertama perkembangannya, film tidak ibarat surat kabar yang mengalami unsur-unsur metode, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya pada kurun ke-18 dan permulaan kurun ke-19 (Alex Sobur, 2003: 126).
Film yang diakui oleh banyak orang sebagai film pertama yakni film karya Edwin S. Porter yang berjudul “The great Train Robbery” (Onong Uchjana Effendi, 1993: 201). Film ini diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat pada tahun 1903. Film yang spesialuntuk berlangsung selama 11 menit itu benar-benar sukses. Film “The Great Train Robbery” bersama nama pembuatnya, yakni Edwin S. Porter populer kemana-mana dan tercatat dalam sejarah film.
Padahal film “The Great Train Robbery” itu dari segi waktu pemutarannya bukanlah film yang pertama, alasannya yakni setahun sebelumnya, yaitu tahun 1902, Edwin S. Porter juga sudah membuat film yang berjudul “The Life of an America Firemen” , dan Ferdinand Zecda di Perancis pada tahun 1901 membuat film berjudul ”The Story of a Crime”. Tetapi film “The Gear Train Robbery” lebih populer dan dianggap sebagai film dongeng yang pertama. Ini lantaran metode pembuatannya yang benar-benar mengagumkan untuk waktu itu.
Pada tahun 1913 Davit Wark Griffit, sutradara Amerika Serikat, membuat film berjudul “Brith of a Nation” dan selanjutnya pada tahun 1916 membuat film “Intolerance”. Kedua film karya Davit Wark Griffit itu berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Film “Intolerance” sendiri tolong-menolong ialah empat dongeng yang bersambung.
Berkat kedua filmnya itu, Davit Wark Griffit oleh sementara orang dianggap sebagai penemu “grammar” dari pembuatan film. Kedua filmnya itu, memunculkan hal-hal gres dalam editing dan gerakan-gerakan kamera yang bersifat dramatis. Meskipun di antara metode yang digunakannya ialah penyempurnaan dari apa yang sudah dilakukan oleh Porter dalam filmnya “The Great Train Robbery”.
Pada tahun 1925, Vsevolod Pudovskon dan Sergei Einsenstein, dua orang mahir bangsa Rusia, membuatkan metode perfilman hasil anutan Griffit. Sebuah sequence dari film karya Eisenstein yang berjudul “kapal Tempur Potemkin” (1925) yang berangsung selama enam menit diakui sebagai sequence paling besar lengan berkuasa dalam sejarah film, meski masih berupa film bisu (Onong Uchjana Effendi, 1993: 202-2003).
Film bicara yang pertama muncul pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat, meskipun dalam keadaan belum tepat sebagaimana dicita-citakan. Baru pada tahun 1935 film bicara boleh dikatakan mencapai kesempurnaan. Waktu pemutarannya cukup usang dan ceritanya panjang, lantaran film pada masa itu banyak yang menurut novel dari buku dan disajikan dengan metode yang baik.
Dipertamai pada tahun 1945 film mengalami kemerosotan yang cukup tajam. Hal ini disebabkan munculnya televisi (Alex Sobur. 2003: 126). Pada tahun-tahun semenjak rumah-rumah penduduk terdapat pesawat TV, film sudah terpukul. Amerika Serikat mengalami kemerosotan jumlah pengunjung hingga lebih dari setengahnya. Demikian pula dengan negara-negara lain.
Pada tahun 1952 Fred Waller memperkenalkan sistem “Cinerama”. Layarnya yang enam kali lebih besar dari layar yang biasa, tidak sanggup dipakai secara umum lantaran mahalnya biaya dan lantaran kesukaran metode dalam pemutarannya di gedung-gedung bioskop. Penelitian pun dilanjutkan. Pada tahun 1953 sistem “tiga dimensi” di temukan. Penonton tidak spesialuntuk melihat gambar yang rata ibarat biasanya, melainkan menonjol ke luar, seperti apa yang disaksikan itu yakni kenyataan.
Pada tahun 1953 publik yang sekian usang terpesona oleh TV berhasil ditarik kembali ke gedung-gedung bioskop. Hal itu disebabkan inovasi “Cinemascope” oleh perusahaan film 20th Century Fox. Layarnya yang lebar yang meskipun tidak menandingi Cinerama, tetapi sanggup disajikan kepada publik. Hal itu ditandingi perusahaan film Paramount, dengan memperkenalkan sistem Vista Vision dengan sukses pula. Layar untuk Vista Vision tidak selebar layar untuk Cinemascope, tetapi layarnya sanggup menampilkan gambar-gambar yang tajam (Onong Uchjana Effendi. 1993: 204-205).
®
*Berbagai Sumber